Menari bersama Sanggar Lengger, Kaliori

Ada sebuah buku yang pernah saya baca. Terbitan lama. Buku karangan David Deida berjudul “Intimate Communion – Awakening your sexual essence”. Deida menjelaskan dengan sangat gamblang, betapa energi Maskulin dan Feminin ada pada diri laki-laki maupun perempuan. Tinggal mana yang dominan. Hanya sedikit orang yang mampu menyeimbangkan dua energi itu pada dalam dirinya. Biasanya laki-laki hanya bisa dominan maskulin, tapi juga dalam satu waktu bisa berenergi feminin. Juga sebaliknya, perempuan bisa dominan feminin, juga satu waktu dominan maskulin. Ketika energi berbeda bertemu muncul energi tarik menarik. Begitu pula saat energinya sama bertemu dapat saling menolak. Seperti magnet.

Lalu bagaimana jika dua energi itu sungguh sangat dominan dalam diri satu orang?

Pertanyaan itu terjawab dan menjadi hidup saat saya bersama dengan rombongan komsos regio jawa datang berkunjung ke Sanggar Tari Lengger, Gayatri Serayu, Kamis 26 Juni 2025. Tari lengger lanang terkenal dengan tarian gemulai perempuan tapi ditarikan oleh seorang laki-laki. Di sanggar, kami disambut oleh Mas Rianto beserta timnya. Sebelum mas Rianto berbicara, kami disuguhkan tarian oleh anak-anak muda yang belajar di sanggarnya.

Suguhan tarian lengger dari anak-anak muda sanggar

Mas Rianto lantas bercerita tentang sejarah Lengger Banyumas ini. Perjuangannya untuk melestarikan budaya lengger ini dan regenerasi kepada anak-anak muda. Bahkan perjalanan hidupnya sempat menjadi inspirasi film festival “Kucumbu Tubuh Indahku” (2018) yang disutradarai oleh Garin Nugroho. Film yang pasti bagus tapi dalam banyak berita saat itu sempat diprotes sana sini karena dianggap “mempromosikan LGBT”. Apakah benar demikian?

Mas Rianto (tengah) sedang menjelaskan Lengger

Menurut Deida, dalam bukunya “Intimate Communion” tanda-tanda energi feminin dan maskulin sangat khas. Energi Maskulin itu seperti kota Jakarta, terarah dengan tujuan, progres, cepat, ada rencana, analisis masalah dan pencarian solusi. Sementara Energi Feminin seperti Bali: mengalir, tenang, damai, fleksibel, cinta. Tarian adalah energi Feminin.

Saat saya ikut menari bersama Mas Rianto dan teman-teman yang lain, energi Maskulin saya mendominasi. Saya sibuk menganalisis. Ini tempo lagunya berapa, gerakannya hitungannya gimana, berapa kali maju, berapa kali mundurnya. Tangannya harus gimana. Sementara itu saya juga sadar, energi saat menari itu harusnya energi feminin. Tidak perlu banyak analisis, mengalir saja gerakan tangan dan sebagainya. Just go with the flow. Masalahnya saya tidak bisa.

Dan rupanya, untuk sampai bisa seorang laki-laki bisa menari sangat luwes seperti Mas Rianto dan rekan-rekannya, bukan proses yang instan dan mudah. Perjuangannya panjang, dan menyangkut hal-hal mistis juga.

Rasa kagum muncul saat melihat Mas Rianto dan beberapa teman lain, meski mereka laki-laki secara fisik, energi femininnya sangat dominan juga. Energinya begitu mengalir dari gerakan tarian yang mereka lakukan. Bahkan tarian terus dilakukan di panggung bawah, dan mereka mengajak lagi para tamu regio untuk menari bersama. “Bisa lupa waktu ini” pikir saya. Lagi-lagi energi maskulin saya mendominasi.

Mas Rianto sedang mengajari salah satu gerakan tarian Lengger

Terimakasih Mas Rianto dan Sanggar Lengger karena sudah memperlihatkan kepada saya dua energi khas laki-laki dan perempuan itu bisa hadir, bersatu namun tidak tercampur dalam satu tubuh. Dua-duanya nampak terlihat dan tidak saling bertentangan. Luar biasa. Bravo.

Rm Aldo (langsung dari Purwokerto).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here