Mereka Menerapkan Laudato Si

Populer

Sambungan Artikel: Pertemuan Komsos Regio Jawa:  MEMAKNAI PERAN  KOMSOS
Tekad warga desa Tegalsalam, Kec. Baturaden, Kab. Banyumas, Jawa Tengah sudah bulat. “Kami ingin menjadikan desa kami ini menjadi sebuah desa wisata. Selain didukung alam yang indah permai kami juga dianugerahi tempat-tempat menarik untuk dikunjungi seperti curug (air terjun) yang ada dua yaitu Curug Tiga dan Curug Tebela,” jelas Sisworo   ketua dusun yang kerap menjadi humas desa itu. Desa ini terdiri dari dua dusun dan berjarak 17 km dari kota Purwakerto.
Ternyata kesiapan warga  untuk menjadikan desa mereka sebagai desa wisata tidak hanya angan-angan. “Kami telah menargetkan tiap tahun akan menanam 2.000 batang pohon untuk menghijaukan lokasi-lokasi  yang mulai erosi dan gundul. Kami juga mengajak para pengunjung apabila punya waktu untuk ikut serta menanam pohon,” lanjutnya.

Melestarikan alam dengan menanam pohon guna menjaga kesinambungan air curug yang ada
Melestarikan alam dengan menanam pohon guna menjaga kesinambungan air curug yang ada

Kini hasil dari merawat curug itu telah juga nyata. Perusahaan  Air Minum Daerah (PAMD) telah memanfaatkan air salah satu dari Curug Tiga sebagai sumber air. Air dari Curug itu langsung ditangkap dan dialirkan ke pengolahan air minum. Tentu saja desa ini mendapatkan pembagian keuntungan atas usaha ini.
Keterlibatan yang jauh lebih nyata dalam meujudkan desa wisata adalah kesiapan tiap keluarga menjadi induk semang bagi para pengunjung yang ingin menginap di desa itu. “Kami sudah terbiasa hidup bersama para pengunjung di rumah ini. Kami sajikan makanan desa apa adanya kepada mereka. Tetapi kami tetap berupaya menyajikan makanan yang sehat dan bersih,” ungkap Solidah yang hidup berdua bersama suaminya Tri Supriyanto penisunan PNS. Anak-anak mereka sudah pergi merantau karena kuliah dan yang lain telah berkeluarga.
Menurut Solidah kunjungan ke desa mereka lumayan ramai. Baru saja desa mereka menerima para mahasiswa yang melaksanakan tugas Kuliah Kerja Nyata (KKN). “Mei mendatang menurut informasi akan ada lagi rombongan pengunjung ke desa ini selama sebulan. Kami sudah siap untuk menerima mereka seperti kami menerima rombongan bapak Komsos Keuskupan Sejawa ini,” ungkap Solidah. Solidah mengaku suaminya juga senang mendapat kunjungan seperti itu. “Karena sebagai pensiunan PNS kami tidak punya sawah dan keahlian bertani. Jadi ketimbang menganggur lebih baik ada kegiatan melayani tamu-tamu itu sekalian untuk menambah sumber pendapatan,” ungkap Tri Supriyanto.
Nasi dibungkus pakai daun palma dari pinggir hutan, kini dihidupkan kembali
Nasi dibungkus pakai daun palma dari pinggir hutan, kini dihidupkan kembali

Model ini menurut Supriyanto sangat baik dikembangkan sehingga tidak perlu investasi mendirikan  hotel di desa ini. Terlalu banyak risiko karena kehadiran hotel nantinya. Bisa saja mereka membeli lahan luas kemudian membuat berbagai kegiatan yang sama sekali tidak melibatkan masyarakat. Atau bias juga kehadiran hotel menghadirkan perilaku negatif seperti pelacuran, mabuk-mabukan, makanan berlimpah sia-sia. “Dengan model menginap di rumah penduduk ini distribusi pendapatan bisa lebih baik,” tanggap Tri Supriyanto. (Boleh jadi ini juga bagian dari konsep riil dari sharing economy (ekonomi berbagi) yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan.)
Tetapi konsep ramah lingkungan ini sudah merupakan pengejawantahan dari konsep Ensiklik Paus Fransiskus Laudato Si yang diterbitkan pada 18 Juni 2015 lalu. Paling tidak dalam enseklik ini ada 10 ajakan Paus Fransiskus. Salah satu ajakan itu  dan kebetulan pula berada di nomor satu adalah kewajiban kita memikirkan bumi seperti apa yang akan kita wariskan kepada generasi mendatang. Jawabannya tentu adalah bumi yang tetap berkesinambungan memelihara segala isinya termasuk manusia.
Selain menjaga lingkungan, warga desa inipun berupaya juga menyuguhkan budaya nenek moyang kepada pengunjung. Ada tari-tarian, ada minuman khas dari nira rebus dan juga ada cara penyuguhan makanan zaman dahulu kala dan yang sudah sempat menghilang. Untuk  makanan nasi kotak telah mereka ganti dengan  nasi bungkus dengan daun tanaman palma dari pinggir hutan. “Memang zaman dahulu memberi makan orang tua akan jauh lebih hormat bila makanan yang disuguhkan kepada mereka dikemas dalam daun itu. Hilangnya kebiasaan membungkus makanan dengan daun palma itu seiring dengan semakin langkanya tanaman itu. Karena itu sekarang di pinggir-pinggir sungai dan curug sudah mulai dihidupkan kembali penanamannya agar ada dipakai untuk melanjut kebiasaan itu ke depan. Karena sistim bungkus seperti itu hanya ada di desa ini,” jelas Tri Supriyanto.
Tri juga melanjutkan bahwa keberadaan G. Slamat di desa mereka menjadi salah satu daya tarik tersendiri. “Selain gunung paling tinggi di Asia Tenggara, G. Slamat juga memberikan signal kepada kami di sisi setiap ada pergantian pimpinan Negara,” cerita Tri. Ketika pergantian Soeharto dulu, gunung ini meletus dan batuk-batuk terus. Menurut Tri karena memang sempat kacau. BEgitu juga ketika pergantian SBY dengan Jokowi. “Kami saksikan gunung ini batuk cukup lama karena waktu itu memang situasinya sangat menegangkan. Tetapi begitu pemilu selesai gunung ini diam kembali,” tambah Tri.
 
Sonar Sihombing
Anggota Komsos KAJ
 
Gunung Slamat  memberikan signal setiap kali ada pergantian pimpinan nasional. Bila ada kisruh gunung akan meletus dan kalau kondisinya aman gunung pun tenang kembali
Gunung Slamat memberikan signal setiap kali ada pergantian pimpinan nasional. Bila ada kisruh gunung akan meletus dan kalau kondisinya aman gunung pun tenang kembali

Box :
10 Ajakan Paus Fransiskus Mengenai Perubahan Lingkungan (Laudato Si)
1.Think of Future Generation : Dunia seperti apa yang akan kita wariskan kepada generasi mendatang?
2.Embrace Alternative Energy Sources : segeralah gantikan penggunaan teknologi berbahan bakar energy fosil yang polutif seperti batu bara, bbm dengan gas yang lebih bersih dan jangan ditunda lagi.
3.Consider Pollution Effect on the Poor :  sentuhlah hati mereka yang hanya berusaha mencari keuntungan dan merugikan orang miskin dan bumi.
4.Take the bus : prioritaskanlah pengadaan dan pembenahan  transportasi publik.
5.Be Humble : kita bukan Allah. Bumi telah ada sebelum kita.
6.Don,t become a slave of your phone : karena itu akan membuat mental anda terpolusi.
7. Don’t Trade Online Relationships for real one: relasi nyata kini telah digantikan dengan relasi maya (komunikasi internet) yang memungkinkan kita memilih dan menghilangkan hubngan dengan siapa saja
8.Turn off the lights, Recycle and Don’t Waste Food : tanggungjawab lingkungan dapat secara signifikan memengaruhi bumi di sekitar kita, seperti menolok menggunakan plastic, kertas, mengurangi konsumsi air,  separating refuse, memasak makanan seperlunya untuk dikonsumsi, memadamkan lampu yang tidak dibutuhkan.
9.Educate Yourself : karena pendidikan mampu membawa prubahan nyata dalam gaya hidupmu
10.Believe you can make a difference : kita harus yakin bahwa kita saling membutuhkan saling memiliki tanggungjawab kepada orang lain dan bumi ini.

1 COMMENT

  1. Ini tulisan menarik yg mengabarkan perkembangan kesadaran lingkungan dari warga desa. Btw, kami coba goggle daftar desa di kecamatan Baturaden. Ternyata tak ada lho desa Tegalsalam. Ataukah mungkin desa “Karangsalam”? Boleh minta no kontak dg mereka, dear Admin? Ini email kami: kopigunung@gmail.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RADIO LINE KAJ

INFO TERBARU

TERPOPULER

ARTIKEL LAINNYA

Open chat
Butuh Bantuan?
Adakah yang bisa kami bantu?