FILOSOFI LENGKAP LOGO KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA

 

KAJ2

FILOSOFI LOGO

KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA

 

Pengantar

Keterangan singkat berikut ini dimaksudkan untuk menjelaskan dua pokok pikiran yang berhubungan langsung dengan logo Keuskupan Agung Jakarta (KAJ).

Kedua pokok pikiran itu meliputi: Pertama, pertimbangan-pertimbangan dasariah mengapa Keuskupan Agung Jakarta memerlukan sebuah logo. Kedua, penjelasan mengenai logo KAJ yang mencakup dua unsur utama, yakni pilihan warna-warni dan ciri atau identitas KAJ, dan pemaknaan tanda-tanda atau simbol-simbol dalam logo KAJ yang mengemukakan semangat jiwa, spiritualitas dan cita-cita/arah dasar.

I. Pertimbangan-pertimbangan Dasariah

Secara historis keberadaan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) dimulai  secara embrional sejak 8 Mei 1807, yakni ketika Paus Pius VII mengangkat seorang imam, Jacobus Nelissen, sebagai Prefek Apostolik pertama dan berkedudukan di Batavia (Jakarta). Fungsi pelayanan dan kegembalaan gerejawi ini meliputi seluruh wilayah Nusantara.

Harapan mengenai perkembangan Gereja Katolik di Nusantara pada umumnya, dan Jakarta pada khususnya tidak sia-sia. Sebab Perfektur Apostolik itu kemudian berkembang menjadi Vikariat Apostolik, dan berlanjut menjadi Keuskupan. Selama kurun waktu tersebut, secara dinamis KAJ bersama dengan segenap warga bangsa membangun dan menciptakan hidup bersama semakin bermakna. Dalam periode yang sama terdapat usaha-usaha nyata untuk merumuskan identitas dan jati diri sebagai himpunan atau komunitas kaum beriman.

Kesadaran diri KAJ sebagai warga Gereja Semesta yang hadir dalam dinamika bangsa Indonesia semakin mendorong untuk berkontribusi bagi kebaikan dan kesejahteraan bersama. Salah satu kontribusi konkret KAJ adalah kesaksian mengenai hidup dan karya warga Gereja Katolik KAJ yang diinspirasikan oleh Injil Yesus Kristus dalam konteks keberadaan KAJ.

Melalui logo KAJ ini, konstribusi tersebut diartikulasikan sekaligus seluruh warga Gereja KAJ diingatkan akan panggilan dan tugas suci yang tak kunjung selesai diwujudkan, yakni berpusatkan pada persekutuan dengan Dia, Sang Gembala Sejati Yang Bermurah Hati, Gereja KAJ semakin peduli serta terlibat melayani sesama. Justru melalui inilah kasih dan kemuliaan Allah semakin nyata, yakni ketika ciptaan-Nya hidup semakin bermartabat.

II. Penjelasan Mengenai Logo KAJ

Warga KAJ, yang terlibat aktif dalam usaha menyadari diri dan mengartikulasikan keberadaan serta panggilan sucinya tersebut, menciptakan logo khusus KAJ. Secara garis  besar logo ini terdiri atas dua hal penting, yakni:

1. Warna dan Identitas Diri

Logo KAJ ini mendayagunakan dan mengkombinasikan warna-warni. Pilihan warna dan kombinasi dalam logo ini menyatakan suatu karakter yang dinamis, penuh kekuatan, dan berdaya pikat. Sifat karakteristik inilah hendak menegaskan situasi yang tidak mudah dilupakan. Di balik pilihan warna dan kombinasi ini terbujur suatu harapan kokoh, yakni seraya meneladan semangat Sang Jalan, Kebenaran, dan Kehidupan  (bdk. Yoh 14:6) dengan rendah hati semoga Gereja KAJ semakin mencintai dunia dengan kepedulian akan panggilan akhirat.

 

1.1. Merah

Merah termasuk dalam kelompok warna panas yang memiliki daya untuk mempengaruhi sesama dalam banyak hal. Selain kuat dan agresif, merah menyalurkan kehangatan layaknya lidah-lidah api. Dalam liturgi Gereja Katolik, merah merujuk pada daya (kehadiran) Roh Kudus, kejayaan, kemenangan, pengurbanan diri. Itulah sebabnya, merah senantiasa mewarnai perayaan liturgi Minggu Palma, Jumat Suci, Pentakosta, peringatan dan pesta para martir, dan lain sebagainya. Dasar-dasar pemikiran inilah yang diharapkan menjadi ilham bagi warga Gereja KAJ untuk membangun kebersamaan dalam iman yang benar, harapan yang teguh, dan kasih yang sempurna.

 

1.2. Kuning

Kuning menyiratkan terang yang hidup dan cerah. Warna ini menarik perhatian sekaligus melambangkan semangat sukacita dan kemurnian jiwa. Dalam diri Yesus Kristus, Sang Gembala Yang Murah Hati, terungkap sepenuhnya semangat tersebut, yang diharapkan menjiwai hidup dan karya seluruh warga Gereja KAJ dalam dunia konkret dan sehari-hari. Semangat yang terwujud itu juga diharapkan berlangsung lama (dan tidak sementara) serta mendalam.

1.3. Biru

Langit yang bersih dan jernih selalu berwarna biru. Warna biru bersifat menyejukkan dan penuh daya. Dalam tradisi gerejawi, warna tersebut dimanfaatkan untuk menandakan kebijaksanaan Ilahi, yang terus-menrus dihembuskan oleh Roh Kudus (bdk. Yoh 3:8). Roh Kudus, yang adalah Roh Yesus Kristus, itulah yang menghidupkan serta menguatkan semua orang yang percaya dan berserah kepada-Nya. Roh kebijaksanaan Ilahi itu juga yang menyemangati dari dalam para gembala baik yang tekun, tidak mudah menyerah, penuh harapan menghimpun, menyatukan, mencari domba-domba selama sejarah Gereja KAJ.

 

1.4. Putih

Biasanya warna putih dimaknai sebagai tanda kesucian, tidak bercacat, perdamaian. Warna itu juga melambangkan Kristus yang dimuliakan oleh Bapa Surgawi. Putih juga dapat mengungkapkan harapan para gembala baik dan murah hati dalam usaha menjunjung tinggi tugas serta panggilan penggembalaan.  Tugas dan panggilan ini bermeteraikan pelayanan, pengarahan dan bimbingan, serta keberadaan bersama dengan domba-dombanya. Putih, polos, tulus ikhlas dan tanpa pamrih dapat diidentikkan dengan kerendahan hati, pengampunan, pengorbanan, mendahulukan keselamatan umat yang beragama dalam jenis, kepentingan, strata sosial, dan lain sebagainya.

Jadi, warna-warni yang dipilih dan dimanfaatkan untuk logo KAJ secara positif menegaskan maknanya. Hal itu secara mencolok mata diabadikan dalam frase yang menjadi ciri autentik dan identitas logo KAJ, yakni gembala baik dan murah hati. Makna identitas ini terangkum dalam Yoh 10:14 (yang mengatakan, “Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku”) dan Luk 6:36 (yang mengatakan, “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati”). Teks-teks lain yang merujuk dengan sangat jelas pada sifat murah hati adalah Luk 10:25-37, bdk. Mat 5:7. Dengan kata-kata lain, “gembala baik dan murah hati” merupakan semangat atau spiritualitas yang menopang seluruh keberadaan dan kiprah KAJ.

 

2. Makna Simbolik Logo KAJ

Pusat logo KAJ bersifat trinitaris dan kristologis. Allah Bapa mengasihi dan bermurah hati pada semua ciptaan-Nya. Kasih dan kemurahhatian Bapa menjadi nyata dalam peristiwa Yesus Kristus yang memuncak dalam peristiwa salib, yakni sisi lain dari kebangkitan. Yesus Kristus itulah yang kini menyertai Gereja dan hidup dalam Roh Kudus-Nya.

Allah yang demikian itu divisualisasikan dalam logo yang sangat khas KAJ. Sebab tanda-tanda atau simbol-simbol yang digunakan di sini menyuarakan spiritualitas, identitas, sekaligus arah dasar pastoral KAJ. Selain itu, tanda atau simbol yang beraneka ragam dalam logo KAJ dipadukan menjadi satu-satuan yang tak terpisahkan.  Berikut ini paparan dimaksudkan untuk memperlihatkan makna simbolis.

 

2.1. Lidah Api

Lidah api melambangkan daya transformasi, yang mengingatkan kita akan karya Roh Kudus pada Pentakosta (bdk. Kis 2:1-13). Roh Kudus, yakni kuasa Allah sendiri, mengubah para murid Kristus menjadi pribadi yang dimampukan untuk melakukan karya-karya Ilahi. Roh yang sama telah menjiwai gembala yang murah hati untuk hidup dan berkarya dahulu, sekarang, dan masa yang akan datang.

Selain itu, simbol lidah api itu mengesankan berada di bagian atas Tugu Monumen Nasional (Monas), Jakarta. Tugu ini merupakan salah satu ciri khas Kota Jakarta, tempat Keuskupan ini berakar.

 

2. 2 Bunga Kelapa (manggar)

Simbol Jakarta juga diungkapkan dengan Bunga Kelapa (manggar) dan seringkali menjadi pernik-pernik penghias Ibu Bumi Jayakarta (atau Betawi). Bunga kelapa (manggar) yang menyimbulkan bumi Jayakarta, ingin mengingatkan kita akan (masa lalu tentang) nyiur yang subur dan melambai,  yang menghidupi masyarakat warga. Dengan itu pun, mau ditampilkan harapan ekologis Keuskupan Agung Jakarta agar Gereja juga mempunyai peran dalam menjaga keseimbangan dan keutuhan ciptaan di wilayah Jayakarta.

Bunga Kelapa yang merupakan Keseimbangan ekologis ini bagaikan kodrat Yesus Kristus, yang berjumlah dua ini ingin melambangkan dua kodrat Yesus Kristus yang ilahi dan insani, yang mengikat KAJ dalam hidup dan pelayanannya.

2.3. Stilir Tubuh Manusia

Tanda ini dimaksudkan untuk memperlihatkan keanekaragaman. Keadaan dan kondisi masyarakat anggota Gereja, dan dengan demikian juga anggota masyarakat di wilayah KAJ, sangatlah beragam baik dari perspektif sosial, politik, agama, ekonomi, kultural, ideologi. Perbedaan satu sama lain menyangkut pula soal kesenjangan, pola hidup, status, ras, suku, dan lain sebagainya. Jumlah 10 (sepuluh) stilir tubuh manusia hendak mengungkapkan angka bulat, penuh, kompleksitas masalah yang dihadapi Gereja KAJ. Inilah konteks keberadaan, tempat Gereja KAJ berpijak sekaligus diutus. Di dalam Gereja yang kontekstual inilah Allah Tritunggal Yang Mahakudus menjadikan sang gembala baik yang murah hati!

 

2.4. Tangan Menggenggam Hati

Gembala baik dan murah hati, yang maknanya mengilhami pelayanan pastoral di KAJ, ditandakan dengan tangan yang memiliki hati. Maka, hati itulah yang menggerakkan tangan untuk melayani sebaik mungkin demi kebaikan dan keselamatan umat. Tangan yang berhati menyatakan kesiapsediaan dan kerelaan untuk membuat segalanya bermanfaat bagi kehidupan.

 

2.5. Tongkat Gembala dan Kawanan Domba

Hati dan tangan, yang sudah disebutkan di atas, bagaikan pengikat yang membuat pelayanan itu bersifat autoritatif.  Pelayanan yang demikian itu dihadirkan dalam tanda “tongkat gembala” (bacculum). Daya gunanya sangat jelas, yakni menjaga, mengarahkan, membimbing, dan melindungi. Penggembalaan yang autoritatif atas kawanan domba selalu berciri mutualis, sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Suci, “Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku”. (Yoh 10:14).

Secara kuantitatif, jumlah domba ada 5 (lima). Hal ini hendak menyatakan, bahwa ada banyak pribadi yang dipercayakan pada Gereja KAJ. Lebih dari itu, jumlah lima tersebut mengingatkan semua domba akan tugas kegerejaan yang semestinya dilaksanakan dengan setia dan bakti. Kelima tugas itu meliputi bidang persekutuan hidup (koinonia), perayaan liturgi (leiturgia), pewartaan (kerygma), pelayanan (diakonia), dan pengorbanan/kesaksian (martyria).

 

2.6. Salib dan Pancaran Sinar

Tuhan Yesus wafat di kayu salib. Dengan demikian, salib berubah maknanya dari sarana penghinaan menjadi tempat pemuliaan dan penebusan. Di saliblah, Yesus mewujudkan kasih-Nya yang paling berharga. Ia mengorbankan semuanya agar semua ciptaan Bapa-Nya mengalami damai sejahtera. Pengorbanan yang menyeluruh dan radikal ini menyatakan kasih Allah yang tak berkesudahan. Salib, dengan demikian memancarkan daya Ilahi yang mencerahkan dan membebaskan. Kegelapan dan kuasa jahat ditaklukkan-Nya.

Panjang-pendeknya sinar salib hendak memperlihatkan Gereja KAJ dipanggil untuk meneruskan tradisi sehat, warisan dan teladan para rasul, sehingga panggilan hidup rasuli itu menjadi yang terutama. Hal ini dihadirkan dengan gambaran sinar (merah) yang lebih panjang daripada sinar (kuning).

Terlihat ada berkas sinar merah yang berjumlah 12 (duabelas). Angka pasti ini secara tradisional dihubungkan dengan ke-12 rasul, yang secara langsung dan tidak langsung dibentuk oleh Tuhan Yesus. Mereka ditugaskan untuk memancarkan kemuliaan yang nyata dalam hidup, pribadi, dan firman Yesus Kristus.

Sementara itu, ada 33 (tigapuluh tiga) berkas sinar kuning, yang sebagian ada di balik salib. Angka simbolik ini merujuk pada keyakinan tradisional tentang usia Yesus, saat Ia menyerahkan hidup-Nya karena kasih-Nya. Dan sejak wafat Yesus di usia yang ke-33 itulah Roh Kudus mulai meneruskan karya-karya Ilahi di dunia.

Daya Ilahi yang terpancar melalui salib itu sangat jelas terlihat dalam cara hidup rasuli. Gereja KAJ mewarisi semangat dan cara hidup tersebut, mengingat semua anggota Gereja KAJ dengan pertolongan rahmat Ilahi bekerjasama mewujudkan tugas penggembalaan yang murah hati.

2.7. Tahun 1807

Angka tahun 1807 (tepatnya pada tanggal 8 Mei) adalah tahun berdirinya  Perfektur Apostolik Batavia dengan penetapan Imam Jacobus Nelissen sebagai Perfek Apostolik pertama Batavia. Status Perfektur Apostolik itu dalam perjalanan waktu berkembang menjadi Keuskupan Agung Jakarta (pada tahun 1961).

2.8. Bentuk Lingkaran

Simbol lingkaran ini dimaksudkan untuk menyatakan kebulatan, keutuhan, dan ketidakmenduaan autoritas yang memimpin, tangan yang melayani, hati yang dipanggil untuk mewujudkan kesucian. Dengan demikian, lingkaran itu hendak menegaskan totalitas kepemimpinan yang melayani, bagaikan Sang Gembala Baik Yang Murah Hati, yakni Yesus Kristus. Berkat dan melalui kepemimpinan yang demikian pula maka logo yang keseluruhannya berbentuk lingkaran menandai kebersamaan yang utuh, bulat di dalam Roh-Nya sebagai Gereja.

 

Penutup

Akhirnya, logo KAJ ini merupakan satu kesatuan, yang disusun secara kreatif dan dengan memperhatikan khazanah tradisi, kitab suci, magisterium, ajaran sosial Gereja, penghayatan-pengalaman iman yang dinamis dan kontekstual.

Semoga, logo ini selain memberikan inspirasi bagi pelayanan yang visioner seluruh Gereja KAJ, juga menjadi pengikat yang membebaskan warga Gereja dari kesempitan cinta diri.  Dengan demikian logo KAJ ini terus-menerus menjadi tanda pengingat kita semua untuk semakin setia kepada Allah dalam pelayanan kepada segenap ciptaan-Nya.

DOA

GEMBALA BAIK DAN MURAH HATI

“Ya, Tritunggal Mahakudus, kami bersyukur atas setiap anugerah-Mu, terutama atas panggilan suci kami untuk mengikuti teladan-Mu menjadi “Gembala Baik dan Murah Hati”.

Bimbinglah kami agar mampu dan mau bekerjasama dengan semua orang yang berkehendak baik untuk mengusahakan hidup yang semakin berkenan pada-Mu.

Dengan pengantaraan Tuhan Yesus, Sang Gembala Baik yang sejati dan Mahamurah hati, kami haturkan kepada-Mu semua yang ada pada kami. Amin”