Home Blog Page 138

Asal Mula Pohon Natal

Oleh: Romo William P. Saunders *

Kisah Pohon Natal merupakan bagian dari riwayat hidup St. Bonifasius, yang nama aslinya adalah Winfrid. St. Bonifasius dilahirkan sekitar tahun 680 di Devonshire, Inggris. Pada usia lima tahun, ia ingin menjadi seorang biarawan; ia masuk sekolah biara dekat Exeter dua tahun kemudian. Pada usia empatbelas tahun, ia masuk biara di Nursling dalam wilayah Keuskupan Winchester. St. Bonifasius seorang yang giat belajar, murid abas biara yang berpengetahuan luas, Winbert. Kelak, Bonifasius menjadi pimpinan sekolah tersebut.

Pada waktu itu, sebagian besar penduduk Eropa utara dan tengah masih belum mendengar tentang Kabar Gembira. St. Bonifasius memutuskan untuk menjadi seorang misionaris bagi mereka. Setelah melalui satu perjuangan singkat, ia mohon persetujuan resmi dari Paus St. Gregorius II. Bapa Suci menugaskannya untuk mewartakan Injil kepada orang-orang Jerman. (Juga pada waktu itu St. Bonifasius mengubah namanya dari Winfrid menjadi Bonifasius). St. Bonifasius menjelajahi Jerman melalui pegunungan Alpen hingga ke Bavaria dan kemudian ke Hesse dan Thuringia. Kemudian pada tahun 722, paus menahbiskan St. Bonifasius sebagai uskup dengan wewenang meliputi seluruh Jerman. Ia tahu bahwa tantangannya yang terbesar adalah melenyapkan takhayul kafir yang menghambat diterimanya Injil dan bertobatnya penduduk. Dikenal sebagai “Rasul Jerman”, St. Bonifasius tetap terus mewartakan Injil hingga ia wafat sebagai martir pada tahun 754.

Marilah kita memulai cerita kita tentang Pohon Natal:

Dengan rombongan pengikutnya yang setia, St. Bonifasius sedang melintasi hutan dengan menyusuri suatu jalan setapak Romawi kuno pada suatu Malam Natal. Salju menyelimuti permukaan tanah dan menghapus jejak-jejak kaki mereka. Mereka dapat melihat napas mereka dalam udara yang dingin menggigit. Meskipun beberapa di antara mereka mengusulkan agar mereka segera berkemah malam itu, St. Bonifasius mendorong mereka untuk terus maju dengan berkata, “Ayo, saudara-saudara, majulah sedikit lagi. Sinar rembulan menerangi kita sekarang ini dan jalan setapak enak dilalui. Aku tahu bahwa kalian capai; dan hatiku sendiri pun rindu akan kampung halaman di Inggris, di mana orang-orang yang aku kasihi sedang merayakan Malam Natal. Oh, andai saja aku dapat melarikan diri dari lautan Jerman yang liar dan berbadai ganas ini ke dalam pelukan tanah airku yang aman dan damai! Tetapi, kita punya tugas yang harus kita lakukan sebelum kita berpesta malam ini. Sebab sekarang inilah Malam Natal, dan orang-orang kafir di hutan ini sedang berkumpul dekat pohon Oak Geismar untuk memuja dewa mereka, Thor; hal-hal serta perbuatan-perbuatan aneh akan terjadi di sana, yang menjadikan jiwa mereka hitam. Tetapi, kita diutus untuk menerangi kegelapan mereka; kita akan mengajarkan kepada saudara-saudara kita itu untuk merayakan Natal bersama kita karena mereka belum mengenalnya. Ayo, maju terus, dalam nama Tuhan!”

Mereka pun terus melangkah maju dengan dikobarkan kata-kata semangat St. Bonifasius. Sejenak kemudian, jalan mengarah ke daerah terbuka. Mereka melihat rumah-rumah, namun tampak gelap dan kosong. Tak seorang pun kelihatan. Hanya suara gonggongan anjing dan ringkikan kuda sesekali memecah keheningan. Mereka berjalan terus dan tiba di suatu tanah lapang di tengah hutan, dan di sana tampaklah pohon Oak Kilat Geismar yang keramat. “Di sini,” St. Bonifasius berseru sembari mengacungkan tongkat uskup berlambang salib di atasnya, “Di sinilah pohon oak Kilat; dan di sinilah salib Kistus akan mematahkan palu sang dewa kafir Thor.”

Di depan pohon oak itu ada api unggun yang sangat besar. Percikan-percikan apinya menari-nari di udara. Warga desa mengelilingi api unggun menghadap ke pohon keramat. St. Bonifasius menyela pertemuan mereka, “Salam, wahai putera-putera hutan! Seorang asing mohon kehangatan api unggunmu di malam yang dingin.” Sementara St. Bonifasius dan para pengikutnya mendekati api unggun, mata orang-orang desa menatap orang-orang asing ini. St. Bonifasius melanjutkan, “Aku saudaramu, saudara bangsa German, berasal dari Wessex, di seberang laut. Aku datang untuk menyampaikan salam dari negeriku, dan menyampaikan pesan dari Bapa-Semua, yang aku layani.”

Hunrad, pendeta tua dewa Thor, menyambut St. Bonifasius beserta para pengikutnya. Hunrad kemudian berkata kepada mereka, “Berdirilah di sini, saudara-saudara, dan lihatlah apa yang membuat dewa-dewa mengumpulkan kita di sini! Malam ini adalah malam kematian dewa matahari, Baldur yang Menawan, yang dikasihi para dewa dan manusia. Malam ini adalah malam kegelapan dan kekuasaan musim dingin, malam kurban dan kengerian besar. Malam ini Thor yang agung, dewa kilat dan perang, kepada siapa pohon oak ini dikeramatkan, sedang berduka karena kematian Baldur, dan ia marah kepada orang-orang ini sebab mereka telah melalaikan pemujaan kepadanya. Telah lama berlalu sejak sesaji dipersembahkan di atas altarnya, telah lama sejak akar-akar pohonnya yang keramat disiram dengan darah. Sebab itu daun-daunnya layu sebelum waktunya dan dahan-dahannya meranggas hingga hampir mati. Sebab itulah, bangsa-bangsa Slav dan Saxon dapat mengalahkan kita dalam pertempuran. Sebab itu jugalah, panenan telah gagal, dan gerombolan serigala memporak-porandakan kawanan ternak; kekuatan telah menjauhi busur panah, gagang-gagang tombak menjadi patah, dan babi hutan membinasakan pemburu. Dan sebab itulah juga, wabah telah menyebar di rumah-rumah tinggal kalian, dan jumlah mereka yang tewas jauh lebih banyak daripada mereka yang hidup di seluruh dusun-dusunmu. Jawablah aku, hai kalian, tidakkah apa yang kukatakan ini benar?” Orang banyak menggumamkan persetujuan mereka dan mereka mulai memanjatkan puji-pujian kepada Thor.

Ketika suara-suara itu telah reda, Hunrad mengumumkan, “Tak satu pun dari hal-hal ini yang menyenangkan dewa. Semakin berharga persembahan yang akan menghapuskan dosa-dosa kalian, semakin berharga embun merah yang akan memberi hidup baru bagi pohon darah yang keramat ini. Thor menghendaki persembahan kalian yang paling berharga dan mulia.”

Dengan itu, Hunrad menghampiri anak-anak, yang dikelompokkan tersendiri di sekeliling api unggun. Ia memilih seorang anak laki-laki yang paling elok, Asulf, putera Duke Alvold dan isterinya, Thekla, lalu memaklumkan bahwa anak itu akan dikurbankan untuk pergi ke Valhalla guna menyampaikan pesan rakyat kepada Thor. Orang tua Asulf terguncang hebat. Tetapi, tak seorang pun berani berbicara.

Hunrad menggiring anak itu ke sebuah altar batu yang besar antara pohon oak dan api unggun. Ia mengenakan penutup mata pada anak itu dan menyuruhnya berlutut dan meletakkan kepalanya di atas altar batu. Orang-orang bergerak mendekat, dan St. Bonifasius menempatkan dirinya dekat sang pendeta. Hunrad kemudian mengangkat tinggi-tinggi palu dewa Thor keramat miliknya yang terbuat dari batu hitam, siap meremukkan batok kepala Asulf yang kecil dengannya. Sementara palu dihujamkan, St. Bonifasius menangkis palu itu dengan tongkat uskupnya sehingga palu terlepas dari tangan Hunrad dan patah menjadi dua saat menghantam altar batu. Suara decak kagum dan sukacita membahana di udara. Thekla lari menjemput puteranya yang telah diselamatkan dari kurban berdarah itu lalu memeluknya erat-erat.

St. Bonifasius, dengan wajahnya bersinar, berbicara kepada orang banyak, “Dengarlah, wahai putera-putera hutan! Tidak akan ada darah mengalir malam ini. Sebab, malam ini adalah malam kelahiran Kristus, Putera Bapa Semua, Juruselamat umat manusia. Ia lebih elok dari Baldur yang Menawan, lebih agung dari Odin yang Bijaksana, lebih berbelas kasihan dari Freya yang Baik. Sebab Ia datang, kurban disudahi. Thor, si Gelap, yang kepadanya kalian berseru dengan sia-sia, sudah mati. Jauh dalam bayang-bayang Niffelheim ia telah hilang untuk selama-lamanya. Dan sekarang, pada malam Kristus ini, kalian akan memulai hidup baru. Pohon darah ini tidak akan menghantui tanah kalian lagi. Dalam nama Tuhan, aku akan memusnahkannya.” St. Bonifasius kemudian mengeluarkan kapaknya yang lebar dan mulai menebas pohon. Tiba-tiba terasa suatu hembusan angin yang dahsyat dan pohon itu tumbang dengan akar-akarnya tercabut dari tanah dan terbelah menjadi empat bagian.

Di balik pohon oak raksasa itu, berdirilah sebatang pohon cemara muda, bagaikan puncak menara gereja yang menunjuk ke surga. St. Bonifasius kembali berbicara kepada warga desa, “Pohon kecil ini, pohon muda hutan, akan menjadi pohon kudus kalian mulai malam ini. Pohon ini adalah pohon damai, sebab rumah-rumah kalian dibangun dari kayu cemara. Pohon ini adalah lambang kehidupan abadi, sebab daun-daunnya senantiasa hijau. Lihatlah, bagaimana daun-daun itu menunjuk ke langit, ke surga. Biarlah pohon ini dinamakan pohon kanak-kanak Yesus; berkumpullah di sekelilingnya, bukan di tengah hutan yang liar, melainkan dalam rumah kalian sendiri; di sana ia akan dibanjiri, bukan oleh persembahan darah yang tercurah, melainkan persembahan-persembahan cinta dan kasih.”

Maka, mereka mengambil pohon cemara itu dan membawanya ke desa. Duke Alvold menempatkan pohon di tengah-tengah rumahnya yang besar. Mereka memasang lilin-lilin di dahan-dahannya, dan pohon itu tampak bagaikan dipenuhi bintang-bintang. Lalu, St. Bonifasius, dengan Hundrad duduk di bawah kakinya, menceritakan kisah Betlehem, Bayi Yesus di palungan, para gembala, dan para malaikat. Semuanya mendengarkan dengan takjub. Si kecil Asulf, duduk di pangkuan ibunya, berkata, “Mama, dengarlah, aku mendengar para malaikat itu bernyanyi dari balik pohon.” Sebagian orang percaya apa yang dikatakannya benar; sebagian lainnya mengatakan bahwa itulah suara nyanyian yang dimadahkan oleh para pengikut St. Bonifasius, “Kemuliaan bagi Allah di tempat mahatinggi, dan damai di bumi; rahmat dan berkat mengalir dari surga kepada manusia mulai dari sekarang sampai selama-lamanya.”

Sementara kita berkumpul di sekeliling Pohon Natal kita, kiranya kita mengucap syukur atas karunia iman, senantiasa menyimpan kisah kelahiran Sang Juruselamat dalam hati kita, dan menyimak nyanyian pujian para malailat. Kepada segenap pembaca, saya mengucapkan Selamat Hari Raya Natal yang penuh berkat dan sukacita!

* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.

sumber : “Straight Answers: Christmas Tree Origins” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2002 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”

KEMANA ARAH DIALOG ANTAR AGAMA

(dari ki-ka) Dr. Saleh Partaonan Daulay, Ketum Pemuda Muhammadiyah, Aan Rukmana dari Univ. Paramadina (modertor) dan Rm. Benny Soesetyo. Foto : Sonar S.

Bedah buku “Muslim Bertanya Kristen Menjawab (MBKM)” karya Christian W. Troll yang diterjemahkan oleh Markus Sola Kewuta, 20 Desember 2011 di Jakarta berjalan semarak. Ruang pertemuan Center for Dialogue and Cooperation Among Civilition  (CDCC) tempat acara digelar terisi penuh.

(dari ki-ka) Dr. Saleh Partaonan Daulay, Ketum Pemuda Muhammadiyah, Aan Rukmana dari Univ. Paramadina (modertor) dan Rm. Benny Soesetyo. Foto : Sonar S.

Para pembedah buku ini menyatakan buku ini sangat baik. “Buku ini dapat menjadi acuan dialog yang substantif dan otentik. Sebagai orang Islam saya tidak merasa tersinggung sedikit pun membaca bahasan dalam buku ini. Ini jauh dari sifat memojokkan Islam seperti yang banyak dilakukan oleh penulis yang mengaku ahli Islamologi,” ungkap Saleh Partaonan Daulay, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah.

Saleh mencontohkan Robert Spencer, David Horowitz dan Ali Sina sebagai  Islamolog dan  penulis-penulis buku yang secara terbuka menyerang dan hendak memojokkan Islam. “Tentu saja para pembenci Islam ini akan semakin menjauhkan kita dari prinsip-prinsip dialog untuk merajut keharmonisan antara dua agama di masa yang akan datang,” tandas Saleh.

Lebih jauh Saleh mencoba mengidentifikasi mengapa Kristen dan Islam sering bergesakan dalam kehidupan sehari-hari. “Salah satu diantaranya karena agama kita adalah sama-sama agama misioner. Hendak mengembangkan agamanya masing-masing ke semakin banyak orang. Sehingga Islam mencurigai pihak Kristen sedang mengadakan kristenisasi dan sebaliknya kristen mencurigai Islam sedang melakukan aksi islamisasi. Sebenarnya disinilah peran dialog agar tidak ada saling mencurigai yang akan memperuncing kebencian satu sama lain,” lanjut Saleh.

Dari berbagai jenis dialog yang ada maka Saleh menganjurkan agar dialog yang bersikap inklusivisme yang terus dikembangkan. “Sebab dengan dialog bersikap inklusif ini masing-masing pihak meyakini dalam dirinya bahwa agama lain pun memberikan keselamatan bagi umat manusia dan dia sendiri tetap pada keyakinannya bahwa agamanya lebih baik dari agama lain,” jelasnya.

Dengan sikap inklusif seperti ini para pihak yang berdialog untuk beberapa kasus bersedia melakukan interpretasi ulang terhadap beberapa ajaran agamanya untuk selanjutnya diasimilasikan dengan kebenaran agama lain. Dalam dialog  jenis ini semua pihak terbuka tanpa menyebabkan seseorang harus meninggalkan esensi dan kemurnian ajaran agamanya,” jelas Saleh.

Setelah membaca buku ini Saleh merasa perlu memberikan apresiasi kepada penulisnya dengan beberapa alasan. Pertama, penulis buku ini memiliki pemahaman yang baik mengenai kedua agama ini. Dengan pemahaman itu dia berani mengangkat secara terbuka topik-topik yang selama dianggap tabu dan sensitif. Kedua, dia juga dinilai berhasil memberikan landasan berpijak berdasarkan Kitab Suci maupun Al Quran dan Hadits. Memperluas pengetahuan penganut kedua agama. Ketiga, menurut Saleh penulis memberi penghormaan yang tinggi terhadap ajaran-ajarann Islam. “Dalam buku ini tak satu katapun saya temui yang menghina, menjelekkan  atau melecehkan ajaran Islam,” tandasnya.

Alasan ke-4, buku ini merupakan model dialog yang sangat efektif dan efisien bagi semua agama. “Dengan berbagai alasan di atas saya katakan inilah dialog agama yang otentik dan substantif,” tegas Saleh.

Pembahas lainnya adalah Rm. Benny Soesetyo, sekretaris  Komisi Hubungan Antar Umat Beragama KWI. Benny mengatakan bahwa apa yang ditulis dibuku ini dinilai sangat efektif untuk memberi penjelasan mengenai pendapat kita tentang agama kita dan agama orang lain. “Sehingga saya tidak perlu lagi kesana kemari memberi penjelasan, cukup menyuruh mereka membaca bukunya,” ujarnya. Benny juga memuji kejernihan dan kelugasan pembahasan dalam buku ini. “Sehingga hal yang ruwet dan sulit bisa dijelaskan dengan demikian gamblang dan bisa dibaca di kemacetan jalan,” ungkapnya.

Memang Benny mengatakan dialog antar iman seperti ini diperlukan. “Tetapi untuk lebih mewujudnyatakan di lapangan perlu aksi bersama dalam hal mengembangkan kesejahteraan dan membebaskan rakyat banyak dari ketertinggalan, kemiskinan dan kebodohan,” tandasnya.

Sebab dialog antar umat beriman di bidang teologi dan filsafat itu lebih pada kebutuhan para ahli dikalangan atas. “Sedangkan dikalangan bawah yang dibutuhkan adalah kebersamaan untuk bisa sama-sama menikmati kesejahteraan dan keadilan. Karena  itu dibutuhkan dialog aksi dan tindakan praktis. Karena itu saya mengajak kaum muda Muhammaddiyah, Pemuda Katolik, Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI dan kalangan muda lainnya untuk bergandeng tangan untuk mujudkan dialog aksi ini agar secepatnya pula rakyat banyak kita menikmati hasilnya,” tandasnya.

Menurut Benny, dialog aksi ini bukanlah hal baru. Para pendahulu kita sudah lebih dahulu mempraktekkannya. Dulu pendiri Muhammadiyah Kiyai Dahlan berdialog dengan Rm. Van Lith bagaimana mendirikan sekolah yang modern. Hal yang praksis juga telah dilakukan oleh pahlawan nasional IJ Kasimo bersama para pemuka agama Islam lainnya.

Dari peserta bedah buku ada yang menganggap harga buku MBKM sekitar Rp50.000 per eksemplar dinilai terlalu mahal. “Buku agama biasanya diberikan gratis apalagi buku seperti dialog ini.  Apalagi memiliki misi khusus, sedangkan gratis aja belum tentu dibaca,” ungkap Abujamin Roham yang juga penulis buku keagamaan. Dia sendiri mengaku buku yang sangat tebal ditulisnya hanya dibagikan gratis dan hanya beberapa yang memberi ongkos cetak dan kirim.

Sonar Sihombing

Jadwal Misa Malam Natal dan Natal 2011

Paroki Alam Sutra- St. Laurentius (MENJADI PAROKI PER 1 JAN 2012):
Malam Natal: 19.00 WIB
Natal: 07.00, 10.00, 18.00 WIB
Paroki Bekasi- St. Arnoldus Jannsen:
Malam Natal: 16.00, 19.30, 22.30 WIB
Natal: 06.00, 09.00, 17.30 WIB
Paroki Bintaro- St. Matius Penginjil:
Malam Natal: 17.00, 20.00, 23.00 WIB
Natal: 07.00, 09.30, 17.00 WIB
Paroki Bojong Indah- St. Thomas Rasul:
Malam Natal: 18.00, 21.00 WIB
Natal: 08.30, 16.00, 18.00 WIB
Paroki Cengkareng- Trinitas:
Malam Natal: 15.00, 18.30, 22.00 WIB
Natal: 06.00, 12.00, 16.00, 19.00 WIB
Paroki Cijantung- St. Aloysius Gonzaga:
Malam Natal: Pk. 17.00, 20.30 WIB
Natal: 06.00, 08.00, 18.00 WIB
Kapel Kopassus- St. Valentino:
Malam Natal: Pk. 18.00 WIB
Paroki Cilandak- St. Stefanus:
Malam Natal: 18.00, 22.00 WIB
Natal: 07.00, 09.00, 17.00 WIB
Paroki Cilangkap- St. Yohanes Maria Vianney:
Malam Natal: 18.30, 20.30 WIB
Paroki Ciledug- St. Bernadet (BELUM ADA GEDUNG GEREJA):
Malam Natal: 16.00 (di Gereja St. Maria Regina, Bintaro Sektor IX), 18.00 (Aula Tarakanita), 19.00 (Metro Permata)
Natal: 08.00 (Aula Tarakanita), 17.00 (Metro Permata)
Paroki Curug- St. Helena:
Malam Natal: 17.00, 20.30 WIB
Natal: 08.00, 17.30 WIB
Paroki Cililitan- St. Robertus Bellarminus:
Malam Natal: 18.00, 21.00 WIB
Natal: 08.00, 18.00 WIB
Paroki Danau Sunter- St. Yohanes Bosco:
Malam Natal: 18.00, 21.00 WIB
Natal: 06.00, 08.00, 18.00 WIB
Paroki Duren Sawit- St. Anna:
Malam Natal: 17.30, 21.00 WIB
Natal: 06.30, 08.30, 16.30, 18.30 WIB
Stasi Perumnas Klender- St. Yoakhim:
Malam Natal: 19.00 WIB
Natal: 08.00 WIB
Stasi Billy & Moon- St. Maria Bintang Samudra:
Malam Natal: 19.00 WIB
Natal: 08.00 WIB
Paroki Duri Kosambi- St. Matias Rasul:
Malam Natal: 18.00, 21.00 WIB
Natal: 06.30, 08.30, 17.00 WIB
Paroki Grogol- St. Kristoforus:
Malam Natal: 17.00, 20.30 WIB
Natal: 05.45, 07.30, 10.00, 16.30, 18.30 WIB
Stasi Jelambar- St. Polikarpus:
Malam Natal: 19.00 WIB
Natal: 09.00, 17.00 WIB
Paroki Kampung Duri- Damai Kristus:
Malam Natal: 17.00, 20.00 WIB
Natal: 08.30, 18.30 WIB
Paroki Karawaci- St. Agustinus:
Malam Natal: 17.00, 21.00 WIB
Natal: 17.00 WIB
Paroki Katedral- St. Perawan Maria Diangkat ke Surga:
Malam Natal: 17.00, 20.00, 22.30 WIB
Natal: 06.00, 07.30, 09.00, 11.00, 18.00 WIB
Paroki Kedoya- St. Andreas:
Malam Natal: 18.00, 21.00 WIB
Natal: 06.00, 08.30, 11.00, 16.30, 18.30 WIB
Paroki Kelapa Gading- St. Yakobus:
Malam Natal: 17.30, 21.30 WIB
Natal: 06.00, 08.30, 10.30, 17.30 WIB
Stasi Pegangsaan Dua- St. Yakobus:
Malam Natal: 18.00, 21.00 WIB
Natal: 07.30, 09.30 WIB
Stasi Kim Tae Gon- St. Andreas Kim Tae Gon:
Malam Natal: 17.30, 21.00 WIB
Natal: 06.30, 09.00, 18.00 WIB
Paroki Kemakmuran- Bunda Hati Kudus:
Malam Natal: 18.00, 21.00 WIB
Natal: 07.30, 10.00, 17.00 WIB
Paroki Kemanggisan- Maria Bunda Karmel:
Malam Natal: 18.00 (Gereja), 18.00 (Auditorium), 22.00 WIB (Gereja)
Paroki Kramat- Hati Kudus Yesus:
Malam Natal: 18.00, 21.00 WIB
Natal: 07.30, 09.00, 17.00 WIB
Paroki Kranji- St. Mikael:
Stasi Harapan Indah- St. Albertus:
Malam Natal: 17.00, 21.00 WIB
Natal: 07.00 WIB
Paroki Lubang Buaya- Kalvari:
Malam Natal: 17.00, 22.00 WIB
Natal: 06.30, 09.00, 17.00 WIB
Stasi Taman Mini Indonesia Indah- St. Katarina:
Malam Natal: 19.00 WIB
Natal: 06.30, 08.30 WIB
Paroki Mangga Besar- St. Petrus & Paulus:
Malam Natal: 17.30, 20.00 WIB
Natal: 07.00, 09.00, 18.00 WIB
Paroki Matraman- St. Yoseph:
Malam Natal: 17.00, 20.00 WIB
Kapel Jatinegara- Gembala Baik:
Malam Natal: Pk. 19.00 WIB
Paroki Meruya- Maria Kusuma Karmel:
Malam Natal: 16.30, 21.00 WIB
Natal: 07.00, 10.00, 16.30, 19.30 WIB
Paroki Pademangan- St. Alfonsus Rodriguez:
Malam Natal: 17.30, 21.00 WIB
Natal: 07.30, 18.00 WIB
Paroki Pamulang- Rasul Barnabas:
Malam Natal: 16.00, 21.00 WIB
Natal: 07.00, 10.00, 18.00 WIB
Paroki Pantai Indah Kapuk- Regina Caeli:
Malam Natal: 18.00, 21.30 WIB
Natal: 08.00, 10.30, 17.00 WIB
Paroki Pejompongan- Kristus Raja (GEREJA BELUM SELESAI):
Malam Natal: 17.00, 20.00 WIB (Di Basement Gereja Kristus Raja)
Natal: 08.30 WIB
Paroki Pulomas- St. Bonaventura:
Malam Natal: 17.00, 20.00 WIB
Natal: 06.30, 09.00, 16.30, 18.30 WIB
Paroki Serpong- St. Monika:
Malam Natal: 17.00, 21.00 WIB
Natal: 06.00, 09.00, 17.00, 19.30 WIB
Paroki Slipi- Kristus Salvator:
Malam Natal: 18.00, 21.00 WIB
Natal: 06.30, 09.00, 17.00 WIB
Paroki Sunter- St. Lukas:
Malam Natal: 17.00, 20.00, 23.00 WIB
Natal: 06.30, 08.30, 11.00, 18.00 WIB
Paroki Taman Galaksi- St. Bartholomeus:
Malam Natal: 17.00, 19.00 WIB
Natal: 06.30, 09.00 WIB
Paroki Tangerang- Hati Tak Bernoda St. Perawan Maria:
Malam Natal: 17.30, 21.00 WIB
Natal: 07.30, 10.00, 18.00 WIB
Stasi Kota Bumi- St. Gregorius:
Malam Natal: 17.30, 21.00 WIB
Natal: 08.00 WIB
Stasi Teluk Naga- St. Maria Immaculata:
Malam Natal: 19.00 WIB
Kapel Poris- St. Agustinus:
Malam Natal: 19.00 WIB
Paroki Teluk Gong- St. Philipus Rasul:
Malam Natal: 18.00, 21.30 WIB
Natal: 08.00, 17.00 WIB
Paroki Theresia- St. Theresia:
Malam Natal: 13.00 (Expat), 17.00, 20.00, 23.00 WIB
Natal: 06.30, 08.30, 11.30 (Expat), 15.00, 18.00 WIB

Gua Maria Sendang Pawitra Dirusak

Tempat ziarah di Tawang Mangu, Karanganyar Jawa Tengah  (Gua Maria Sendang Pawitra Sinar Surya) tadi malam dirusak oleh orang tidak bertanggungjawab. Gua Maria yang didirikan di lereng Gunung Lawu itu tepatnya terletak di sekitar Grojogan Sewu. Kejadian ini diperkirakan terjadi sekitar pukul 24.00 tengah malam tadi malam.  Pak Narto yang diserahi sebagai juru kunci tempat ziarah itu sekitar pukul 20.00 WIB turun ke tempat saudaranya karena ada saudara yang sakit.  Sekitar pukul 22.00 WIB dia kembali ke lokasi dan belum terjadi apa-apa. Sekitar pukul 24.00 malam dia melihat  ada cahaya lampu senter di sekitar lokasi. Namun Pak Narto tidak menaruh curiga karena hal seperti itu sudah   biasa terjadi.   Sering sekali ada orang berziarah pada malam hari.

Tetapi ketika keesokan harinya Pak narto  begitu kaget dan langsung menangis. Sebab  dilihatnya lokasi ziarah itu sudah porak poranda. Yang lebih menyedihkan lagi kepala patung Bunda Maria hilang  tidak tahu kemana.  Dua patung malaikat kecil di bawah patung itu pun dihancurkan.  Tempat air suci  ikut  jadi sasaran, meja tempat lilin berpindah ke dekat meja altar. Patung salib setinggi 1,5 meter hilang  mungkin juga dibawa oleh si perusak.

Kejadian pagi tadi begitu mengagetkan banyak pihak. Kapolses Tawangmangu sendiri langsung datang ke lokasi kejadian demikian  juga Kapolres Karanganyar. Police line langsung dipasang. Hingga saat ini masih diselidiki siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa ini.Pastor paroki Rm. Sunaryady berharap supaya siapapun yang melakukan perusakan itu bukan karena dendam, bukan karena dikecewakan, dan tidak berkeinginan merusak ketengangan warga di sekitar Tawangmangu, bahkan mungkin di Indonesia.

Kapolres Tawangnangu telah mengundang tokoh-tokoh agama Karanganyar dan   menghimbau agar warga tidak mudah terpancing oleh situasi ini. Dia berjanji akan terus melakukan  penyelidikan atas kejadian ini.

Gagasan Kandang/Gua Natal

Kandang Natal 2011, Paroki St. Monika Serpong.Dibuat dari botol bekas air mineral.

Sdr/Sdri Terkasih dalam Kristus,

Meski mungkin agak terlambat, namun belum sama sekali terlambat, saya ingin menyampaikan gagasan untuk panitia natal di paroki Anda, tentu melalui Anda sebagai pastor di paroki masing-masing.

Begini,

kesadaran dan kepedulian Gereja Katolik akan masalah lingkungan hidup dan pemanasan global makin hari memang terasa membaik, tentu saja bila dibandingkan dengan dua puluh-tiga puluh tahun lalu. Bahkan, Paus kita sekarang (Benedictus XVI) sering dijuluki Green Pope karena kepeduliannya pada masalah ini.

Nah, saya kira gua/kandang natal pun bisa menjadi sarana penyadaran umat akan hal ini. Maksud saya, bukan hanya sekedar membuat gua/kandang natal dari bahan daur ulang, tetapi membuat design yang memang bisa ‘menyodok’ kesadaran umat akan masalah lingkungan hidup dan pemanasan global. Kita ingat, kehadiran Yesus di Gua Beltlehem selama ini mau menyodok kesadaran kita akan krisis keserakahan dan kemudian kemiskinan dunia. karena itu, tidak salah juga kalau ada design yang dibuat sedemikian rupa, tanpa meninggalkan ciri khas natal. Misalnya, saya pernah melihat, ada kandang natal yang dibuat kecil, tetapi diletakkan di atas sebuah bola dunia yang meleleh.. Memang tidak konvensional, tetapi tidak keluar dari ‘pakem’ dan membuat kesadaran umat meningkat.

Sehubungan dengan itu, jika masih mungkin, mohon gagasan ini disampaikan kepada panitia natal supaya bisa ditindak-lanjuti. Mohon juga, kalau ada yang berhasil membuatnya, kandang/gua natal itu difoto lalu dikirim kepada saya untuk bisa disebarkan ke lebih banyak orang.

 
Rm. Andang B. SJ
___________________________________

Berikut saya kirimkan pesan dr Bapak Uskup mendukung imbauan Rm Andang SJ tsb, dg menambahkan satu nilai lain, yakni “kesederhanaan”:

“Para Romo terkasih, saya mendukung imbauan Romo Andang, SJ agar Paroki-paroki membuat dan menghias gua Natal dengan memperhatikan semangat kepedulian pada lingkungan hidup. Saya juga mengajak para Romo bersama Dewan Paroki untuk mengemas perayaan Natal dalam semangat kesederhanaan, sesederhana kandang Betlehem tempat Yesus dilahirkan, tidak perlu menggunakan hiasan-hiasan yang mewah. Dengan demikian perayaan Natal kita bersama mencerminkan kepedulian kita terhadap pentingnya kelestarian lingkungan hidup sekaligus selaras dengan semangat kita yang ingin berbela rasa dengan saudara-saudara yang lemah, miskin, terpinggirkan. Terima kasih. (I. Suharyo)”

Semoga imbauan Rm Andang Bapak Uskup tsb mampu kita wujudkan bersama2.

Catatan: Mohon para Sekretaris Dewan Paroki mengkomunikasikan hal ini kpd para Romo Paroki anggota DP lainnya utk ditindaklanjuti. Mohon bantuan jg kpd teman2 Sekretariat Paroki utk menginformasikan hal ini kpd Romo Dewan Paroki.

Terima kasih.

Salam,
Felix Iwan Wijayanto

 
 
____________________________

Rm Andang dan Rekan2 ytk

Sekedar bagi pengalaman saja dari Tere;

Untuk kandang kita pake pola kandang knockdown yang dirancang seorang arsitek yg juga mendalami pertamanan /landscape. Kandang bentuk tetap, tetapi setting latar dan hiasan bisa berubah2 sesuai tema dan suasana terkini. Misalnya kemarin diberi latar suasana merapi dan bencana alam lainnya. Kandang dibayangkan menjadi “tempat pengungsian”.

Dengan kandang bongkar pasang ini, kami mengajari untuk berhemat, tetapi sekaligus langkah kateketis yaitu menghias kandang Natal sbg bagian dari proses persiapan batin. Bertahap dengan menambahkan tokoh2 terlibat diwakili oleh penempatan patung2 ke dlm kandang. Tidak pake sistem SKS (sistem kebut semalam), kandang baru dibuat semalam sebelumnya.

Tahun lalu sehubungan dengan persembahan natal dari anak2 BIA ada yang menarik. Dalam misa anak 3 bulan sebelum Natal  masing2 anak2 diberi bibit tanaman pucuk merah untuk dirawat di pot di rumah masing2. Pada waktu Natal dibawa untuk menghiasi kandang natal. Sekedar usaha menanamkan kecintaan terhadap lingkungan dan budaya merawat kehidupan.

Pohon Natal juga dibuat secara tematis sesuai ide kreatif OMK.

Tahun 2009 pohon natal dari botol2 bekas yang dikumpulkan dari umat juga botol2 bekas waktu kegiatan. DIbersihkan dan dihias. Lalu setelah natal selesai, botol2 dijual dan diberikan untuk sumbangan sosial. Proses dan pengalaman bersama2 OMK mengumpulkan, membersihan, menghias pohon natal kreasi OMK, pasti jauh lebih indah dan bermakna. Tahun 2010, pohon natal dari pohon cemara beneran dan cukup besar, sumbangan umat yang mau renovasi rumah sehingga terpaksa potong pohon cemara kesayangan. Daripada dibuang sayang, lalu dipasang di gereja Teresia.

Tahun 2011: pohon natal akan dihias dari boneka2 bekas sumbangan anak2 dan umat. Boneka2 akan dibersihkan lalu diletakkan di kerangka pohon natal dari bambu. Setelah Natal selesai, boneka2 akan dilaundry dan dikemas rapi, lalu akan di sumbangakan ke panti asuhan anak-anak. Selain itu, khusus tahun 2011 juga dibuat suatu Patung Kanak2 Yesus ukuran bayi, nuansa nusantara, karya anak negeri sendiri yaitu seniman keramik F. Widayanto. Patung ini ditambahkan untuk melengkapi sarana devosi umat karena terinspirasi pengalaman hidup pelindung paroki yaitu St. Theresia Kanak Kanak Yesus. Moga2 dengan cara itu patung tidak lantas masuk lemari atau gudang setelah masa natal usai, tetapi dimuliakan sebagai sarana devosi bagi umat.

Moga2 PULA terjadi pembaharuan hidup seturut teladan st. Theresia yang mengalami “perjumpaan” dengan Tuhan melalui Kanak-Kanak Yesus di malam natal. Yang jelas tidak hanya berhenti pada devosi tetapi transformasi hidup…. SEMOGA!

sekian kabar dari tere.

pax

hani

___________________________________
Foto Kandang Paroki St. Monika Serpong.
Oleh: Didi (ddliman@yahoo.com)

Kandang Natal 2011, Paroki St. Monika Serpong. Dibuat dari botol bekas air mineral.

Kinnaman: Mengapa Banyak Kaum Muda (Barat) Jarang Aktif ke Gereja?

Semakin nyata bahwa banyak kaum muda terutama di barat sudah tidak lagi aktif ke Gereja. Sebuah buku hasil riset dari Barna Group mengungkapkan mengapa banyak kaum muda “terjatuh” saat memasuki kedewasaan.

Pada awal pembukaan dari buku tersebut, digarisbawahi tiga (3) realita yang harus dipahami seputar dunia kaum muda:
1. Gereja secara aktif memang memiliki banyak kegiatan bersama kaum muda, namun ternyata banyak kaum muda yang justru tidak bertumbuh kedewasaan imannya dalam menjadi pengikut Kristus yang sejati.
2. Ada banyak alasan mengapa orang-orang jatuh dalam dosa dan keputusasaan, oleh sebab itu sangatlah penting untuk tidak menghakimi seluruh generasi.
3. Gereja tidak sigap dan tepat dalam mempersiapkan generasi berikutnya untuk menjadi pengikut Kristus dalam konteks peradaban budaya yang berkembang sangat cepat.

Masalahnya, Kinnaman menjelaskan, adalah bukan pada bahwa kaum muda kurang aktif ikut kegiatan di Gereja. Fakta mengungkapkan bahwa dari 5 anak muda Amerika, 4 di antaranya menghabiskan masa kecil dan remaja mereka di paroki mereka. Yang terjadi selanjutnya adalah bahwa aktivitas itu menurun ketika mereka berusia 20-an tahun. Masalah terbesarnya adalah bahwa dunia mereka mulai terputus dari Gereja. Bahkan dikatakan oleh Kinnaman, perjuangan mereka untuk setia aktif mengikuti kegiatan di Paroki lebih besar dari pada perjuangan untuk setia menjadi pengikut Kristus.

Faktor Penting yang mempengaruhi kaum muda saat ini adalah situasi peradaban di mana mereka tinggal. Secara khusus kaum muda, mereka menghadapi situasi perubahan jaman yang sangat cepat. Selama kurang lebih 10 tahun terakhir terdapat banyak sekali perubahan dalam media massa, teknologi, seksualitas dan ekonomi. Hal ini semakin menambah kompleksitas dan ketidakpastian dalam masyarakat. Mengenai perubahan jaman yang sangat cepat ini, Kinnaman menjelaskannya dalam tiga konsep yaitu, Akses, Keterasingan dan Otoritas.

Mengenai konsep pertama yaitu, Akses, ia menjelaskan bahwa dalam perkembangan dunia digital saat ini telah terjadi revolusi dalam hal berhubungan dan berkomunikasi, bekerja serta berpikir. Teknologi telah merubah semuanya. Jelas ada sisi positifnya yaitu seperti Internet dan perangkat digital lainnya, semuanya itu semakin memudahkan dalam penyebaran pesan iman dan moral Kristianitas. Namun, hal itu juga berarti segala perangkat tersebut juga membuat kaum muda semakin mudah mengetahui budaya-budaya lain yang justru dapat mengguncang keyakinan mereka. Hal lain lagi adalah berkurangnya pemahaman secara logis dan lurus.

Konsep yang kedua, yaitu Keterasingan, Kinnaman menjelaskan bahwa ada banyak kaum remaja dan kaum muda yang beranjak dewasa yang merasa terasing dan tersisihkan dari keluarga, komunitas dan institusi mereka. Tingginya tingkat perceraian dan kehamilan di luar pernikahan menunjukkan banyak dari mereka yang bertumbuh di luar struktur keluarga tradisional. “Banyak Paroki yang tidak mempunyai solusi pastoral yang secara efektif mendampingi kaum muda menjalani masa transisi menuju ke kedewasaan,” ungkap Kinnaman.

Ditambah lagi, bahwa kaum muda saat ini sangat skeptic terhadap institusi yang dahulu telah membentuk masyarakat. Jaringan akar rumput dan kerjasama nyata sesungguhnya lebih diutamakan dari pada institusi hierarkis. Skeptisisme itu kemudian berkembang menjadi ketidakpercayaan atas adanya Otoritas, yang adalah konsep ketiga dari Kinnaman yang telah disebut di atas. Kecenderungan atas pluralisme dan bahkan keyakinan atas ide-ide yang bertentangan lebih diutamakan dari pada Kitab Suci dan Norma Moral.

Sebenarnya “Budaya Mempertanyakan” dapat membawa orang menuju kepada kebenaran dan ketegangan antara iman dan budaya juga membawa pemahaman positif, namun hal itu kini membutuhkan bentuk baru pendekatan Gereja. Kinnaman mengakui bahwa ada beberapa alasan mengapa kaum muda meninggalkan Gereja. Beberapa kaum muda merasa frustrasi dan beranggapan bahwa Gereja mengekang kreativitas dan ekspresi pribadi. Yang lain lagi merasa bosan, dangkal dan hampa dengan pengajaran dan khotbah yang ada. Kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak disertai juga kemajuan pemikiran teologis iman pun turut andil, dan sebagainya.

Kinnaman menemukan fakta bahwa Gereja telah gagal dalam mendidik secara mendalam dan progresif para generasi muda. Pada akhir bukunya Kinnaman merekomendasikan sebuah solusi atas hal tersebut yaitu, perlu segera diadakan perubahan cara berpikir dan bertindak dari para generasi tua Gereja berhadapan dengan generasi muda. Para generasi tua hendaknya jangan berada dalam posisi yang menghakimi generasi muda, melainkan merangkul dan memahami. Selain itu Kinnaman, juga mendesak agar segera ditemukan konsep teologis yang baru terkait dengan konsep Panggilan yang dapat memancing kaum muda untuk lebih dalam bertanya atas relasinya dengan Allah.

Ajakan Gerakan Hari Perdamaian se-Dunia pada Januari 2012


Hal: Ajakan Gerakan Hari Perdamaian se-Dunia
 
Kepada Seluruh Umat;
Salam Damai Yesus Kristus,

Perdamaian bagi seluruh umat manusia dan keutuhan ciptaan Allah di dunia merupakan cita-cita dunia. Perjuangan menciptakan perdamaian di dunia adalah kehendak setiap insan sekaligus perutusan kita bersama sebagai anak-anak Allah. Untuk itu, atas anjuran P. Yohanes Subagyo Pr, Vikaris Jenderal KAJ, dengan ini Komisi Kepemudaan, Kerawam, dan HAK KAJ mengajak seluruh OMK bersama umat Gereja Katolik di Paroki-Paroki se-KAJ untuk berpartisipasi dalam:

Gerakan Hari Perdamaian se-Dunia, pada Minggu Pertama bulan Januari 2012, pk. 16:00 tepat, dengan melakukan kegiatan sbb:

1. Berkumpul bersama di Gereja Paroki masing-masing/tempat strategis lain.

2. Melepaskan dua ekor burung merpati sebagai symbol perjuangan perdamaian.

3. Jika memungkinkan, tanamlah pohon sebagai wujud perdamaian dengan lingkungan hidup dan alam semesta.

4. Ajaklah umat/warga masyarakat dari agama-agama lain di sekitar Gereja paroki setempat untuk berdoa dan melakukan kegiatan di atas, sebagai wujud kebersamaan memperjuangkan  perdamaian dunia dan masyarakat Indonesia.

5. Alangkah baiknya jika dilanjutkan kegiatan dialog atau refleksi untuk merencanakan bentuk-bentuk tindakan konkret merintis perdamaian di lingkungan masyarakat sekitar, dalam rangka pemberdayaan komunitas basis dalam semangat persaudaraan sejati.

Sebagai gerakan bersama, mari kita melakukan kegiatan tersebut secara serempak pada hari dan jam, di atas. Teknis penyelenggaraannya kami serahkan kepada Seksi Kepemudaan, Kerawam dan HAK Paroki, sesuai kreativitas masing-masing.

Demikian surat ajakan kami, atas perhatian, dukungan, dan partisipasinya kami mengucapkan terima kasih.

TTD,

–          P. A. Suyadi Pr (Ket. KomKep KAJ)

–          Y. Haryono (Ket. HAK KAJ)

–          P. Krissantono (Ket. KomKer KAJ)

–          P. Y. Subagyo Pr (Vikaris Jenderal KAJ)

8 DESEMBER : HR SP MARIA DIKANDUNG TANPA DOSA

“Akulah Yang Dikandung Tanpa Dosa”
“Que Soy Era Immaculada Conceptiou”
“I Am The Immaculate Conception”

Pesan Bunda Maria dalam suatu penampakan kepada St. Bernadette 
Salah satu hal yang khas yang membedakan kita, umat Katolik, dari saudara-saudari kita yang Protestan adalah cinta dan penghormatan yang kita persembahkan kepada Bunda Yesus.
Kita percaya bahwa Maria, sebagai Bunda Allah, sudah selayaknya memperoleh penghormatan, devosi dan penghargaan yang sangat tinggi.
Salah satu dogma (dogma = ajaran resmi gereja yang dinyatakan secara meriah dengan kekuasaan Paus) Gereja Katolik mengenai Bunda Maria adalah Dogma Dikandung Tanpa Dosa. Pestanya dirayakan setiap tanggal 8 Desember.
Masih banyak orang Katolik yang belum paham benar mengenai dogma ini.
Jika kalian bertanya kepada beberapa orang Katolik, “Apa itu Dogma Dikandung Tanpa Dosa?”, maka sebagian besar dari mereka akan menjawab, “Yaitu bahwa Yesus dikandung dalam rahim Santa Perawan Maria tanpa dosa, atau tanpa seorang bapa manusia.”
Jawaban demikian adalah jawaban yang salah yang perlu dibetulkan.
Ya, tentu saja Yesus dikandung tanpa dosa karena Ia adalah Allah Manusia.
Tetapi Dikandung Tanpa Dosa adalah dogma yang menyatakan bahwa Bunda Maria dikandung dalam rahim ibunya, Santa Anna, tanpa dosa asal.
Bunda Maria adalah satu-satunya manusia yang dianugerahi karunia ini. Bunda Maria memperoleh keistimewaan ini karena ia akan menjadi bejana yang kudus dimana Yesus, Putera Allah, akan masuk ke dunia melaluinya.
Oleh karena itu, Bunda Maria sendiri harus dihindarkan dari dosa asal.
Sejak dari awal mula kehadirannya, Bunda Maria senantiasa kudus dan suci – betul-betul “penuh rahmat”.
Kita menggunakan kata-kata ini ketika kita menyapa Maria dalam doa Salam Maria, tetapi banyak orang yang tidak meluangkan waktu untuk memikirkan apa arti sebenarnya kata-kata ini.
Ketika Malaikat Gabriel menampakkan diri kepada Bunda Maria untuk menyampaikan kabar sukacita, dialah yang pertama kali menyapa Maria dengan gelarnya yang penting ini,
Lukas 1:28 “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.”
Kata-kata “penuh rahmat” ketika diterjemahkan dari teks bahasa Yunani, sesungguhnya digunakan sebagai nama yang tepat untuk menyapa Maria.
Istilah Yunani yang digunakan menunjukkan bahwa Maria dalam keadaan penuh rahmat atau dalam keadaan rahmat yang sempurna sejak dari ia dikandung sampai sepanjang hayatnya di dunia.
Bukankah masuk akal jika Tuhan menghendaki suatu bejana yang kudus, yang tidak bernoda dosa untuk mengandung Putera-Nya yang Tunggal?
Bagaimana pun juga, Yesus, ketika hidup di dalam rahim Maria, tumbuh dan berkembang sama seperti bayi-bayi lainnya tumbuh dan berkembang dalam rahim ibu mereka masing-masing.
Ia menerima darah Maria dan menerima makanan untuk pertumbuhan-Nya dari tubuh Maria sendiri.
Sebagian kaum Protestan menolak dogma ini dengan mengatakan bahwa Maria berbicara tentang “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku.”
Mengapa Maria memerlukan seorang Juruselamat, tanya mereka, jika ia tanpa noda dosa? Gereja mengajarkan bahwa karena Maria adalah keturunan Adam, maka menurut kodratnya ia mewarisi dosa asal.
Hanya oleh karena campur tangan Allah dalam masalah yang unik ini, Maria dibebaskan dari dosa asal.
Jadi, sesungguhnya Maria diselamatkan oleh rahmat Kristus, tetapi dengan cara yang sangat istimewa.
Rahmat tersebut dilimpahkan ke atasnya sebelum ia dikandung dalam rahim ibunya.
Kaum Protestan juga akan menyanggah dengan mengatakan bahwa dogma ini tidak sesuai dengan ayat Kitab Suci yang mengatakan bahwa “semua orang telah berbuat dosa” (Roma 3:23).
Namun demikian, jika kita mempelajari masalah ini dengan sungguh-sungguh, kita akan menemukan beberapa pengecualian.
Kitab Suci juga mengajarkan bahwa meskipun semua orang telah berbuat dosa, Yesus yang adalah sungguh-sungguh manusia tidak berbuat dosa.
Logis jika kita melanjutkannya dengan mengatakan bahwa Maria juga tidak berdosa dan dihindarkan dari dosa asal agar ia dapat tetap senantiasa menjadi bejana yang kudus untuk mengandung bayi Yesus.
Secara sederhana Dogma Dikandung Tanpa Dosa dapat dijelaskan sebagai berikut:
Seperti kita ketahui, Adam dan Hawa adalah manusia pertama yang diciptakan Tuhan.
Tuhan memberikan kepada mereka apa saja yang mereka inginkan di Firdaus, Taman Eden.
Tetapi Allah berfirman bahwa mereka tidak diperbolehkan makan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
Lucifer, raja iblis, datang kepada mereka dan membujuk mereka makan buah pohon tersebut. Adam dan Hawa memakan buah itu; mereka tidak taat kepada Tuhan dan karenanya mereka diusir dari Firdaus.
Oleh karena dosa pertama itu, semua manusia yang dilahirkan sesudah Adam dan Hawa mewarisi apa yang disebut “dosa asal”.
Itulah sebabnya, ketika seorang bayi lahir, ia segera dibaptis supaya dosa asal itu dibersihan dari jiwanya sehingga ia menjadi kudus dan suci, menjadi anak Allah.
Ketika Tuhan hendak mengutus Putera-Nya, Yesus, ke dunia untuk menyelamatkan kita, Tuhan memerlukan kesediaan seorang perempuan yang kudus untuk mengandung Yesus dalam rahimnya.
Tuhan memutuskan bahwa perempuan ini harus dibebaskan dari dosa asal Adam dan Hawa.
Ia juga memutuskan bahwa perempuan ini haruslah seseorang yang istimewa serta amat suci dan kudus.
Sama halnya seperti jika kalian mempunyai satu termos air jeruk segar, maka kalian tidak akan menuangkannya ke dalam gelas yang kotor untuk meminumnya, ya kan?
Kalian akan menuangkan air jeruk segar itu ke dalam gelas yang bersih untuk meminumnya.
Demikian juga Tuhan tidak ingin Putera Tunggal-Nya itu ditempatkan dalam rahim seorang perempuan berdosa. Oleh karena itulah, Tuhan membebaskan Maria dari dosa asal sejak Maria hadir dalam rahim ibunya, yaitu Santa Anna.
Inilah yang disebut Dogma Dikandung Tanpa Dosa – memang suatu istilah yang sulit, tetapi artinya ialah Maria tidak mewarisi dosa Adam dan Hawa, sehingga Maria dapat menjadi seorang bunda yang kudus yang mengandung Yesus dalam rahimnya.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”

Pesan Pastoral Sidang KWI 2011 tentang Katekese

“Mewartakan Injil adalah rahmat dan panggilan khas Gereja,

merupakan identitasnya yang terdalam”

(Evangelii Nuntiandi, a.14)

 

Pendahuluan

1. Gereja mempunyai tugas utama untuk mewartakan, sesuai perintah Kristus: “…. pergilah, jadikanlah segala bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 28:19-20). Perintah Kristus ini menjadi dasar perutusan Gereja dalam karya katekese. Ulang Tahun ke-50 Hierarki Gereja Katolik Indonesia yang kita rayakan pada tahun ini, kita syukuri sebagai peristiwa iman dan anugerah Tuhan. Peristiwa ini kita gunakan sebagai kesempatan untuk menyadari bersama-sama betapa pentingnya memastikan bahwa tugas pewartaan dijalankan dengan sebaik-baiknya di bumi Nusantara.

2. Sadar akan pentingnya tugas tersebut, pada Sidang Tahunan Konferensi Waligereja Indonesia tahun 2011, para Uskup menyelenggarakan hari studi tentang katekese, dengan tema: “Mewartakan Injil adalah rahmat dan panggilan khas Gereja, merupakan identitasnya yang terdalam” (EN 14). Hari studi yang diselenggarakan pada 7-9 November 2011 itu dihadiri oleh para Uskup, perwakilan Koptari, perwakilan Unio Indonesia, koordinator komisi kateketik tiap-tiap regio, wakil lembaga pendidikan kateketik, wakil lembaga pendidikan calon imam, serta para nara sumber yang terdiri dari para katekis lapangan dan ahli teologi serta ahli katekese. Selama tiga hari para peserta mengadakan tukar pengalaman dan perenungan atas karya katekese dalam Gereja kita. Para peserta juga mendalami keadaan karya katekese di Indonesia melalui penuturan para nara-sumber serta pemaparan hasil penjajakan sederhana dalam konteks ajaran Gereja tentang katekese (“Petunjuk Umum Katekese”, dari Kongregasi untuk Imam). Sebagai rangkuman dari hari studi katekese, para peserta mengajukan saran untuk merumuskan beberapa langkah nyata sebagai tindak-lanjut pastoral katekese di masa depan.

 

Mencermati Karya katekese di Indonesia

3. Setelah mencermati karya katekese di Indonesia pertama-tama pantaslah disyukuri adanya arah yang jelas, yang dirumuskan dan dikembangkan dalam Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se Indonesia (PKKI) I-IX, yaitu Katekese Umat. Rumusan mengenai Katekese Umat setiap kali diperdalam dan disesuaikan dengan konteks zaman, sehingga menjawab kebutuhan umat. Selain arah yang jelas, karya katekese di Indonesia juga ditandai dengan kehadiran para pastor yang sungguh-sungguh menggerakkan karya katekese di paroki-paroki mereka. Sementara itu, keterlibatan umat untuk menjalankan pastoral katekese baik sebagai katekis purna waktu, maupun sebagai pelaksana karya katekese paruh waktu merupakan kekuatan bagi gerak pastoral katekese di Indonesia. Harus diakui bahwa karya katekese sangat tergantung dari keterlibatan saudara-saudari kita itu. Menggembirakan pula adanya Program Studi Kateketik di sejumlah Perguruan Tinggi yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia untuk mempersiapkan, mendidik dan membina tenaga-tenaga yang cerdas, terampil serta berkomitmen dalam bidang katekese.

4. Namun para peserta hari Studi Katekese juga menyadari bahwa karya katekese di Indonesia berjumpa dengan pelbagai tantangan dan keprihatinan, sehingga hasil perumusan katekese umat dalam PKKI tidak seutuhnya dapat dilaksanakan.

4.1. Para pastor sebagai penanggungjawab katekese tingkat paroki tidak jarang dirasakan kurang memberikan perhatian pada karya katekese. Sementara itu, tidak sedikit pula para petugas katekese yang tidak mempunyai kemampuan yang memadai dalam menjalankan katekese karena kurangnya pembinaan yang berkelanjutan. Disadari pula kenyataan bahwa beberapa keuskupan tidak mengangkat katekis purna waktu karena berbagai alasan. Ada juga gejala para guru agama katolik PNS yang tidak bersedia melibatkan diri dalam karya katekese di tengah umat. Keprihatinan-keprihatinan itu perlu ditanggapi dengan pembinaan dan pengembangan kesadaran akan pentingnya katekese dan spiritualitas yang mendukung dalam diri semua penanggungjawab dan pelaku katekese bahkan dalam diri seluruh umat.

4.2. Isi katekese seringkali dirasakan kurang memadai. Di satu pihak, katekese yang memberi tekanan pada tanggapan iman atas hidup sehari-hari seringkali kurang memberi tempat pada aspek doktrinal, sehingga umat seringkali canggung dan takut ketika berhadapan dengan orang-orang yang mempertanyakan iman mereka. Di lain pihak, ketika katekese lebih memberi perhatian pada unsur-unsur doktriner, katekese dirasakan menjadi terlalu sulit bagi umat dan kurang bersentuhan dengan kenyataan hidup sehari-hari. Katekese yang kurang menyentuh hati dan memenuhi harapan ini rupanya merupakan salah satu alas an yang mendorong sejumlah orang katolik, khususnya anak-anak dan orang muda yang pindah dan lebih tertarik cara doa dan pembinaan Gereja-gereja lain yang dirasakan lebih menarik. Kenyataan ini menantang kita untuk lebih bersungguh-sungguh menciptakan dan mengembangkan model katekese yang bermutu dan menanggapi harapan.

 
Refleksi Iman

5. Gereja dipanggil untuk mewartakan Kabar Gembira kepada dunia. Tugas ini adalah “rahmat dan panggilan khas Gereja, merupakan identitasnya yang terdalam” (EN 14). Gereja mewartakan Injil, karena Injil itu “ragi yang menimbulkan perombakan di dunia ini” (FABC V, 8.1.4). Katekese merupakan bagian integral dari pelaksanaan tugas pewartaan Gereja. Komunitas Basis Gerejawi merupakan salah satu medan yang amat penting dalam pelaksanaan tugas ini. Gereja bertugas untuk “memajukan dan mematangkan pertobatan awal, mendidik orang yang bertobat dalam iman dan menggabungkannya dalam komunitas Kristiani” (Pedoman Umum Katekese no. 61). Maka katekese menyangkut pembinaan iman anggota-anggota Gereja, sejak mereka berniat masuk menjadi anggota Gereja sampai mencapai kedewasaan rohani. Termasuk juga dalam proses katekese ini ialah pelajaran agama di sekolah.

6. Sebagai proses pendewasaan iman, tugas fundamental katekese ialah mengantar orang masuk ke dalam kehidupan umat dan perutusannya serta membantu umat beriman untuk mengetahui, merenungkan dan merayakan misteri Kristus. Katekese juga membantu orang untuk mengembangkan sikap misioner dan dialog (Pedoman Umum Katekese no 85-86). Oleh karena itu, katekese perlu dilihat sebagai suatu proses yang terencana dan sistematis, yang meliputi pengembangan pengetahuan dan sikap serta penghayatan iman pribadi maupun kelompok, yang dilaksanakan untuk membantu umat sehingga semakin dewasa dalam iman.

7. Katekese merupakan tanggungjawab seluruh Gereja. Dalam Gereja partikular, Uskup adalah penanggungjawab utama karya katekese, karena “di antara tugas-tugas mendasar para Uskup, pelayanan Injil menduduki tempat utama” (LG 25). Tentu saja, pelaksanaan tugas ini dibantu oleh para imam, kaum religius dan kaum awam yang terlibat dalam karya katekese.

Langkah Tindakan Pastoral

8. Untuk membangkitkan dan menggairahkan karya katekese di Indonesia diperlukan langkah-langkah pastoral sebagai berikut:

8.1. Katekese Umat sebagai arah karya katekese di Indonesia perlu ditumbuh-kembangkan dalam lingkungan hidup umat, khususnya melalui komunitas-komunitas basis atau pun kategorial. Katekese umat perlu diperkaya dengan Injil, Tradisi dan ajaran Gereja.

8.2. Katekese sekolah tidak jarang merupakan satu-satunya kesempatan bagi banyak orang muda untuk menerima pengajaran dan pendidikan agama. Kerjasama antara penanggungjawab pastoral setempat dengan sekolah dan khususnya guru agama sekolah, perlu dikembangkan.

8.3. Perlu dikembangkan program katekese yang menyeluruh dan berkesinambungan sejak usia dini sampai usia lanjut. Untuk itu perlu kerjasama antara Komisi Kateketik KWI maupun Komisi Kateketik Keuskupan-keuskupan, dengan komisi-komisi lain yang terkait dengan pembinaan iman.

8.4. Berjalannya karya katekese sangat tergantung pada para petugas pastoral yang menjalankan katekese di tengah umat. Maka, perlulah pembinaan terus-menerus bagi para pelaksana atau fasilitator katekese umat tersebut.

8.5. Demi kemajuan karya katekese di Indonesia diperlukan orang-orang yang sungguh ahli dalam bidang katekese, yang harus disiapkan dengan sungguh-sungguh.

8.6. Karya katekese di tingkat paroki seringkali tergantung pada para imam pemimpin paroki. Maka pembinaan katekese bagi para imam dan calon imam mutlak diperlukan.

8.7. Salah satu tanda bahwa karya katekese merupakan prioritas utama dalam Gereja ditampakkan dalam dukungan finansial bagi program-program katekese maupun bagi pembinaan dan penghidupan para petugas pastoral yang berkarya di bidang katekese.

8.8. Perlu ditingkatkan mutu dan peranan lembaga pendidikan pastoral katekese dan kerjasamanya dengan lembaga pendidikan calon imam.

8.9. Dengan menyadari betapa pentingnya katekese dalam hidup dan perkembangan Gereja, kerjasama dengan pelbagai pihak, misalnya Bimas Katolik, perlu diusahakan dan dikembangkan.

Pemikiran-pemikiran penting tersebut mendesak untuk dituangkan dalam kebijakan-kebijakan praktis, baik di tingkat KWI, Regio atau Provinsi Gerejawi, keuskupan maupun di paroki-paroki.

Penutup

9. Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Anda semua yang sungguh terlibat dalam karya katekese, pertama-tama kepada para katekis baik purna waktu maupun paruh waktu, para guru agama di sekolah maupun di lingkungan, para pelaksana karya katekese di komunitas-komunitas basis, para imam dan religius yang setia mengabdikan diri untuk pengembangan karya katekese. Berkat ketekunan Anda, banyak umat beriman diantar menuju iman katolik dan dibimbing kepada kedewasaan iman. Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh umat yang dengan aneka cara mendukung karya katekese ini. Hanya dengan dukungan seluruh umatlah, karya katekese dapat terlaksana dan dikembangkan.

10. Akhirnya, kita percaya bahwa Allahlah Sang Penabur, yang menaburkan benih Injil dalam kehidupan kita. Melalui karya katekese, kita semua dipanggil untuk bersama Allah menumbuhkan dan memelihara benih yang tumbuh itu hingga berbuah. Kita serahkan segala upaya pastoral katekese kita dalam penyelenggaraan dan tuntunan Allah. Semoga Ia yang telah memulai karya yang baik ini di antara kita, berkenan menyelesaikannya juga (Flp 1:6).

 
Berkat Tuhan selalu menyertai kita semua.
 
Jakarta, 17 November 2011
 
Konferensi Waligereja Indonesia,
 
Mgr. Martinus D. Situmorang, OFM.Cap
K e t u a
 
Mgr. Johannes Pujasumarta
Sekretaris Jenderal
 

Misa Konselebrasi Ekaristi Syukur Gelar Pahlawan Nasional IJ. Kasimo

Jakarta (01/12, Pkl. 18.00 WIB)—Gereja Katedral “Santa Maria Diangkat ke Surga” menjadi tempat Perayaan Misa Konselebrasi Syukur atas Penganugerahan Ignatius Josef Kasimo, menjadi Pahlawan Nasional. Misa Konselebrasi dibawakan oleh Wakil Ketua Presidium KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) Mgr. Ignasius Suharyo, Sekjend. KWI Mgr. J. Pujasumarta dan Ketua Komisi Keluarga, Mgr. Michael Angkur dan para Imam.

Kasimo telah menemukan medan perjuangan paling tepat pada zamannya. Untuk menanggapi desakan kemerdekaan pada masa itu. Namun juga berhasil membawakannya dalam nafas iman selaku seorang Pendiri PKRI (Partai Katolik Republik Indonesia).

Umat Katolik Indonesia meyakini, ini semua merupakan kekayaan Gereja yang selayaknya dipersembahkan kepada tanak air dan bangsa Indonesia. Keyakinan perjuangan Kasimo juga menabalkannya kepada semboyan terkenal: “SALUS POPULI SUPREMA LEX”, KEPENTINGAN UMUM ADALAH KEPENTINGAN PALING UTAMA. Semboyan yang selalu beliau dengungkan itu, tentu saja dalam pemahaman kepentingan publik yang masih murni pada masa perjuangan kemerdekaan.

Misa Syukur yang diperkirakan dihadiri oleh 1.000 umat Katolik petang hari ini juga hendak mensyukuri bahwasannya, Tuhan telah menganugerahkan Putera Kandung-Nya yang terbaik, dan kebetulan beragama Katolik. Namun Ia telah berhasil menjiwai dan mengejawantahkan budaya nir-diskriminasi dan memberikan contoh hidup sederhana dalam gerak perjuangan sebagai pejabat negara. Pun perilaku hidup sehari-hari dalam membina keluarga bersama Ibu IJ. Kasimo, pendamping setia yang berjuang membesarkan putera-puterinya hingga akhir hayat.

Terbaru

Populer

Open chat
Butuh Bantuan?
Adakah yang bisa kami bantu?