Home Blog Page 147

PERATURAN PANTANG DAN PUASA KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA UNTUK TAHUN 2012

PERATURAN PANTANG ,PUASA KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA UNTUK TAHUN 2013

TEMA: “DIPERSATUKAN DALAM EKARISTI, DIUTUS UNTUK BERBAGI

Masa Prapaskah/Waktu Puasa Tahun 2012 dimulai pada hari Rabu Abu, 22 Februari sampai dengan hari Sabtu, 7 April  2012.

“Semua orang beriman kristiani menurut cara masing-masing wajib melakukan tobat demi hukum ilahi’ (KHK k.1249).  Dalam masa tobat ini Gereja mengajak umatnya “secara khusus meluangkan waktu untuk berdoa, menjalankan ibadat dan karya amalkasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan terutama dengan berpuasa dan berpantang” (ibid).   Semua umat beriman diajak untuk memelihara suasana tobat dan mengisi masa tobat ini dengan berbagai keutamaan hidup beriman dan tidak mudah terpengaruh atau mengikuti suasana lain di luar suasana khusus gerejani ini.

Di samping itu sebagai tanda pertobatan dan syukur, Gereja minta supaya kita semua memberi perhatian dan mengarahkan hidup kita dengan bantuan beberapa hal beriktu ini:

Dalam Masa Prapaskah kita diwajibkan:

Berpantang dan berpuasa pada hari Rabu, 22 Februari dan hari Jumat Suci, 6 April 2012.  Pada hari Jumat lain-lainnya dalam Masa Prapaskah hanya berpantang saja.

– Yang diwajibkan berpuasa menurut Hukum Gereja yang baru adalah semua yang sudah dewasa sampai awal tahun ke enam puluh (KHK k.1252).  Yang disebut dewasa adalah orang yang genap berumur delapanbelas tahun (KHK k.97 §1).

– Puasa artinya: makan kenyang satu kali sehari.

– Yang diwajibkan berpantang: semua yang sudah berumur 14 tahun ke atas (KHK k.1252).

– Pantang yang dimaksud di sini:  tiap keluarga atau kelompok atau perorangan memilih dan menentukan sendiri, misalnya: pantang daging, pantang garam, pantang jajan, pantang rokok.

Kita semua diajak untuk terus memberi perhatian kepada saudara-saudara kita yang berkekurangan dengan cara berbagi untuk mereka. Saat ini kita sedang hidup dalam keprihatinan rusaknya lingkungan hidup.  Oleh sebab itu dalam masa Prapaskah ini kita diajak untuk membangun pertobatan ekologis dengan cara peduli terhadap sampah dan berusaha keras membangun lingkungan hidup yang semakin bersih, hijau dan sehat. Kita berharap bisa merayakan Paskah dalam wujud lingkungan hidup yang semakin sehat untuk dihuni banyak orang.  Selama masa prapaskah kita merefleksikan dan mendalami sikap iman ini.  Maka kita masing-masing diajak untuk mewujudkan keutamaan ini dalam hidup setiap hari sebagai syukur atas kasih Tuhan dan wujud pertobatan kita.  Semoga dengan demikian gerakan pertobatan kita semakin mempererat persaudaraan kita dan mendorong kita untuk terus berbagi untuk sesama.  Kita percaya dalam suasana kasih dan semakin baiknya lingkungan hidup, kebaikan Tuhan semakin dialami oleh banyak orang.

Baiklah jika kita semua saling mendukung dengan memelihara masa tobat ini. Maka sangat dianjurkan agar perkawinan-perkawinan sedapat mungkin tidak dilaksanakan dalam masa Prapaskah (juga Adven), kecuali ada alasan yang berat.  Pastor paroki dimohon secara bijaksana mencermati dan mengambil kebijakan sebaik mungkin dalam situasi dan kebutuhan pelayanan umat ini.

– Bila ada perkawinan yang karena alasan yang bisa dipertanggungjawabkan dilangsungkan dalam masa Prapaskah atau Adven, atau pada hari lain yang diliputi suasana tobat, pastor paroki hendaknya memperingatkan para mempelai agar mengindahkan suasana tobat itu, misalnya jangan mengadakan pesta besar (Upacara Perkawinan, Komisi Liturgi 1976, hal.14), untuk mengurangi kemungkinan menimbulkan batu sandungan.

Mari kita mensyukuri belaskasih Tuhan dan berusaha untuk membagikannya kepada sesama kita, terutama mereka yang sangat membutuhkan.

Jakarta, 18 Februari 2012

Mgr. Ignatius Suharyo

Uskup Keuskupan Agung Jakarta

Pesan Bapa Suci Pada Peringatan Hari Orang Sakit Sedunia ke-20 (11 Februari 2012)

Pesan Bapa Suci Pada Peringatan Hari Orang Sakit Sedunia ke-20 (11 Februari 2012)
“Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.” (Luk 17:19)
Saudara-saudari yang terkasih,

Pada kesempatan Hari Orang Sakit Sedunia, yang akan kita peringati pada tanggal 11 Februari 2012, bersamaan dengan peringatan Penampakan Santa Perawan Maria di Lourdes, saya ingin memperbaharui kedekatan saya secara rohani dengan semua orang yang sakit, yang berada di tempat-tempat perawatan, atau yang dirawat oleh keluarganya di rumah, untuk menyatakan perhatian dan kasih dari segenap warga Gereja kepada masing-masing dari mereka. Dalam menyambut kehidupan setiap manusia dengan penuh cinta dan kemurahan, terutama mereka yang hidup dalam sakit dan kelemahan, seorang Kristen mengungkapkan sebuah aspek penting dari kesaksiannya terhadap Injil, mengikuti teladan Kristus, yang menghampiri dan melawati penderitaan fisik maupun spiritual manusia untuk menyembuhkan mereka.

1. Tahun ini, yang melibatkan persiapan untuk Hari Orang Sakit Sedunia yang akan diperingati di Jerman pada tanggal 11 Februari 2013 dan akan berfokus pada figur Injil Orang Samaria Yang Baik Hati (bdk. Luk 10 : 29-37), saya ingin menekankan mengenai yang disebut sebagai “sakramen penyembuhan”, yaitu sakramen Tobat dan Pengakuan Dosa serta sakramen Pengurapan Orang Sakit, yang keduanya mencapai kepenuhannya di dalam Komuni Ekaristi.

Perjumpaan Yesus dengan sepuluh orang kusta, yang dikisahkan dalam Injil Santo Lukas (bdk. Luk 17 : 11-19), dan khususnya kata-kata yang ditujukan oleh Tuhan kepada salah seorang dari mereka, “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau” (ay.19), membantu kita untuk menyadari pentingnya iman bagi mereka yang, dalam keadaan terbeban oleh penyakit dan penderitaan, mendekat kepada Tuhan. Dalam perjumpaan mereka dengan Dia, mereka sungguh mengalami bahwa ia yang sungguh percaya, tak pernah sendirian! Sungguh, Tuhan, di dalam Putera-Nya, tidak mengabaikan kita dalam kepedihan dan penderitaan kita, tetapi Ia dekat pada kita, menolong kita untuk menanggung semua itu, dan rindu untuk menyembuhkan kita di kedalaman batin kita (bdk. Mark 2:1-12).

Iman penderita kusta yang seorang itu, setelah menyaksikan bahwa dirinya telah disembuhkan, ia dipenuhi dengan rasa takjub dan sukacita, dan tidak seperti para penderita kusta lainnya, ia segera kembali kepada Yesus untuk mengungkapkan rasa syukurnya, memampukan kita untuk meyakini bahwa kesehatan yang diperoleh kembali adalah suatu tanda dari sesuatu yang lebih berharga daripada sekedar kesembuhan fisik, hal itu adalah tanda keselamatan yang Tuhan berikan kepada kita melalui Kristus; tanda itu ditemukan di dalam kata-kata Yesus: imanmu telah menyelamatkan engkau. Orang yang di dalam penderitaan dan sakitnya berdoa kepada Tuhan merasa pasti bahwa cinta Tuhan tidak akan meninggalkan dia, dan juga bahwa cinta Gereja, yang menjadi perpanjangan dari karya keselamatan Tuhan, tak akan pernah gagal. Kesembuhan fisik, sebagai sebuah tanda keselamatan yang terdalam yang nampak dari luar, menyatakan kepada kita pentingnya iman yang dimiliki orang itu, dengan segenap tubuh dan jiwanya, kepada Tuhan. Masing-masing sakramen, untuk keperluan itu, menyatakan dan menjadikan aktual kedekatan Tuhan sendiri, yang, sungguh secara cuma-cuma diberikan, “menyentuh kita melalui hal-hal material….yang Ia gunakan dalam pelayanan-Nya, membuat hal-hal itu menjadi instrumen dari perjumpaan di antara kita dan Diri-Nya” (Homily, Chrism Mass, 1 April 2010). “Kesatuan di antara ciptaan dan penebusan telah dijadikan nyata. Sakramen itu adalah suatu ekspresi fisik dari iman kita, yang menjangkau keseluruhan keberadaan orang yang sakit itu, baik badan maupun jiwanya” (Homily, Chrism Mass, 21 April 2011).

Yang pasti, tugas yang utama dari Gereja adalah mewartakan Kerajaan Allah,” Namun pewartaan ini haruslah merupakan sebuah proses penyembuhan: ‘merawat orang-orang yang remuk hati’ (Yes 61:1)” (ibid.), menurut wewenang yang dipercayakan Yesus kepada para murid-Nya (bdk. Luk 9:1-2; Mat 10:1,5-14; Mrk 6:7-13). Rangkaian dari kesehatan fisik dan pembaharuan setelah sembuh dari luka jiwa itu membantu kita untuk mengerti lebih baik mengenai “sakramen-sakramen penyembuhan.”

2. Sakramen Pengakuan Dosa telah seringkali menjadi pusat refleksi dari Para Imam Gereja, terutama karena begitu pentingnya sakramen ini dalam perjalanan hidup Kristiani, mengingat bahwa “Seluruh kukuatan Sakraman Pengakuan Dosa ialah bahwa ia memberi kembali kepada kita rahmat Allah dan menyatukan kita dengan Dia dalam persahabatan yang erat”. (Katekismus Gereja Katolik, 1468). Gereja, dalam terus menerus menyerukan pesan Yesus akan pengampunan dan rekonsiliasi, tak pernah berhenti untuk mengundang segenap umat manusia untuk bertobat dan percaya kepada Injil. Gereja menjadikan miliknya sendiri, panggilan dari Rasul Paulus: “Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah (2 Kor 5:20). Yesus, selama hidupnya di dunia, mewartakan dan menghadirkan belas kasihan Allah Bapa. Dia datang bukan untuk menghakimi melainkan untuk mengampuni dan menyelamatkan, untuk memberi harapan dalam kegelapan yang paling pekat dari dosa dan penderitaan, dan untuk memberikan hidup yang kekal; oleh karena itu dalam sakramen Tobat, di dalam “pengobatan pengakuan”, pengalaman akan dosa tidak merendahkan manusia kepada keputusasaan, namun membuatnya berjumpa dengan Sang Cinta yang selalu mengampuni dan mengubahkan (bdk. Yohanes Paulus II, Post-Synodal Apostolic Exhortation Reconciliatio et Paenitentia, 31).

Allah, “yang penuh dengan belas kasihan” (Ef 2:4), seperti figur ayah di dalam kisah perumpamaan dalam Injil (bdk. Luk 15:11-32), tidak menutup hati-Nya terhadap siapapun dari anak-anak-Nya, melainkan menunggu mereka kembali, mencari mereka, menjangkau mereka, di mana penolakan mereka terhadap persekutuan memenjarakan mereka dalam keterpisahan dan perpecahan, dan Ia memanggil mereka untuk berkumpul di sekeliling meja-Nya, dalam sukacita pesta pengampunan dan rekonsiliasi. Satu penderitaan, yang dapat membuat seseorang menjadi begitu rapuh sehingga merasa kecil hati dan tak punya pengharapan, dapat kemudian diubahkan menjadi suatu kesempatan rahmat yang memungkinkan ia kembali kepada dirinya, dan seperti si anak hilang dalam perumpamaan Injil, untuk berpikir baru tentang kehidupannya, mengenali kesalahan-kesalahan dan kegagalannya, untuk merindukan pelukan kasih Bapa, dan mengikuti jalan pulang menuju ke rumah-Nya. Dia, dalam cinta-Nya yang begitu besar, selalu dan di mana-mana Ia memelihara hidup kita dan menantikan kita, menawarkan kepada setiap anak-Nya yang kembali kepadaNya, suatu karunia rekonsiliasi dan sukacita yang penuh.

3. Dari sebuah bacaan Injil tampak dengan jelas bahwa Yesus selalu menunjukkan keprihatinan khusus kepada orang yang sakit. Ia tidak hanya mengutus para murid-Nya untuk merawati luka-luka mereka (bdk. Mat 10:8; Luk 9:2;10:9) tetapi juga memberikan kepada mereka sebuah sakramen yang khusus: Pengurapan Orang Sakit. Surat Yakobus memuat kesaksian telah hadirnya tindakan sakramental ini dalam komunitas jemaat Kristen perdana (bdk. Yak 5:14-16): melalui Pengurapan Orang Sakit, disertai doa-doa dari para penatua jemaat, segenap Gereja menyerahkan umat yang sakit kepada penderitaan Kristus dan kemuliaan-Nya, sehingga Ia dapat mengangkat penderitaan mereka dan menyelamatkan mereka; Gereja sungguh mendorong mereka untuk menyatukan diri mereka secara rohani kepada sengsara dan wafat Kristus yang pada gilirannya berperan memberikan sumbangan kebaikan kepada segenap Umat Tuhan.

Sakramen ini membawa kita untuk merenungkan dua misteri dari Bukit Zaitun, di mana Yesus menemukan diri-Nya secara dramatis dihadapkan dengan jalan yang telah ditunjukkan Bapa kepada-Nya, mengenai sengsara-Nya, sebuah tindakan kasih yang tertinggi; dan Ia menerimanya. Dalam momen-momen kepedihan itu, Dia adalah Sang pengantara, “menanggung dalam diri-Nya, mengambil baginya penderitaan dan sengsara dunia ini, mengubahnya menjadi sebuah jeritan kepada Allah, membawanya ke hadapan Allah dan ke dalam tangan Allah sehingga sungguh membawa semua itu kepada momen penebusan” (Lectio Divina, Meeting with the Parish Priests of Rome, 18 February 2010). Namun, “Taman Getsemani adalah juga suatu tempat di mana Ia naik kepada Bapa, dan maka menjadi suatu tempat penebusan…..dua buah misteri Bukit Zaitun itu juga selalu “bekerja” di dalam minyak sakramen Gereja…tanda kebaikan Tuhan yang menjangkau kita untuk menyentuh kita” (Homily, Chrism Mass, 1 April 2010).. Dalam Pengurapan Orang Sakit, materi sakramental dari minyak diberikan kepada kita, menceritakan “sebuah pengobatan dari Tuhan…yang kini menjamin kita akan kebaikan-Nya, menawarkan kepada kita kekuatan dan penghiburan, dan dalam waktu yang sama, menunjukkan melampaui saat-saat sakit penyakit kepada kesembuhan yang menetap dan nyata, yaitu kebangkitan (bdk. Jas 5:14)” (ibid)

Sakramen ini layak mendapat perhatian yang lebih besar hari ini, baik dalam refleksi teologi maupun dalam pelayanan pastoral bagi orang sakit. Lewat apresiasi yang pantas yang terkandung dalam doa-doa liturgi yang diadaptasi dalam berbagai situasi kehidupan manusia yang berkaitan dengan penyakit, dan tidak hanya ketika seseorang berada pada akhir hidupnya (bdk. Katekismus Gereja Katolik, 1514), Pengurapan Orang Sakit selayaknya tidak dianggap sebagai suatu “sakramen yang minor (kurang penting)” dibandingkan dengan sakramen-sakramen lainnya. Perhatian dan pelayanan pastoral bagi orang sakit, sementara pada satu sisi, adalah sebuah tanda dari kebaikan Tuhan kepada mereka yang menderita, di sisi lain juga membawa perkembangan rohani kepada para imam dan segenap komunitas Gereja, dalam kesadaran bahwa apa yang diperbuat kepada orang yang paling kecil, sesungguhnya diperbuat kepada Yesus sendiri (bdk. Mat 25:40)

4. Sehubungan dengan “sakramen penyembuhan”, Santo Agustinus menyatakan: “Tuhan menyembuhkan semua penyakitmu. Maka, jangan takut, semua sakit penyakitmu akan disembuhkan….Engkau hanya harus mengijinkan Dia untuk menyembuhkanmu dan engkau tidak boleh menolak tangan-Nya” (Exposition on Psalm 102, 5; PL 36, 1319-1320). Ini adalah sebuah instrumen berharga dari rahmat Tuhan yang membantu seorang yang sakit untuk menempatkan dirinya secara lebih penuh kepada misteri wafat dan kebangkitan Kristus. Bersama dengan kedua sakramen ini, saya juga ingin menekankan pentingnya Ekaristi. Diterima pada saat menderita sakit, sakramen ini memberikan dalam satu cara yang tunggal untuk mengerjakan sebuah transformasi, menghubungkan orang yang mengambil bagian dalam Tubuh dan Darah Kristus, kepada persembahan yang Ia buat sendiri kepada Allah Bapa untuk keselamatan semua manusia. Seluruh komunitas eklesial, dan komunitas paroki khususnya, harus memberikan perhatian sebagai jaminan kemungkinan menerima Komuni Kudus secara teratur, untuk mereka yang, demi alasan kesehatan atau usia lanjut, tak dapat pergi ke gereja. Dengan cara ini, saudara dan saudari ini diberikan jalan untuk memperkuat relasi mereka dengan Kristus, yang disalibkan dan bangkit, mengambil bagian, melalui hidup mereka yang dipersembahkan demi cinta kepada Kristus, di dalam misi utama Gereja. Dari sudut pandang ini, adalah penting bahwa para imam yang mempersembahkan pekerjaan mereka yang tidak menyolok di rumah sakit-rumah sakit, di rumah-rumah jompo dan rumah-rumah perawatan bagi orang sakit, merasa bahwa mereka adalah sungguh “pelayan-pelayan orang-orang sakit”, tanda dan instrumen belas kasihan dari Kristus yang harus menjangkau setiap orang yang ditandai oleh penderitaan.” (Message for the XVIII World Day of the Sick, 22 November 2009).

Selaras dengan Misteri Paskah Kristus, yang juga dapat dicapai melalui praktek Komuni secara rohani, mengambil arti yang sangat khusus ketika Ekaristi diberikan dan diterima sebagai Viaticum. Pada tahap kehidupan itu, kata-kata Tuhan bahkan terasa lebih berbunyi: “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.” (Yoh 6:54). Ekaristi, khususnya sebagai Viaticum, adalah – menurut definisi Santo Ignasius dari Antiokia – “obat dari kefanaan, obat penawar untuk kematian” (Letter to the Ephesians, 20: PG 5, 661); sakramen yang menjadi jalan dari kematian kepada hidup, dari dunia ini kepada Bapa, yang senantiasa menantikan setiap orang dalam Yerusalem Baru.

5. Tema dari Pesan untuk Hari Orang Sakit Sedunia ke-20, “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau”, juga mengharapkan kedatangan Tahun Iman yang akan dimulai pada tanggal 11 Oktober 2012, sebuah kesempatan berpotensi dan berharga untuk menemukan kembali kekuatan dan keindahan dari iman, untuk mengevaluasi muatannya, dan untuk menjadi saksi terhadap iman itu di dalam kehidupan sehari-hari (bdk. Apostolic Letter Porta Fidei, 11 October 2011). Saya berharap untuk dapat menyemangati semua orang yang sakit dan menderita untuk selalu menemukan pelabuhan yang aman dalam iman, yang disegarkan melalui mendengarkan Firman Tuhan, lewat doa pribadi dan lewat sakramen-sakramen, dan sementara itu saya juga mengundang para pastor untuk semakin selalu siap sedia untuk merayakan sakramen-sakramen itu bagi para penderita. Mengikuti teladan sang Gembala Yang Baik dan sebagai pemandu kawanan yang dipercayakan kepada mereka, para imam harus selalu dipenuhi oleh sukacita, penuh perhatian kepada mereka yang paling lemah, paling miskin dan sederhana, dan para pendosa, mengekspresikan belas kasihan Tuhan yang tak terbatas dengan kata-kata pengharapan yang memberikan rasa aman. (bdk. Saint Augustine, Letter 95, 1: PL 33, 351-352).

Bagi mereka yang bekerja di bidang kesehatan, dan bagi para keluarga yang melihat dalam diri kerabat mereka wajah penderitaan Tuhan Yesus, saya memperbarui rasa terima kasih saya dan Gereja, karena, dalam keahlian profesi mereka dan dalam keheningan, sering bahkan tanpa menyebut nama Kristus, mereka mewujudnyatakan Dia dengan cara yang nyata (bdk. Homily, Chrism Mass, 21 April 2011).

Kepada Bunda Maria, Bunda Belas Kasihan dan Kesembuhan Orang Sakit, kami menaikkan pandangan penuh percaya dan doa kami; kiranya belas kasih keibuannya, yang terwujud saat ia berdiri di sisi Puteranya yang menjelang ajal di Kayu Salib, menyertai dan menguatkan iman dan harapan setiap orang yang sakit dan menderita dalam perjalanan menuju kesembuhan luka-luka tubuh dan jiwa!

Saya mengingat Anda semua dalam doa-doa saya, dan saya memberikan berkat atas masing-masing dari Anda, sebuah Berkat Apostolik.

Dari Vatikan, 20 November 2011, Peringatan Hari Raya Tuhan kita Yesus Kristus, Raja Semesta Alam
Bapa Paus Benediktus XVI

Sumber: http://katolisitas.org/8036/pesan-bapa-suci-pada-peringatan-hari-orang-sakit-sedunia-ke-20

Misa Buka Tahun Bersama Eks Seminari Indonesia

Bertempat di Aula Seminari Menengah Wacana Bakti, Jakarta (22/1), eks seminari dari seluruh Indonesia berkumpul dan misa bersama dalam rangka buka tahun 2012. Dalam  wadah Paguyuban Gembala Utama (PGU) para mantan seminaris bersama-sama dengan keluarganya hadir dalam misa yang dipersembahkan oleh  Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo, Pr. Misa mengambil tema : “Teman Seperjalanan Selamanya!”

Meski berlangsung sederhana dan hanya setengah hari, namun ada semangat yang selalu dihidupkan oleh para eks seminari. Menjadi kader katolik yang 100% Indonesia dan 100% katolik. “Dalam paguyuban ini para eks seminari akan berupaya mengawal gereja dan mendampingi para imam kita. Agar kasus seperti yang terjadi di Gereja GKI Yasmin Bogor tidak sampai menimpa gereja kita,” ungkap Putut Prabantoro, eks seminari Mertoyudan yang menjadi ketua umum PGU.

Putut mengakui bahwa PGU  selama ini  hanya paguyuban eks seminari Mertoyudan. “Tetapi sejak tahun lalu, para pendiri PGU seperti Yakob Oetama, sudah menyatakan PGU terbuka untuk seluruh eks seminari se-Indonesia. Sebab dengan latar belakang pendidikan seminari umumnya  memiliki kemiripan semangat. Semangat seminari inilah yang ingin kita bawa dan kembangkan dalam kehidupan bergereja dan  berbangsa,” harap Putut.

Lebih jauh Trian Koentjoro yang juga alumni Seminari Mertoyudan dan kini wakil pemimpin redaksi Kompas mengatakan sebagai alumni seminari kita memiliki tiga tugas utama yaitu :

  • Membantu seminari dalam bentuk apapun sesuai kemampuan dan keadaanmu
  • Ikut meneguhkan dan menyemangati para pastor dengan menyapa mereka pastor setempat kemana pun kita berkunjung.  Itu namanya menjadi teman seperjalanan selamanya
  • Membangun dan merajut hubungan eks seminari (PGU) seluas-luasnya. Hanya dengan kekuatan jaringan ini kita bisa mempertahankan dan memperjuangan  keberadaan gereja kita di bumi pertiwi ini. Kita bisa berjuang bersama-sama.

Sedangkan dalam kotbahnya Mgr. Suharyo menekankan betapa pentingnya terus menghidupkan semangat ekaristi dalam kehidupan sehari-hari. “Dalam ekaristi hanya ada 4 (empat) kata yang selalu diulang-ulang yaituYesus mengambil : roti, memberkati, memecah-mecahkan dan membagi-bagikan,” jelas Mgr. Suharyo.

 Sebagai manusia yang terpilih menjadi murid dan pengikut Kristus kita adalah roti ekaristi yang istimewa. Sebagai roti kita terberkati karena mendapat penebusan Kristus.   Tetapi berkat yang kita dapatkan itu  bukan hanya untuk kepentingan diri kita sendiri. Kita akan dipecah-pecah artinya kita   harus rela berkorban seperti Yesus mengorbankan diri demi keselamatan umat manusia. Berkat yang dipecah-pecah itu kemudian dibagi-bagikan.

“Jadi segala yang kita miliki bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk dibagikan dengan sesama. Inilah artinya kita menjadi teman seperjalanan selamanya. Artinya kita harus jadi martir, rela dipecah-pecah dan dibagi-bagikan atau rela berkorban. Dua kata kunci terakhir (dipecah-pecah dan dibagi-bagikan) memang yang terberat bagi kita,” tandas Mgr. Suharyo. Mgr. Suharya mengatakan salah satu contoh kongkrit pengorbanan itu adalah berkorban demi meujudkan cita-cita komunitas PGU ini. “Inilah salah satu tugas perutusan kita sebagai pengikut dan murid-murid Kristus sesuai dengan kisah pemanggilan para  murid Kristus dalam Injil hari ini ,” tandasnya.

Menurut Mgr. Suharyo ceita tentang panggilan para murid Kristus sudah biasa kita baca atau dengar karena Injil ini sudah berulang kali kita baca maupun dengar. Tetapi apa yang membuatnya menjadi menarik adalah ketika merenungkan kisah panggilan kita masing-masing.

Saya pernah dengar dan ceritakan kisah panggilan iman seorang gadis cilik siswi kelas I SMP bernama Agnes.  Gadis bertubuh kecil bila dibandingkan dengan teman seusianya, lahir dalam keluarga yang beda agama. Ibunya katolik dan ayahnya non katolik. Naas Agnes kecil sudah ditinggal meninggal ibunya ketika dia berusia satu bulan.  Dia pun dibesarkan oleh kakek dan neneknya yang beragama katolik.

Kemalangankembali  menimpa hidup Agnes. Ketika dia duduk di kelas VI neneknya meninggal mengikuti kakeknya yang sudah lebih dahulu meninggal. Ayahnya yang sudah menikah kembali denganibu tirinya yang  agama non katolik menjemputnya.  “Kalau mau ikut saya harus ikut dan turut segalanya kepada saya termasuk masalah agama!”

Agnes kecil hanya bertahan tiga hari di rumah ayah dan ibu tirinya. Setelah itu dia minggat tanpa tahu kemana harus pergi. Ketika  sore hari pelariannya, dia sudah kecapaian. Dia terduduk di tepi jalan dan terus menerus menangisi nasibnya. Sepasang suami-istri rupanya memperhatikan dari jauh Agnes kecil ini. Karena hari semakin larut malam dan Agnes tetap terduduk di tempatnya, pasangan suami-istri itu akhirnya mendekati Agnes dan mengajaknya ke rumah mereka.

Setelah mendengarkan kisah Agnes, pasangan suami istri menawarkan diri menjadi orang tua asuh Agnes dan tinggal di rumah itu. Agnes segera menerima tawaran itu karena pasangan suami istri itu adalah pasangan katolik. “Kisah ini diceritakan oleh Romo paroki Janggor Klaten kepada saya ketika Agnes akan menerima krisma lima tahun lalu,”  jelas Mgr. Suharyo.

Rupanya pastor paroki tersebut sempat juga menanyakan apa alasan Agnes sehingga memutuskan meninggalkan rumah ayah dan ibu tirinya.  Jawaban Agnes sangat polos : ”Kalau saya di rumah ayah dan ibu tiri saya siapa yang akan mendoakan kakek, nenek dan ibu saya? Kalau saya di rumah ayah dan ibu tiri saya saya nggak mungkin ke gereja,” jelas romo paroki mengutip pernyataan Agnes.

“Inilah jawaban yang tulus dan sederhana tetapi menunjukkan dan menggambarkan iman Agnes yang sangat mendalam dan kesadarannya akan ekaristi yang dia terima setiap minggu di gereja. Belum tentu setiap orang bisa menjawab pertanyaan ini dengan sejelas jawaban Agnes termasuk kalau diajukan kepada saya,” tandas mgr. Suharyo. Inilah iman yang hidup dan menghidupi.

Dalam kesempatan itu juga pengurus PGU meminta pengalaman dari masing-masing eks seminari mengenai apa saja yang telah mereka lakukan terhadap almamaternya. Tergambar bahwa perahatian alumni seminari terhadap almamaternya sangat besar. Berbagai upaya penggalangan dana diupayakan untuk menunjang kegiatan di almamaternya masing-masing.

Sonar Sihombing.

Info Gembala Baik KAJ Edisi Perdana 2012

Banner IGB KAJ Ed 1

 

 
 
 
 

Dialog Dewan Gereja Dunia WCC dan Vatikan

KAJ – Teolog Lutheran dari Norwegia, Pdt Dr Olav Fykse Tveit, yang sekarang menjabat sebagai Sekretaris Jendral Dewan Gereja Dunia (WCC), pada suatu kesempatan secara khusus bertemu Paus Benediktus XVI di Vatikan.
Pertemuan berlangsung pada Sabtu, 4 Desember 2010. Mereka mendiskusikan sejumlah permasalahan, termasuk kesatuan Gereja dan situasi orang Kristiani di Timur Tengah.
Pertemuan itu merupakan pertemuan resmi pertama sejak Tveit dilantik sebagai Sekretaris Jendral WCC, Januari 2010. Tveit dan Paus terlibat dalam pembicaraan yang terbuka dan bersahabat. Paus menekankan betapa pentingnya karya dan pelayanan WCC. Sebelum menjadi Paus, Joseph Ratzinger ikut terlibat dalam Komisi Faith and Order WCC pada awal 1970-an. Komisi ini membahas permasalahan teologis dan kesatuan Gereja-gereja.
WCC beranggotakan 349 Gereja yang mewakili lebih dari 550 juta orang Kristiani di seluruh dunia, termasuk Ortodoks, Anglikan, Protestan, dan beberapa Gereja Pentakosta dan Gereja Evangelis. Gereja Protestan Indonesia selain menjadi anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), juga menjadi anggota WCC.
Meskipun bukan anggota WCC, Gereja Katolik Roma yang terdiri dari 2.956 keuskupan (2010), dengan sekitar 1,1 miliar umat, berpartisipasi dalam kegiatan dan pelayanan WCC, misalnya Komisi Faith and Order, Komisi Misi Dunia dan Evangelisasi, serta Kelompok Kerja Gabungan WCC dan Gereja Katolik Roma. Perwakilan Katolik juga memberikan masukan untuk perencanaan Sidang ke-10 WCC di Busan, Korea pada 2013.
Sumber: http://www.hidupkatolik.com/2012/01/17/kerjasama-wcc-vatikan

66 Tahun Majalah Hidup

Bertempat di Gereja Katedral Jakarta, sore 5 Januari 2012 lalu Mgr. I. Suharyo, Pr Uskup Agung Jakarta memimpin misa ungkapan syukur  ulang tahun ke-66 Majalah Mingguan Hidup. Misa  konselebrasi dengan dibantu empat orang imam ini menjadi sangat meriah karena diiringi paduan suara Mia Patria pimpinan Putut Pudyarto dengan lagu-lagu nuansa etnis berbagai daerah. “Lagu-lagu berirama Jawa, Bali, Batak, Melayu, serta tari-tarian yang mengiringi misa syukur ini   melambangkan bahwa Majalah Hidup diterima oleh dan diperuntukkan untuk berbagai etnis dari seluruh Nusantara,” jelas Intan Permatasari, mantan finalis Akademi Fantasi Indosiar (AFI) III yang bertindak sebagai pembawa acara.

Dalam kothbahnya Mgr. Suharyo menandaskan bahwa Majalah Hidup adalah majalah KAJ tetapi dibaca oleh seluruh umat katolik Indonesia. “Karena itu saya menganggap kehadiran Majalah Hidup ini sebagai sarana mewartakan kabar gembira melalui cetak kepada umat katolik Indonesia. Saya membayangkan bagaimana seorang umat merasa tersentuh dengan membaca sebuah kesaksian hidup beriman yang disajikan Hidup. Atau seorang umat bertambah imannya dan pengetahuannya setelah membaca Hidup. Itulah sebabnya saya merasa kehadiran Hidup merupakan sarana penting bagi pewartaan terutama di era hidup modern saat ini,” tegasnya.

Lebih jauh Mgr. Suharyo menandaskan bahwa hidup manusia di era sekularisasi saat ini sudah gampang sekali mengesampingkan Allah. “Karena sebagian  merasa dirinya sudah  mampu merencanakan masa depan kehidupannya, mengandalkan kebolehannya meskipun masih ada yang selalu berpasrah kepada kehendak Allah. Ini persis seperti kisah Kain dan Abel,” ungkap Mgr. Suharyo.

Abel yang berprofesi sebagai penggembala yang terus berpindah-pindah dan tidak tahu apa yang akan terjadi mengenai masa depannya. Sehingga Abel hanya bisa berpasrah kepada alam dan Allah.

Sedangkan Kain berprofesi sebagai petani yang sudah menetap. “Sehingga dia sudah bisa merencanakan masa depannya dengan menyimpan hasil panenannya untuk masa depan. Sehingga dia merasa semakin tidak perlu memberi tempat  Allah berperan  dalam kehidupannya,” lanjut Mgr. Suharyo.   Hal serupa juga terjadi di era modern ini. “Manusia telah mampu membuat hujan buatan. Karena itu dia merasa  untuk apa lagi harus berdoa memohon hujan kepada Allah. Dalam keadaan seperti inilah kehadiran Mahjalah Hidup sangat memegang peran penting yaitu  berupaya menghadirkan Allah ditengah-tengah manusia yang semakin menjauh dari Allah,” tegas Mgr. Suharyo.

Misi penting inilah yang harus mendapat dukungan setiap umat KAJ. Seorang pastor, guru,   seorang dosen atau seorang pimpinan lembaga mempunyai tanggungjawab untuk memperkenalkan majalah ini kepada umatnya,  muridnya, kepada mahasiswanya ataupun kepada karyawannya. “Bila seorang imam, guru, dosen atau pimpinan lembaga memperkenalkan  majalah ini kepada warga lingkungannya pasti akan mendapat perhatian mereka. Paling tidak dia pernah melihat dan mendengar mengenai kehadiiran Majalah Hidup yang sudah berusia 66 tahun ini. Artinya ini menjadi bagian dari panggilan hidup kita untuk memperkenalkan Majalah Hidup ini kepada sekitar kita persis seperti Filipus memperkenalkan Yesus kepada Natanael. Tujuan kita agar manusia modern ini tetap dekat dengan Allah,” urai Mgr. Suharyo.

Jadi, lanjut Mgr. Suharyo mengenalkan Majalah Hidup kepada orang lain bukan semata-mata perkara teknis pemasaran, tetapi jauh lebih mendalam dari itu adalah perkara iman. “Karena itu mari umat KAJ mari menjadi Filipus – Filipus dan Filipa-Filipa yang mewartakan Allah,” ajak Mgr. Suharyo.

Di pihak lain Roesilah Kasiyanto, ketua Yayasan Hidup Katolik mengatakan bahwa Majalah Hidup sebagai sarana pewartaan harus tetap bisa  menyesuaikan diri dengan zamannya. “Hanya dengan demikian majalah ini selalu dinanti-nanti pembacanya. Untuk itu seluruh awak Hidup harus terus belajar, belajar dan belajar untuk menyempurnakan dirinya dan kompetensinya. Hidup ini adalah belajar,” tegasnya.

Roesilah juga menekankan perlunya Hidup memperhatikan sisi bisnisnya. “Sebab untuk bisa terus bertahan harus ada profitabilitas untuk menunjang pengembangan lembaganya,” tandasnya. Kehadiran Majalah Hidup juga menurut dia merupakan salah satu sarana KAJ untuk meujudkan Arah Dasar Pastoral KAJ 2010 – 2015.

Harapan senada juga diungkapkan oleh A. Margana, Pemimpin Umum Majalah Hidup.   Dalam usia 66 tahun, ujarnya, Majalah Hidup perlu dukungan semua pihak untuk tetap menjadi bacaan rohani setiap keluarga. Positioning Majalah HIDUP sekarang lebih jelas sebagai Mingguan Katolik, bacaan untuk meningkatkan pengetahuan dan keimanan katolik.

Margana juga menyatakan demi meningkatkan kepuasan pembacanya, pihaknya sebagai pengelola telah membenahi penampilan fisik majalah ini dengan kertas dan desain baru. “Majalah HIDUP ingin lebih memuaskan pembaca. Selain itu, iklan di Majalah HIDUP juga semakin bervariasi. Pemasang iklan bukan lagi melihat sekadar majalah Katolik, tapi mereka melihat pembacanya sebagai pasar potensial. Dari 15.000 majalah yang beredar, 90% berlangganan tetap. Pelanggan berarti orang katolik mampu yang menjadi pasar yang diincar oleh beberapa pemaang iklan seperti otomotif, perbankan, consumer goods, dll,” jelas Margana.

Sonar Sihombing

Surat Keluarga Januari 2012

BUNYIKAN TEROMPET KASIH

Terompet yang satu berbunyi anggun dan mantap

Yang lain terasa enggan dan lemah

Yang lain lagi penuh ambisi yang mengganggu kedamaian

Dan sebagian lagi tidak tahu apa yang harus dibunyikan..

Setiap keluarga mempunyai terompetnya

Menyuarakan bunyi istimewa dari pengalaman sucinya

Pengalaman akan Allah yang sedang membuat lagu-lagu cinta

Atau pengalaman sendiri yang bersuara parau dan sepi

Buatlah terompetmu bersama-sama

Entah parau, entah merdu, ciptakanlah bersama

Karena berdua selalu lebih baik daripada sendirian

Supaya suaranya saling melengkapi

Tak ada yang tidak beruntung tahun ini

Sebab kesedihan tak pernah dirancangkan

Yang ada hanyalah kebodohan yang direncanakan

Dengan mengabaikan Pencipta yang setiap hari bersama kita

Masih dengan suara terompet kasih-Nya.

 
_________________________________
 
Keluarga keluarga terkasih,

Perkenankanlah saya mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru 2012 untuk Anda semua di seluruh KAJ. Tahun 2011 sudah berganti, saatnya kita menciptakan pengalaman baru di tahun baru 2012 bersama seluruh keluarga kita. Tahun baru yang menjelang semoga membawa pengalaman-pengalaman yang semakin berarti dan baik bagi seluruh keluarga kita dengan harapan-harapan yang terus menerus diwujudkan dalam cinta kasih dan kebersamaan yang membawa kegembiraan bersama.

Kebiasaan banyak orang untuk menghabiskan waktu menjelang tahun baru dalam pesta dan perayaan memang membawa perasaan gembira tersendiri. Kita ingin momen detik-detik awal di tahun baru memberi kita start atau awal yang baru yang menyemangati. Kita ingin awal tahun diwarnai sukacita, dengan harapan sepanjang tahun membawa warna yang sama. Akan tetapi, di setiap akhir tahun, kabar yang kita dengar banyak kali justru kebalikannya. Begitu banyak keprihatinan yang muncul. Kita masih mengakhiri tahun-tahun dengan beberapa keluhan dan bahkan berita penderitaan saudara-saudara kita yang miskin dan terpinggirkan. Berita-berita perceraian, perselingkuhan, dan kegagalan rumah tangga juga tak sedikit kita ketahui.

Belum lagi di dalam keluarga-keluarga kita sendiri. Keprihatinan sepanjang tahun tentu menjadi refleksi/permenungan kita. Barangkali, masih tersisa beberapa pengalaman yang kurang menyenangkan; luka-luka dari relasi dan kerjasama yang gagal; masalah keuangan yang sempat membawa keruwetan; atau rencana-rencana yang belum terealisasi dan membuat “hutang pekerjaan” tentu juga membawa beban tersendiri. Akan tetapi, semua itu mau atau tidak harus ditinggalkan dan kita harus menjalani tahun baru dengan cerita yang baru juga.

Awal tahun menjadi semangat yang akan mewarnai sepanjang tahun yang baru ini. Awal tahun akan lebih baik jika diisi dengan optimisme yang realistis sekaligus resolutif bagi hidup kita. Kalau tahun-tahun yang lalu kita rasakan kurang membahagiakan, bukan berarti Tuhan tidak berpihak, melainkan barangkali kita yang perlu mengusahakannya dengan lebih disiplin. Bersama seluruh keluarga, dan tentu saja bersama iman kita kepada Yesus Kristus, semua usaha pembaruan kita akan lebih berarti. Memikirkan hal-hal yang berharapan baik tentu merupakan perwujudan iman juga, bukan?

Seorang Bapak mengatakan di tahun baru akan mulai membuat papan tulis yang akan diisi informasi ke mana ia, isteri, dan anak-anak pergi dan kapan akan pulang lengkap dengan jam dan tanggalnya. Semula saya tersenyum, mengingat kebiasaan menulis kepergian yang biasa dilakukan di semua seminari dan biara kami. Sekarang, ada seorang kepala keluarga awam mau menerapkan kebiasaan itu, saya menjadi kagum. Ternyata ada juga keluarga-keluarga yang mau menertibkan hidup keluarganya dengan hal-hal yang “baru”. Bapak itu mengatakan, usaha ini sekedar mengurangi pertengkaran yang disebabkan kecurigaan dan ketidaktahuan di dalam keluarga karena kurangnya informasi. Suatu usaha yang menarik..!

Keluarga-keluarga di Keuskupan Agung Jakarta yang terkasih, kita tentu tidak boleh melupakan tahun ini sebagai tahun kita memperdalam pengetahuan dan menjalankan hidup yang Ekaristis. Persatukanlah setiap perjuangan hidup keluarga kita bersama perayaan-perayaan Ekaristi bersama. Dengan perayaan bersama, Allah akan semakin dilibatkan dan dibiarkan ikut campur tangan mengelola keluarga-keluarga kita. Dengan kekuatan dari roti dan anggur Tuhan Kita, semoga kita semakin berani memulai tahun ini dengan sesuatu yang baru yang membawa kita pada pengalaman yang lebih baik. Akhirnya, kita berharap, akhir tahun nanti, kita dapat mendengar kabar-kabar baik dan keberhasilan yang lebih membawa rasa syukur akan penyertaan Tuhan.

 Salam dan doa saya dalam Yesus, Maria, dan Yusuf
Alexander Erwin Santoso MSF
 

PESAN PAUS BENEDIKTUS XVI: Hari Perdamaian Sedunia Januari 2012

Dalam Rangka Perayaan Hari Perdamaian Sedunia Januari 2012

MENDIDIK KAWULA MUDA DENGAN KEADILAN DAN DAMAI
1. Permulaan sebuah tahun baru, yang adalah pemberian Tuhan pada kemanusiaan, mendorongku untuk menyebarkan pada semua, hasrat hatiku yang baik dengan penuh keyakinan dan perasaan. Masa yang ada di hadapan kita sekarang ini mungkin ditandai dengan keadilan dan damai secara kongkrit.Dengan sikap yang bagaimanakah kita menyongsong tahun baru itu? Kita menemukan sebuah gambaran yang indahdalam kitab Mazmur 130. Pemazmur mengatakan bahwa orang yang beriman menunggu Tuhan “lebih dari penjaga menantikan fajar” (ayat 6). Mereka menunggunya dengan harapan yang teguh karena mereka tahu bahwa dia akan membawa cahaya, belas kasih, dan keselamatan.
Penantian ini lahir dari pengalaman bangsa yang terpilih, yang menyadari bahwa Allah mengajar mereka untuk memandang dunia dalam kebenarannya dan tidak dikuasai oleh goncangan-goncangan. Saya mengundangmu untuk menatap tahun 2012 dengan sikap kepasrahan yang penuh keyakinan. Adalah tepat bahwa tahun yang sedang berakhir telah ditandai oleh rasa frustasi yang memuncak terhadap krisisyang datang mencekam masyarakat, dunia perburuhan dan ekonomi, sebuah krisis yang akarnya yang utama adalah bersifat budaya dan antropologis. Tampaknya seolah-olah ada sebuah bayangan telah melingkupi masa kita, mencegah kita untuk melihat dengan jelas terang dari hari itu.
Namun dalam bayangan ini, hati manusiawi kita terus menunggu fajar yang diucapkan oleh pemazmur itu. Karena harapan itu sangat kuat dan terbukti terutama di kalangan orang muda. Pikiranku mengarah pada mereka dan pada sumbangan yang dapat dan harus mereka buat kepada masyarakat. Karena itu saya ingin mengkhususkan pesan ini dalam rangka Hari Damai Se-dunia yang XVI pada tema pendidikan:“Mendidik Kawula Muda dengan Keadilan dan Damai.” Dengan suatu keyakinan kawula muda, dengan idealisme dan kegairahannya, dapat menawarkan sebuah harapan baru kepada dunia.
Pesan saya juga dialamatkan pada orangtua, keluarga dan semua yang terlibatdalam bidang pendidikan dan pembentukan. Juga saya sampaikan kepada pemimpin-pemimpin dalam aneka lingkungan agama, masyarakat, politik, ekonomi dan hidup yang berbudaya danpemimpin-pemimpin dalam media. Pemerhatian kepada kawula muda dan kepedulian-kepedulian mereka, kemampuan untuk mendengardan menghargai mereka bukanlah semata sebagai sesuatu yang bijaksana. Ini juga menampilkan suatu kewajiban utama untuk masyarakat secara keseluruhan demi pembangunan masa depan darikeadilan dan damai.
Hal ini menyangkut pengkomunikasian kepada kawula muda sebuah penghargaan terhadap nilai-nilai positif dari hidup dan membangkitkan dalam diri mereka sebuah keinginan untuk mengisi hidup dengan pelayanan kepada Sang Kebaikan itu. Ini adalah tugas yang melibatkan masing-masing kita secara pribadi. Kepedulian yang diungkapkan dalam masa sekarang ini oleh banyak kawula muda seluruh dunia menunjukkan bahwa mereka berkehendak untuk menatap masa depan dengan pengharapan yang teguh. Pada saat ini, mereka sedang mengalami keprihatinan tentang banyak hal. Mereka ingin menerima suatu pendidikan yang menyiapkan mereka untuk dapat secara penuh berhubungan dengan dunia nyata. Mereka melihat betapa sulit untuk membentuk sebuah keluarga dan menemukan pekerjaan yang stabil. Mereka mempertanyakan apakah mereka dapat sungguh memberikan sumbangan kepada kehidupan politis, budaya dan ekonomi agardapat membangun suatu masyarakat dengan wajah yang lebih manusiawi dan penuh persaudaraan. Adalah penting bahwa idealisme yang menggelisahkan dan mendasar ini menerima perhatian yang sepantasnya pada setiap tingkat masyarakat. Gereja menatap kepada kawula muda dengan harapan dan keyakinan. Gereja menyemangati mereka mencari kebenaran, membela kebaikan umum, membuka diri pada dunia sekitar mereka dan berkeinginan melihat “hal-hal yang baru” (Yes 42:9 ; 48:6).
Para Pendidik
2.   Pendidikan adalah suatu petualangan yang sangat menarik dan sulit dalam hidup. Pendidikan – berasal dari bahasa Latin “educere” – yang berarti menuntun kawula muda untuk bergerak melampaui diri mereka sendiri dan memperkenalkan mereka dengan kenyataan, kepada suatu kepenuhan yang membawa pada suatu pertumbuhan. Proses ini didukung oleh pertemuan dari kedua kebebasan itu, dari yang dewasa dan dari yang muda. Hal ini menyerukan suatu tanggungjawab pada pihak yang belajar, yang harus terbuka pada bimbingan ke pengetahuan akan realitas, dan pada pihak pendidik,yang harus siap untuk memberi diri mereka sendiri.
Untuk alasan ini, masa kini kita lebih memerlukan kesaksian yang otentik lebih dari sebelumnya, dan tidak begitu saja membungkus peraturan dan fakta. Kita memerlukan saksi-saksi yang mampu melihat lebih jauh dari pada yang lain karena hidup mereka berwawasan jauh lebih luas. Saksi adalah seorang yang pertama menghidupi kehidupan itu dan dia mengajukannya pada orang-orang lain.
Dimanakah pendidikan keadilan dan damai yang tepat berlangsung? Pertama, dalam keluarga, karena orangtua adalah pendidik yang pertama. Keluarga adalah sel utama dari masyarakat “Dalam keluargalah anak-anak belajar nilai-nilai manusiawi dan kristiani yang memungkinkan mereka untuk hidup berdampingan secara konstruktif dan damai. Dalam keluarga mereka mempelajari solidaritas di antaragenerasi, hormat pada peraturan, pengampunan dan bagaimana menyambut orang lain.” Keluarga adalah sekolah pertama yang di dalamnya kita dilatih dengan keadilan dan damai.
Kita sedang hidup dalam dunia di mana keluarga-keluarga, dan hidup itu sendiri, terus menerus terancam dan tercerai-beraikan. Kondisi kerja yang sering tidak dapat terdamaikan dengan tanggungjawab-tanggungjawab keluarga, kecemasan-kecemasan akan masa depan, kehingar-bingaran langkah hidup, kebutuhan yang sering-sering untuk berpindah untuk memastikan kehidupan yang memadai, untuk menyatakan tidak akan bertahan hidup saja – semua ini membuat susah untuk memastikan bahwa anak menerima harta yang paling berharga yaitu kehadiran orangtua. Kehadiran ini membuat mungkin untuk berbagi secara lebih mendalam dalam perjalanan hidup dan menyampaikanpengalaman-pengalaman dan keyakinan-keyakinan yang diperoleh sepanjang tahun, pengalaman-pengalaman dan keyakinan-keyakinan yang hanya dapat dikomunikasikan dengan menghabiskan waktu bersama. Saya mau mendesak para orangtua untuk tidak menumbuhkankekerdialan hati! Semoga mereka menyemangati anak-anak dengan teladan hidup mereka dengan menaruh harapan mereka dalam Allah di atas segalanya yang lain, satu sumber dari keadilan dan damai yang otentik.
Saya juga ingin menyampaikan sepatah kata pada mereka yang bertugas dalam institusi pendidikan; dengan sebuah tanggungjawab yang besar semoga mereka menjamin martabat setiap orang selalu dihormati dan dihargai. Biarlah mereka peduli bahwa setiap orang muda mampu untuk menemukan panggilannya sendiri-sendiri dan membantu mengembangkan talenta yang diberikan Tuhan. Semoga mereka meyakinkan kembali keluarga-keluarga bahwa anak-anak mereka dapat menerima sebuah pendidikan yang tidak bertentangan dengan suara hati dan prinsip religius mereka.
Setiap pengaturan pendidikan dapat menjadi sebuah tempat akan keterbukaan kepada hal yang ilahi dan orang-orang lain. Ini sebuah tempat untuk dialog, kelekatan dan mendengar dengan penuh perhatian, di mana kawula muda merasa dihargai karena kemampuan pribadimereka dan kekayaan-kekayaan batiniah dan dapat belajar untuk menghargai saudara-saudarinya. Semoga kawula muda diajari untuk menikmati sukacita yang datang dari praktek-praktek belas kasih sehari-hari dan rasa belas kasihan terhadap orang-orang lain dan dariketerlibatan dalam pembangunan masyarakat yang lebih manusiawi dan bersaudara. Saya meminta pemimpin-pemimpin politis untuk menawarkan bantuan kongkrit kepada keluarga-keluarga dan institusi-institusi pendidikan dalam praktek hak dan kewajiban mereka untuk mendidik. Dukungan yang kuat tidak pernah bisa kurang kepada orangtua dalam tugas mereka. Biarlah mereka berkeyakinan bahwa tidak seorang pun dilarang untuk jalan masuk ke pendidikan. Dan bahwa keluarga-keluarga dapat dengan bebas memilih struktur-strukturpendidikan yang mereka kira sesuai untuk anak-anak mereka. Biarlah mereka melibatkan diri pada penyatuan kembali keluarga-keluarga yang terpisah karena kebutuhan hidup. Biarlah mereka memberi kawula muda sebuah gambaran politik yang transparan sebagai suatupelayanan yang tulus kepada kebaikan semua orang.
Saya tidak bisa juga gagal untuk menyerukan kepada dunia media untuk menawarkan sumbangan mereka sendiri untuk pendidikan. Dalam masyarakat masa kini alat media mempunyai peranan khusus. Mereka bukan hanya memberikan informasi tetapi juga membentuk pemikiran dari pembaca-pembaca, dan dengan demikian mereka dapat memberikan sebuah sumbangan yang berarti kepada pendidikan orang-orangmuda. Perlu untuk tidak pernah lupa bahwa hubungan antara pendidikan dan komunikasi sangat dekat sekali. Pendidikan berlangsung melalui komunikasi, yang mempengaruhi, demi yang lebih baik atau lebih buruk, pembentukan orang-orang.
Kawula muda juga butuh untuk mempunyai keberanian untuk hidup dengan standard hidup yang sama tingginya yang mereka siapkan untuk orang lain. Ada sebuah tanggung jawab yang besar. Semoga mereka menemukan kekuatan untuk membuat penggunaan yang baik dan bijaksana dari kebebasan mereka. Mereka juga bertanggungjawab untuk pendidikan mereka, termasuk pendidikan keadilan dan damai.
Mendidik dalam kebenaran dan kebebasan
3.    St. Agustinus bertanya suatu waktu: “Quid enim fortius desiderat anima quam veritatem – Apakah yang lebih mendalam diinginkan manusia selain dari kebenaran? Wajah manusiawi dari sebuah masyarakat sangat tergantung pada sumbangan pendidikan untuk tetapmembuat pertanyaan yang tidak dapat ditahan ini hidup. Tentu pendidikan peduli dengan pembentukan menyeluruh manusia, termasuk dimensi moral dan spiritual, yang berfokus pada tujuan manusia dan kebaikan dari masyarakat yang padanya ia berada. Karena itu, supaya dapat mendidik dalam kebenaran, adalah perlu pertama dan terutama untuk mengetahui siapakah manusia itu, mengetahui kodrat manusia. Dengan mengkontemplasikan dunia sekitarnya, pemazmur merefleksikan, ”Ketika saya melihat langit, karya buah tanganmu, bulan dan bintang yang Kau atur, apakah manusia sehingga kau perhatikan, manusia yang dapat mati sehingga kau memperhatikannya?” (Mzm8:4-5). Ini adalah pertanyaan fundamental yang harus dipertanyakan. Siapakah manusia? Manusia adalah suatu mahluk yang menanggung di hatinya suatu kehausan akan sesuatu yang tidak terbatas, suatu kerinduan akan kebenaran – suatu kebenaran yang tidak sebagian tetapi mampu untuk menjelaskan makna kehidupan. Karena dia diciptakan dalam gambaran dan keserupaan dengan Allah. Pengakuan syukur bahwa hidup adalah hadiah yang tidak ternilai, kemudian membawa kepada penemuan akan martabat yang mendalam dari diri seseorang dan ketidakmampuan pelecehan terhadap setiap pribadi. Karena itu langkah pertama dalam pendidikan adalah belajar untuk mengenal gambaran pencipta di dalam diri manusia, dan selanjutnya belajar untuk memiliki hormat yang mendalam terhadap semua mahluk manusia dan menolong mereka untuk menghidupi suatu kehidupan yang sesuai dengan martabat yang agung ini. Kita seharusnya tidak pernah lupa bahwa “perkembangan manusia yang otentik menyangkut keseluruhan dari orang itudalam setiap dimensi”. Termasuk di dalamnya dimensi transenden, dan bahwa orang tidak dapat dikurbankan demi mencapai sebuah kebaikan khusus, apakah ini berupa ekonomi atau sosial, individu atau kolektif.
Hanya dalam hubungan dengan Allah manusa sungguh sampai pada pengertian juga tentang makna dari kebebasan manusiawi. Ini adalah tugas dari pendidikan untuk membentuk orang dalam kebebasan otentik. Ini bukan berarti ketidakhadiran pembatasan atau keagungan kehendak bebas, ini bukan keabsolutan diri.
Ketika manusia percaya dirinya absolute, untuk tidak tergantung pada suatu apa pun dan seorang pun, untuk mampu melakukan apa saja yang dia mau, dia berakhir pada perlawanan terhadap kebenaran dari keberadaan dirinya sendiri dan menyerahkan kebebasannya.Sebaliknya, manusia adalah mahluk yang berelasi, yang hidup di dalam hugungan dengan orang lain dan khususnya dengan Allah. Kebebasan yang otentik tidak akan pernah dapat dicapai secara bebas dari Allah.
Kebebasan adalah sebuah nilai yang berharga, tetapi rapuh; hal ini dapat disalahmengerti dan disalahgunakan. “Saat ini,  halangan yang tersembunyi yang khusus pada tugas pendidikan adalah kehadiran yang kuat di dalam masyarakat dan budaya akan relativisme yang,mengakui tidak suatu pun definitif, meninggalkan kriteria yang paling akhir hanya pada diri dengan segala keinginannya. Dengan cara pandang relativistik seperti itu, maka pendidikan yang sungguh tidak mungkin tanpa cahaya kebenaran; cepat atau lambat, setiap orangnyatanya akan terjerumus pada keraguan akan kebaikan dari hidupnya sendiri dan hubungan-hubungan yang darinya kebaikan itu terkandung, keabsahan dari komitmennya untuk membangun bersama dengan orang lain sesuatu yang sama secara umum”
Untuk melaksanakan kebebasannya, maka manusia bergerak melampaui cara pandang relativistik dan sampai pada pengetahuan akan kebenaran tentang dirinya sendiri dan kebenaran tentang yang baik dan yang jahat. Jauh di dalam hatinuraninya, manusia menemukan sebuah hukum yang tidak ditempatkan diatas dirinya tetapi yang dia harus patuhi. Suara hukum itu memanggilnya untuk mencintai dan melakukan apa yang baik, dan mencegah apa yang jahat dan bertanggungjawab atas hal yang baik yang dia lakukan dan yang jahat yang dia perbuat. Jadi pelaksanaan kebebasan dihubungkan erat dengan hukum moral kodrati, yang adalah bersifat universal, yang mengungkapkan martabat setiap orang dan membentuk dasar dari hak manusiawi yang hakiki dan kewajiban. Sebagai akibatnya, dalam analisa akhir, hal ini membentuk dasar untuk keberadaan bersama yang adil dan damai.
Maka penggunaan yang tepat akan kebebasan adalah pusat dari promosi keadilan dan damai, yang membutuhkan rasa hormat terhadap diri sendiri dan orang lain, termasuk mereka yang cara hidupnya berbeda sekali dengan seorang yang lain. Sikap ini menimbulkan unsur-unsur yang tanpa keadilan dan damai tinggal hanya isapan jempol tanpa isi: saling percaya, kemampuan untuk berpegang pada dialog yang membangun, kemungkinan akan pengampunan, yang setiap orang terus ingin menerima tetapi menemukan kesulitan untuk menganugerahkannya, saling berbelaskasih, rasa kasihan terhadap yang lemah, juga kesediaan untuk membuat pengorbanan-pengorbanan.
Mendidik dalam keadilan
4.  Dalam dunia kita ini, meskipun di dalamnya pengakuan akan tekad-tekad yang baik, nilai dari orang, dari martabat manusiawi dan hak-hak manusiawi sungguh terancam oleh menyebarnya kecenderungan untuk kembali secara tertutup pada kriteria kegunaan, untung,kepemilikan materi, adalah perlu untuk tidak melepaskan konsep keadilan dari akar-akar transendennya. Sungguh, keadilan bukan hanya semata sebuah kesepakatan manusiawi, karena apa yang adil, pada akhirnya bukan ditentukan oleh hukum positif, tetapi oleh identitas yangmendalam dari manusia. Inilah pandangan menyeluruh dari manusia yang menyelamatkan kita dari kejatuhan pada sebuah konsep keadilan yang berdasarkan pada perjanjian. Ini memampukan kita untuk menempatkan keadilan dalam cara pandang dari solidaritas dan cinta. Kita tidak dapat mengabaikan fakta bahwa beberapa arus dari budaya modern, yang dibangun atas rationalis dan prinsip-prinsip ekonomi yang individualis, telah memotong konsep keadilan dari akar transendensinya, melepaskannya dari belaskasih dan solidaritas.
’Kota dunia’ dipromosikan bukan hanya dengan hubungan-hubungan akan hak-hak dan kewajiban-kewajiban, tetapi pada suatu hal yang bahkan lebih besar dan mendasar yang dikembangkan dengan hubungan-hubungan akan rasa syukur,belas kasih dan kesatuan. Kemurahan hati selalu menampakkan cinta Allah dalam hubungan manusiawi juga. Ini memberi nilai teologis dan penyelamatan kepada semua ketekadan akan keadilan di dunia”. “Terpujilah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan” (Mat 5:6). Mereka akan puas karena mereka lapar dan haus akan hubungan-hubungan yang benar dengan Allah, dengan diri mereka sendiri, dengan saudara dan saudari mereka, dan dengan semua ciptaan.
Mendidik dalam damai
5.    “Damai bukanlah semata ketidakhadiran perang, dan tidak terbatas pada pemeliharaan sebuah keseimbangan kekuatan di antara musuh-musuh. Damai tidak dapat dicapai di bumi tanpa penjagaan yang aman dari hal-hal yang baik dari manusia, komunikasi yang bebas di antara manusia, hormat terhadap martabat orang-orang dan bangsa-bangsa, dan praktek yang tekun akan persaudaraan.”
Kita, kristiani, percaya bahwa Kristus adalah damai kita yang sesungguhnya: di dalamnya, lewat salib-Nya, Allah telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri dan telah menghancurkan tembok pemisah yang menceraikan kita satu sama lain (konfr. Ef 2:14-18). Dalam dia, ada, hanya satu keluarga yang telah didamaikan dalam cinta.
Namun damai bukanlah semata sebuah pemberian untuk diterima. Ini juga suatu tugas yang perlu dijalankan. Agar kita menjadi pembuat-pembuat perdamaian, kita harus mendidik diri kita sendiri dalam rasa belas kasih, solidaritas, kerjasama, persaudaraan, aktif dalam komunitas dan peduli untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu nasional dan internasional dan pentingnya mencari mekanisme yangmemadai untuk pembagian kembali kemakmuran, promosi dari pertumbuhan, kerjasama untuk pengembangan dan pemecahan konflik. “Terpujilah orang-orangyang membuat damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”, seperti Yesus katakan dalam kotbah di bukit (Mat 5: 9).
Damai bagi semua adalah buah dari keadilan bagi semua, dan tidak seorang pundapat melalaikan tugas mendasar ini untuk mempromosikan keadilan, seturut bidang kemampuan dan tanggungjawab khusus seseorang. Kepada kawula muda, yang memiliki kelekatan yang kuat dengan idealisme, saya menyebarkan undangan khusus untuk menjadi sabar dan gigih dalam mencari keadilan dan damai, dalam mengolah rasa dari apa yang adil dan benar, bahkan ketika itu melibatkan pengorbanan dan berenang melawan arus.
Mengarahkan mata orang pada Allah.
Sebelum tantangan yang sulit dari menjalani langkah-langkah keadilan dan damai, kita mungkin tergoda untuk bertanya, dalam kata-kata pemazmur: “Saya mengarahkan pandanganku kegunung: dari mana akan datang pertolonganku?” (Mzm 121:1).
Kepada semua, khususnya kawula muda, saya ingin mengatakan secara emphaty: “bukanlah ideologi-ideologi yang menyelamatkan dunia, tetapi hanya sebuah pertobatan kepada Allah yang hidup, pencipta kita, penjamin dari kebebasan kita, penjamin dari apa yang sungguh baik dan benar…. Sebuah pertobatan tanpa syarat kepada Allah yang adalah ukuran akan hal yang baik dan yang sekaligus adalah cinta yangsejati. Dan apa yang dapat memisahkan kita dari cinta?” Cinta bersukacita dalam kebenaran, ia adalah kekuatan yang memungkinkan kita untuk sebuah komitmen kepada kebenaran, keadilan, damai, karena cinta itu mengemban semua hal, percaya semua hal, berharap pada semu hal, menanggung semua hal (Konfr. I Kor 13:1-13).
Kawula muda terkasih, kamu adalah hadiah berharga untuk masyarakat. Jangan menyerah pada keputusasaan berhadapan dengan kesulitan dan jangan mengabaikan dirimu sendiri pada pemecahan-pemecahan yang salah yang sering kelihatan menjadi cara yang paling gampang untuk mengatasi masalah-masalah. Jangan takut membuat komitmen, untuk menghadapi kerja keras dan pengorbanan, untuk memilih langkah-langkah yang membutuhkan kesetiaan dan kesinambungan, kerendahan hati dan dedikasi. Yakinlah dengan kemudaanmu dan keinginannya yang mendalam untuk kebahagiaan, kebenaran, keindahan dan cinta yang asali! Hidupilah secara penuh waktu ini dalam hidupmu yang begitu kaya dan penuh dengan antusiasme. Sadarilah bahwa kamu sendiri adalah sebuah teladan dan inspirasi bagi orang-orang dewasa, bahkan lebih lagi sampai pada tahap bahwa engkau mencari jalan mengatasi ketidakadilan dan korupsi dan berusaha membangun sebuah masa depan yang lebih baik. Sadarlah akan potensimu; jangan pernah menjadi berpusat pada diri tetapi bekerja untuk masa depan yang lebih cerah untuk semua orang. Kamu tidak pernah sendiri. Gereja meyakinimu, mengikutimu, menyemangatimu dan inginmenawarkan padamu suatu hadiah berharga yang dia miliki: kesempatan untuk mengarahkan matamu kepada Allah, untuk bertemu dengan Yesus Kristus, yang dirinya sendiri adalah keadilan dan damai. Pada semua pria dan wanita seluruh dunia, yang peduli akan penyebabdamai: damai bukanlah sebuah rahmat yang telah diperoleh, tetapi sebuah tujuan yang padanya setiap dan semua kita harus bercita-cita. Marilah melihat dengan harapan yang lebih besar ke masa depan; marilah kita saling menyemangati satu sama lain dalam perjalanan kita; marilah kita bekerjasama untuk memberi wajah yang lebih manusiawi dan bersaudara kepada dunia kita; dan marilah merasakan suatutanggungjawab bersama terhadap generasi-generasi yang sekarang dan yang akan datang, khususnya dalam tugas untuk melatih mereka menjadi orang pembawa damai dan pembangun damai. Dengan pemikiran-pemikiran ini saya menawarkan refleksi-refleksi saya dan saya menyerukan kepada setiap orang: marilah menyatukan sumber-sumber spiritual, moral dan material untuk tujuan yang besar “mendidik kawula muda dengan keadilan dan damai”.
Dari Vatikan, 8 Desember 2011.
Diterjemahkan oleh Team JPIC KapusinMedan, dari
MESSAGE OF HIS HOLINESS
POPE BENEDICT XVI
FOR THECELEBRATION OF THE
WORLD DAY OFPEACE 1 JANUARY 2012

UMAT PARUNG Diancam, Tidak Boleh Merayakan NATAL

Tampaknya Bogor menjadi sebuah wilayah yang semakin tak menjunjung azas Bhineka Tunggal Ika. Kalau di Kota Bogor ada penyanderaan terhadap GKI Yasmin oleh Walikota, sedangkan di Kabupaten Bogor Bupati menyandera Gereja Katolik  St. Johannes Babtista, Keuskupan Bogor di Parung.

Sudah sejak 2007 lalu umat katolik St. Joannes Babtista mengajukan permohonan ijin untuk mendirikan gereja di Parung. Tetapi hingga kini belum ada titik terang. ”Kami terpaksa perbaharui lagi permohonan itu tahun ini,” ungkap Hendrik dewan paroki Parung. Bahkan pada 2010 Bupati mengeluarkan SK No.453.2/556-Huk tentang Penghentian Seluruh Kegiatan Gereja Katolik Paroki St. Babtista Parung.

Nah menjelang Natal 2011 ini, ada pihak yang mengatasnamakan umat muslim Parung yang tegas mengatakan akan mengawal pelaksanaan SK Bupati itu. Lewat spanduk bertuliskan : “Kami Masyarakat Muslim Parung Mendukung dan Akan Mengawal SK Bupati Nomor: 453.2/556-Huk Perihal: Penghentian Seluruh Kegiatan Gereja Katolik Paroki Santo Babtista Parung”.

Bahkan hari ini 22 Desember 2011 sekelompok anak dari Forum Komunikasi Remaja Masdjid (FKRM) berunjuk rasa di depan kantor Bupati Bogor menuntut agar isi SK dimaksud dilaksanakan. ”Kebetulan kami sedang menghadap Bupati hari ini untuk menyampaikan aspirasi kami. Syukur Pak Bupati sudah mulai lebih bijaksana dari pada waktu sebelumnya. Karena itu dia mengusulkan agar umat Gereja Katolik St. Johannes Babtista merayakan natal tahun ini di lapangan Perumahan Telaga Kahuripan. Tetapi kami akan minta pendapat dari Bapak Uskup dulu,” jelas Hendrik.

Lebih jauh Hendrik mengatakan bahwa sebenarnya umat keberatan kalau harus merayakan Natal di Telaga Kahuripan. ”Sebab kenyataannya warga sekitar tanah gereja baik RT maupun RW dan juga warga dari 13 Desa di Parung tidak menginginkan kami pindah dari lokasi itu. Lalu siapa sebenarnya yang keberatan? Ya orang dari luar wilayah,” tandas Hendrik.

Kenyataan itu dibuktikan dengan jumlah spanduk yang terpasang. ”Kami ketahui bahwa sebenarnya ada 23 lebih spanduk yang sama yang telah dicetak, tetapi hanya empat spanduk yang berhasil dikibarkan. Selebihnya ditolak oleh warga setempat. Spanduk itu telah seminggu terpampang,” tandas Hendrik.

Gereja St. Johannes Babtista yang ingin dibangun oleh umat katolik Parung ini sudah mulai mengurus IMB sejak 2007 lalu. Rencananya gereja itu dibangun di atas lahan seluas 7.960 m2 dengan bangunan gereja seluas 896 m2.

Tampaknya aksi pelarangan perayaan natal ini telah mendapat tanggapan sangat luas.  Rm. Markus Solo, Sekretaris Konggregasi Hubungan Antar Umat Beragama kawasan Asia Dewan Kapausan sangat menyayangkan hal ini. ”Kita adalah berasaskan kebhinekaan. Hendaknya pemerintah memberi perhatian akan pelanggaran akan kebebebasan beragama ini,” ungkapnya.

Bahkan Ismail Hasani, peneliti Setara Institute mengatakan pesan toleransi yang selama 2011 telah 19 kali diungkapkan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono tidak meninggalkan bekas.  “Bahkan sekadar menegur seorang wali kota yang melakukan pembangkangan hukum sekali pun,” ujar Hasani, dalam Refleksi Akhir Tahun Kondisi Kebebasan Beragama dan Hak Asasi Manusia 2011, di Jakarta, Senin (19/12).
Setara Institute mencatat, selama  2011 telah  terjadi 244 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yang mengandung 299 bentuk tindakan kekerasan. Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan adalah tiga provinsi dengan tingkat pelanggaran paling tinggi.

Sonar Sihombing

NATAL yang Menghijau

Ini dia sedikit tips 10 cara untuk anda yang merayakan Natal  dan membuat perayaan ini menjadi sesuatu yang menjadi berkah untuk kita dan alam, karena Natal tidak seharusnya mengorbankan kelestarian Bumi kita.
(diambil dari artikel “Cara Merayakan Natal yang ramah untuk Bumi” di http://www.greenpeace.org/seasia/id/blog/cara-merayakan-natal-yang-ramah-untuk-bumi/blog/31483/)

1.      Jangan lupa untuk mematikan kegemerlapan lampu pohon Natal ketika kamu tidak berada di dekatnya. Lampu menghabiskan sekitar 15 % dari kebutuhan listrik rumah tangga dan lampu pohon natal yang ditinggalkan menyala selama 10 jam per hari dan selama 12 hari berturut-turut akan meninggalkan jejak karbon yang cukup besar.

2.      Diperkirakan sekitar 1,7 milliar kartu natal dikirim setiap tahunnya hanya di Inggris, belum seluruh dunia. Secara kasar itu setara dengan 200.000 pohon untuk membuatnya- dan berapa banyak dari kartu itu yang hanya dibuang setelah perayaan dan libur Natal?  Jadi, cobalah untuk mengirim kartu ucapan Natal dari kertas atau bahan daur ulang, dengan sedikit daya kreatif dan usaha, kamu juga pasti bisa membuatnya sendiri, dan akan menjadi lebih berkesan. Atau coba kirimkan kartu elektronik seperti yang kami lakukan. Dan setelah hari besar berlalu, pastikan itu tidak terbuang sia sia, simpan baik bai, kumpulkan dan daur ulang kembali menjadi kertas yang bisa kamu gunakan lagi.

3.       Gunakan kertas daur ulang sebagai pembungkus kado. Dibutuhkan 1,3 kg batubara untuk memproduksi 1 kg kertas pembungkus dan menghasilkan emisi sekitar 3,5 kg CO2- belum termasuk jejak karbon akibat proses transportasi dan pengapalan yang dibutuhkan hingga bisa sampai ke tangan kita. Tahun ini kenapa tidak membungkus dengan menggunakan majalah atau koran bekas saja?

4.      Lilin,

Lilin paraffin dibuat dari residu minyak bumi, jadi tidak akan memberikan kebaikan apapun bagi kesehatan kamu dan keluarga, kecuali untuk cahaya kecilnya. Lilin yang terbuat dari minyak kedelai, atau lilin yang terbuat dari bahan alam atau tumbuhan lebih baik untuk kamu gunakan karena mudah terurai dan berkelanjutan, bebas asap, dan tentunya lebih ramah lingkungan.

5.      Hiasi gerbang rumahmu dengan tanaman asli, bukan imitasi.

Daripada menghabiskan uang untuk hiasan Natal yang artificial yang tidak akan bisa didaur ulang dengan cepat, lebih baik gunakan tumbuhan asli untuk menghiasi rumahmu. Gunakan tanaman asli atau bunga2an dari kebunmu agar rumah terlihat lebih indah dan segar.

6.      Pohon Natal: plastik atau sungguhan? Jika kamu mempertanyakan mana yang lebih baik, jawabannya: pohon sungguhan adalah pilihan yang lebih bersahabat dengan alam, meski pohon plastik dapat bertahan untuk beberapa tahun, tapi mereka dibuat dari bahan metal dan plastik PVC yang beracun. Ini jelas membutuhkan energi yang banyak untuk membuatnya, dan berbahaya bagi lingkungan jika nanti dibuang, dan akan menambah sampah di tempat penampungan sampah, juga butuh waktu lama untuk bisa terurai. Banyak pohon plastik kini dibuat di Cina atau Taiwan, jadi sudah pasti membutuhkan energi tambahan untuk mengirimkannya.

Pohon sungguhan menyerap banyak karbondioksida selama mereka tumbuh dan lebih bisa diurai oleh alam. Pohon juga merupakan habitat dari banyak satwa dan tumbuhan, dan secara umum lebih segar dan terlihat indah di dalam rumah kamu. Jika kamu membelinya dengan akar atau di dalam pot, setelah Natal kamu bisa menanamnya di halaman dan bahkan dapat menggunakannnya di tahun depan. Jangan lupa untuk menanam pohon lebih banyak daripada yang kamu ambil.

 

7.      Bijak dalam menggunakan baterai.
Sebuah keluarga dapat menghabiskan banyak baterai, terutama dalam momen perayaan seperti Natal.  Kebutuhan baterai mulai untuk kamera, mainan anak anak, remote tv, senter, dll. Gunakan baterai yang dapat diisi ulang daripada yang hanya sekali pakai. Memang akan memerlukan sedikit tambahan uang untuk membelinya, namun itu adalah investasi yang baik, dan kamu tak perlu membeli baterai lagi kedepannya. Jangan lupa untuk tidak membuangnya sembarangan karena baterai mengandung racun yang berbahaya bagi lingkungan.

8.      Kembali ke pasar lokal
Berbelanjalah di pasar tradisional untuk kebutuhan Natal kamu. Beli produk sayuran atau daging yang berasal dari pertanian atau peternakan lokal, yang tidak membutuhkan banyak energi atau pesawat untuk mengirimnya. Selain itu, kamu telah berpartisipasi membantu perekonomian negara dengan membeli barang produksi dalam negeri.

9.       Daur Ulang hadiah yang tidak diinginkan.
Sayangnya semua orang menerima setidaknya satu hadiah yang tidak diingini atau tidak dibutuhkan. Daripada dibuang lebih baik berikan kepada teman, anak yatim atau siapapun yang membutuhkannya. Di luar sana masih banyak orang yang membutuhkan sebuah pakaian atau mainan yang bagus dan layak. Mereka akan sangat berterimakasih untuk itu.

10.    Donasikan sebagian rezeki Anda sebagai hadiah Natal bagi Bumi ini kepada lembaga amal atau mereka yang bergerak di bidang lingkungan.

Latest Gadget

Terbaru

Populer