Jejak Misi KAJ di Pedalaman: “Sejarah Berdirinya Paroki Maria Menerima Kabar Gembira, Bomomani”

Populer

DSC_00111

A. Agama dan Pendidikan masuk Mapia

Berdirinya paroki Bomomani diawali dengan masuknya agama dan pendidikan di Mapiha. Sejarah Agama katolik pertama kali masuk daerah Mapia bukan dari Bomomani melainkan dari Modio, yaitu suatu kampung yang ada di daerah Mapiha. Sebab Pertama kalinya pada tahun 1940 misionaris Belanda sudah menginjakan kaki dikampung ini dan disambut baik oleh warga kampung dengan tokohnya yang bernama Auki Tekege, yaitu Pater Tilmans, SJ.

Ia tidak membabtis orang, namun justru menawarkan sejumlah pembangunan di daerah Mapiha. Kemudian Auki Tekege mengundang utusan-utusan dari seluruh kampung Mapiha. Setelah pertemuan itu, Pater Tilmans kembali ke daerah Kokonao yang menjadi pusat Misi pada waktu itu. Masyarakat Mapiha pun mempersiapkan diri untuk hadirnya pembangunan di daerahnya yang mereka anggap sebagai terang( Debaiyowe)i. Pater Tilmans mewujudkan pembangunan yang ia janjikan tersebut dalam rupa agama dan pendididkan. Ia mengirim Pater Smith yang sekaligus sebagai penggantinya.

Terang atau yang mereka simbolkan sebagai DEBAIYOWEI hadir dalam wujud seorang Pater Smith, Ofm yang tiba pada tangal 6 Februari 1952 untuk menetap di daerah tersebut. Ia disambut oleh seorang tokoh daerah Modio yang sudah katolik yaitu Auki Tekege. Pater Smith disambut dengan kemeriahan tarian adat suku Mee dan pesta daging babi (ekina). Kemudian Pater Smith mengirim sejumlah pemuda dan anak dari kampung-kampung yang ada di Mapiha ke Kokonao untuk bersekolah disana.

Tujuan Pater Smith adalah agar para pemuda dan anak-anak yang dikirim sekolah tersebut dapat dididik menjadi guru dan katekis untuk mengajar di Mapiha kembali baik agama maupun baca dan tulis. Sementara menunggu orang-orang yang dikirim oleh pater Smith, ia mendatangkan guru dari Kokonao. Masyarakat Mapia yang sudah menanti terang tersebut amat gembira dengan kedatangan guru-guru tersebut. Salah satu dari Guru tersebut ditempatkan di kampung Abaimaida yang sekarang menjadi bagian dari Paroki Bomomani. Berkat kerja keras Pater Smith, OFM, Sekolah mulai berdiri dan pendidikan sudah dimulai. Namun kehadiran satu guru belumlah cukup.

Kemudian para orang tua dari Momawe (Abaimaida, Obaikaropa, Kogemani, Ekago, Ugida, Pouto), yang merupakan cikal bakal dari stasi-stasi dan paroki Bomomani, mengajukan usulan kepada Pater Smith untuk mengrimkan guru-guru lagi. Maka Pater Smith memberikan 1 guru lagi dan ditempatkan di Kogemani. Guru-guru inilah yang mengajar membaca dan menulis serta agama kepada warga kampung. Disinilah cikal bakal penyebaran agama katolik dan pendidikan di Mapia dimulai. Namun sampai saat itu belum ada babtisan.[1]

B. Pos-Pos Cikal Bakal Stasi dan Paroki Bomomani Dan Peran Katekis

Modio yang sudah berdiri sebagai Paroki, kemudian memperluas dengan mendirikan mendirikan paroki Timepa yang dilayani oleh Pater Swartjish, OFM pada tahun 1957. Paroki Timepa ini daerahnya mencangkup Momawe (Abaimaida, Obaikaropa, Kogemani, Ekago, Ugida, Pouto). Pater Swartjish, OFM ini kemudian membuka pos-pos dan menempatkan tiga katekis di daerah Momawe ini untuk membantunya melayani umat. Pelayanan misionaris dan katekis bukan saja soal mengajar agama, tetapi juga mengajar membaca, menulis, maupun berhitung.

Untuk daerah Kogemani sendiri, yang merupakan cikal bakal berdirinya gereja Bomomani, mendapatkan 2 katekis. Maka pelayanan di kampung Kogemani dibagi menjadi 2 daerah yaitu Bedokebo dan Ededepa. Kedua katekis tersebut yaitu Yoseph koutoki dan Hilarius Petege tidak saja memberi pelajaran agam, membaca, menulis dan berhitung. Dua orang ini kemudian dikirim lagi ke Kokonao untuk memperdalam pelajaran agama. Dari Kokonao ini, mereka mendapat informasi bahwa di daerah Momawe akan dibentuk sebuah distrik (kecamatan). Maka setelah mereka kembali lagi ke Kogemani, mereka memberitahu pada masyarakat yang tersebar di pelbagai tempat untuk pindah turun ke daerah yang sekarang disebut Bomomani, tepatnya di SD YPPK (dekat gereja.

Kemudian masyarakat Kogemani dan Bedokebo turun ke lokasi tersebut. Mereka membuat rumah dari daun Nibun (secara tradisional). Setelah itu, mereka membuat kapel di lokasi gereja lama. Maka jadilah sebuah perkampungan kecil yang kemudian ditambah lagi oleh pelbagai fam yaitu Iyai, Tigi, Magai dan Dogomo. Pemerintah-pun seturut informasi memang membentuk distrik di daerah ini. Maka terjadilah perkampungan yang pertama kalinya diatur oleh pemerintah di daerah Mapiha ini. Kepala kampung pun saat itu sudah ditunjuk oleh pemerintah daerah.

Peran katekis diawal berdirinya paroki, tidak berhenti sampai disitu saja. Setelah katekis Hilarius Petege pensiun, kemudian digantikan oleh katekis Ignatius Iyai. Berkat kerja kerasnya muncul babtisan pertama tahun 1963 dan pater zwartij yang membabtisnya. Kemudian katekis Hilarius setelah pensiun digantikan oleh Nikolaus Dogomo. Ia berkarya selama 30 tahun (1972-2000) yang merupakan orang bomomani sendiri. Sejak tahun 1972 babtisan mulai marak, yaitu dari bayi sampai orang dewasa dan adapula pasangan yang dinikahkan serta menerima sakramen Krisma pada waktu itu.

C. Dewan Lingkungan

Waktu bergulir hingga tahun 1978 umat Momawe yang biasanya merayakan paskah berbondong-bondong untuk torney ke Timepa, sebagai paroki induk, kini dilayani oleh pastor Paroki yang datang sendiri ke Bomomani. Hal ini dirasakan berkesan oleh umat di Momawe yang terdiri dari 6 pos tersebut. Sebab umat yang terpisah-pisah tersebut bisa menjadi satu. Maka seorang guru Agama yang bernama Primus Butu mengusulkan kepada pastor paroki untuk membuat badan dewan lingkungan. Usulan ini disetujui oleh Pastor Paroki dan akhirnya tanggal 10 Februari 1991 Pastor Frans Aim bersama umat membentuk badan dewan lingkungan dengan susunan, ketua, sekeretaris, bendahara dan seksi-seksi.

Kemudian setelah terbentuk badan dewan lingkungan ke enam pos tesebut menjadi stasi dan masing-masing stasi membetuk kring-kring yang jumlah seluruhnya 14 kring. Sejak saat itu semua administrasi dewan lingkungan Bomomani lepas dari Paroki Timepa. Dewan lingkungan ini dipimpin oleh Willem Sumel, seorang guru dan katekis awam. Ia kemudian berjuang untuk mempersipakan dewan lingkungan menjadi paroki. Dewan lingkungan Bomomani akhirnya mendapat pastur yang bertugas pertama kali di Bomomani yaitu Pater Andreas Trismadi, Pr (1995-1998). Kemudian dilanjutkan oleh Pastur Agus Eko Widiatmono, Pr ( 200-2001), dilanjutkan lagi oleh Pater Jhon Kore, OFM (2000-2001).

D. Lahirnya Paroki

Kemudian pada tanggal 28 Februari 2002, penantian dan doa umat terkabul untuk menjadikan dewan lingkungan Bomomani menjadi paroki. Pada saat itu ada peringatan pesta memperingati 50 tahun agama dan pendidikan masuk di Mapia. Dalam perayaan ini Mapia dibagi menjadi 4 pusat perayaa, yaitu Modio (dimpinpin oleh P. Y Rahardian, Pr), Timpa (oleh P.Martin Kuayo, Pr, Apowo P.Teo Makay, Momawe (dewan lingkungan Bomomani dipimpin oleh P. Jhon Philip Saklil, Pr). Saat itulah P. Jhon saklil membacakan Surat Keputusan dari Vikariat Episkopal ( KeuskupannTimiki sekarang ) bahwa Dewan lingkungan resmi menjadi Paroki Maria Menerima Kabar Gembira. Saat itu pastur yang bertugas adalah P. Yustinus Rahargian (2001-2005)

E. Keterlibatan KAJ Dalam Misi Di Papua

Parate Viam Domini, Siapkan Jalan Tuhan, demikianlah motto dari Mgr. Jhon Philip Saklil, Pr dalam menggembalakan umat di Keuskupan Timika. Motto itu amat tepat untuk suatu keuskupan yang baru merintis untuk membangun dan memelihara iman umat. Pasalnya keuskupan ini resmi berdiri pada tanggal 19 Desember 2003. Kendati keuskupan baru berdiri 10 tahun silam, namun umat di keuskupan sendiri telah hadir sejak babtisan pertama oleh Pater Kowatzky, MSC pada tanggal 11 agustus 1928 di Kokonao. Rentang waktu antara keuskupan yang masih muda dan pertumbuhan umat sejak babtisan puluhan tahun silam itu, memberikan tantangan tersendiri bagi Keuskupan Timika. Sebab tenaga imam dikeuskupan Timika yang kini hanya berjumlah 36 orang tidak sebanding dengan jumlah umat yang sudah mencapai 99.328 jiwa berdasarkan data tahun 2009. Tantangan makin bertambah lagi dengan medan pelayanan yang cukup sulit untuk menjangkau umat yang banyak tinggal di pedalaman.

Sadar akan keterbatasan tenaga iman, maka keuskupan Timika mengadakan kerjasama dengan keuskupan Agung Jakarta dengan meminta tenaga imam diosesan (projo) untuk membantu dalam tugas pelayanan. Keuskupan Agung Jakarta menanggapi tawaran tersebut dengan semangat solidaritas untuk berbagi dalam kesatuan dengan gereja universal.

Keperihatinan keuskupan Timika kini menjadi keperihatinan keuskupan Agung Jakata pula. Oleh sebab itu pada tahun 2004 Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ mengirimkan Pastor Ferdinand, Pr untuk membantu sebuah paroki pedalaman di keuskupan Timika, tepatnya di paroki Maria Menerima Kabar Gembira, Bomomani, Mapiha, Kabupaten Dogiyai, Papua tengah. Kemudian Bapa Kardinal mengirimkan lagi Pastor Michael Wismu Pribadi, Pr pada tahun 2010 ke paroki yang sama. Kini, Mgr Ignatius Suharyo, Pr tetap melanjutkan karya tersebut dengan mengrimkan Pastor Yustinus Kesaryanto, Pr pada tahun 2011 untuk bekerja bersama di Paroki Maria Menerima Kabar Gembira, Bomomani.

Penulis
RD. Y Kesaryanto

(Sumber: http://parokibomomani.vv.si/)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

RADIO LINE KAJ

INFO TERBARU

TERPOPULER

ARTIKEL LAINNYA

Open chat
Butuh Bantuan?
Adakah yang bisa kami bantu?