Home Blog Page 133

Jejak Misi KAJ di Pedalaman: “Sejarah Berdirinya Paroki Maria Menerima Kabar Gembira, Bomomani”

DSC_00111

A. Agama dan Pendidikan masuk Mapia

Berdirinya paroki Bomomani diawali dengan masuknya agama dan pendidikan di Mapiha. Sejarah Agama katolik pertama kali masuk daerah Mapia bukan dari Bomomani melainkan dari Modio, yaitu suatu kampung yang ada di daerah Mapiha. Sebab Pertama kalinya pada tahun 1940 misionaris Belanda sudah menginjakan kaki dikampung ini dan disambut baik oleh warga kampung dengan tokohnya yang bernama Auki Tekege, yaitu Pater Tilmans, SJ.

Ia tidak membabtis orang, namun justru menawarkan sejumlah pembangunan di daerah Mapiha. Kemudian Auki Tekege mengundang utusan-utusan dari seluruh kampung Mapiha. Setelah pertemuan itu, Pater Tilmans kembali ke daerah Kokonao yang menjadi pusat Misi pada waktu itu. Masyarakat Mapiha pun mempersiapkan diri untuk hadirnya pembangunan di daerahnya yang mereka anggap sebagai terang( Debaiyowe)i. Pater Tilmans mewujudkan pembangunan yang ia janjikan tersebut dalam rupa agama dan pendididkan. Ia mengirim Pater Smith yang sekaligus sebagai penggantinya.

Terang atau yang mereka simbolkan sebagai DEBAIYOWEI hadir dalam wujud seorang Pater Smith, Ofm yang tiba pada tangal 6 Februari 1952 untuk menetap di daerah tersebut. Ia disambut oleh seorang tokoh daerah Modio yang sudah katolik yaitu Auki Tekege. Pater Smith disambut dengan kemeriahan tarian adat suku Mee dan pesta daging babi (ekina). Kemudian Pater Smith mengirim sejumlah pemuda dan anak dari kampung-kampung yang ada di Mapiha ke Kokonao untuk bersekolah disana.

Tujuan Pater Smith adalah agar para pemuda dan anak-anak yang dikirim sekolah tersebut dapat dididik menjadi guru dan katekis untuk mengajar di Mapiha kembali baik agama maupun baca dan tulis. Sementara menunggu orang-orang yang dikirim oleh pater Smith, ia mendatangkan guru dari Kokonao. Masyarakat Mapia yang sudah menanti terang tersebut amat gembira dengan kedatangan guru-guru tersebut. Salah satu dari Guru tersebut ditempatkan di kampung Abaimaida yang sekarang menjadi bagian dari Paroki Bomomani. Berkat kerja keras Pater Smith, OFM, Sekolah mulai berdiri dan pendidikan sudah dimulai. Namun kehadiran satu guru belumlah cukup.

Kemudian para orang tua dari Momawe (Abaimaida, Obaikaropa, Kogemani, Ekago, Ugida, Pouto), yang merupakan cikal bakal dari stasi-stasi dan paroki Bomomani, mengajukan usulan kepada Pater Smith untuk mengrimkan guru-guru lagi. Maka Pater Smith memberikan 1 guru lagi dan ditempatkan di Kogemani. Guru-guru inilah yang mengajar membaca dan menulis serta agama kepada warga kampung. Disinilah cikal bakal penyebaran agama katolik dan pendidikan di Mapia dimulai. Namun sampai saat itu belum ada babtisan.[1]

B. Pos-Pos Cikal Bakal Stasi dan Paroki Bomomani Dan Peran Katekis

Modio yang sudah berdiri sebagai Paroki, kemudian memperluas dengan mendirikan mendirikan paroki Timepa yang dilayani oleh Pater Swartjish, OFM pada tahun 1957. Paroki Timepa ini daerahnya mencangkup Momawe (Abaimaida, Obaikaropa, Kogemani, Ekago, Ugida, Pouto). Pater Swartjish, OFM ini kemudian membuka pos-pos dan menempatkan tiga katekis di daerah Momawe ini untuk membantunya melayani umat. Pelayanan misionaris dan katekis bukan saja soal mengajar agama, tetapi juga mengajar membaca, menulis, maupun berhitung.

Untuk daerah Kogemani sendiri, yang merupakan cikal bakal berdirinya gereja Bomomani, mendapatkan 2 katekis. Maka pelayanan di kampung Kogemani dibagi menjadi 2 daerah yaitu Bedokebo dan Ededepa. Kedua katekis tersebut yaitu Yoseph koutoki dan Hilarius Petege tidak saja memberi pelajaran agam, membaca, menulis dan berhitung. Dua orang ini kemudian dikirim lagi ke Kokonao untuk memperdalam pelajaran agama. Dari Kokonao ini, mereka mendapat informasi bahwa di daerah Momawe akan dibentuk sebuah distrik (kecamatan). Maka setelah mereka kembali lagi ke Kogemani, mereka memberitahu pada masyarakat yang tersebar di pelbagai tempat untuk pindah turun ke daerah yang sekarang disebut Bomomani, tepatnya di SD YPPK (dekat gereja.

Kemudian masyarakat Kogemani dan Bedokebo turun ke lokasi tersebut. Mereka membuat rumah dari daun Nibun (secara tradisional). Setelah itu, mereka membuat kapel di lokasi gereja lama. Maka jadilah sebuah perkampungan kecil yang kemudian ditambah lagi oleh pelbagai fam yaitu Iyai, Tigi, Magai dan Dogomo. Pemerintah-pun seturut informasi memang membentuk distrik di daerah ini. Maka terjadilah perkampungan yang pertama kalinya diatur oleh pemerintah di daerah Mapiha ini. Kepala kampung pun saat itu sudah ditunjuk oleh pemerintah daerah.

Peran katekis diawal berdirinya paroki, tidak berhenti sampai disitu saja. Setelah katekis Hilarius Petege pensiun, kemudian digantikan oleh katekis Ignatius Iyai. Berkat kerja kerasnya muncul babtisan pertama tahun 1963 dan pater zwartij yang membabtisnya. Kemudian katekis Hilarius setelah pensiun digantikan oleh Nikolaus Dogomo. Ia berkarya selama 30 tahun (1972-2000) yang merupakan orang bomomani sendiri. Sejak tahun 1972 babtisan mulai marak, yaitu dari bayi sampai orang dewasa dan adapula pasangan yang dinikahkan serta menerima sakramen Krisma pada waktu itu.

C. Dewan Lingkungan

Waktu bergulir hingga tahun 1978 umat Momawe yang biasanya merayakan paskah berbondong-bondong untuk torney ke Timepa, sebagai paroki induk, kini dilayani oleh pastor Paroki yang datang sendiri ke Bomomani. Hal ini dirasakan berkesan oleh umat di Momawe yang terdiri dari 6 pos tersebut. Sebab umat yang terpisah-pisah tersebut bisa menjadi satu. Maka seorang guru Agama yang bernama Primus Butu mengusulkan kepada pastor paroki untuk membuat badan dewan lingkungan. Usulan ini disetujui oleh Pastor Paroki dan akhirnya tanggal 10 Februari 1991 Pastor Frans Aim bersama umat membentuk badan dewan lingkungan dengan susunan, ketua, sekeretaris, bendahara dan seksi-seksi.

Kemudian setelah terbentuk badan dewan lingkungan ke enam pos tesebut menjadi stasi dan masing-masing stasi membetuk kring-kring yang jumlah seluruhnya 14 kring. Sejak saat itu semua administrasi dewan lingkungan Bomomani lepas dari Paroki Timepa. Dewan lingkungan ini dipimpin oleh Willem Sumel, seorang guru dan katekis awam. Ia kemudian berjuang untuk mempersipakan dewan lingkungan menjadi paroki. Dewan lingkungan Bomomani akhirnya mendapat pastur yang bertugas pertama kali di Bomomani yaitu Pater Andreas Trismadi, Pr (1995-1998). Kemudian dilanjutkan oleh Pastur Agus Eko Widiatmono, Pr ( 200-2001), dilanjutkan lagi oleh Pater Jhon Kore, OFM (2000-2001).

D. Lahirnya Paroki

Kemudian pada tanggal 28 Februari 2002, penantian dan doa umat terkabul untuk menjadikan dewan lingkungan Bomomani menjadi paroki. Pada saat itu ada peringatan pesta memperingati 50 tahun agama dan pendidikan masuk di Mapia. Dalam perayaan ini Mapia dibagi menjadi 4 pusat perayaa, yaitu Modio (dimpinpin oleh P. Y Rahardian, Pr), Timpa (oleh P.Martin Kuayo, Pr, Apowo P.Teo Makay, Momawe (dewan lingkungan Bomomani dipimpin oleh P. Jhon Philip Saklil, Pr). Saat itulah P. Jhon saklil membacakan Surat Keputusan dari Vikariat Episkopal ( KeuskupannTimiki sekarang ) bahwa Dewan lingkungan resmi menjadi Paroki Maria Menerima Kabar Gembira. Saat itu pastur yang bertugas adalah P. Yustinus Rahargian (2001-2005)

E. Keterlibatan KAJ Dalam Misi Di Papua

Parate Viam Domini, Siapkan Jalan Tuhan, demikianlah motto dari Mgr. Jhon Philip Saklil, Pr dalam menggembalakan umat di Keuskupan Timika. Motto itu amat tepat untuk suatu keuskupan yang baru merintis untuk membangun dan memelihara iman umat. Pasalnya keuskupan ini resmi berdiri pada tanggal 19 Desember 2003. Kendati keuskupan baru berdiri 10 tahun silam, namun umat di keuskupan sendiri telah hadir sejak babtisan pertama oleh Pater Kowatzky, MSC pada tanggal 11 agustus 1928 di Kokonao. Rentang waktu antara keuskupan yang masih muda dan pertumbuhan umat sejak babtisan puluhan tahun silam itu, memberikan tantangan tersendiri bagi Keuskupan Timika. Sebab tenaga imam dikeuskupan Timika yang kini hanya berjumlah 36 orang tidak sebanding dengan jumlah umat yang sudah mencapai 99.328 jiwa berdasarkan data tahun 2009. Tantangan makin bertambah lagi dengan medan pelayanan yang cukup sulit untuk menjangkau umat yang banyak tinggal di pedalaman.

Sadar akan keterbatasan tenaga iman, maka keuskupan Timika mengadakan kerjasama dengan keuskupan Agung Jakarta dengan meminta tenaga imam diosesan (projo) untuk membantu dalam tugas pelayanan. Keuskupan Agung Jakarta menanggapi tawaran tersebut dengan semangat solidaritas untuk berbagi dalam kesatuan dengan gereja universal.

Keperihatinan keuskupan Timika kini menjadi keperihatinan keuskupan Agung Jakata pula. Oleh sebab itu pada tahun 2004 Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ mengirimkan Pastor Ferdinand, Pr untuk membantu sebuah paroki pedalaman di keuskupan Timika, tepatnya di paroki Maria Menerima Kabar Gembira, Bomomani, Mapiha, Kabupaten Dogiyai, Papua tengah. Kemudian Bapa Kardinal mengirimkan lagi Pastor Michael Wismu Pribadi, Pr pada tahun 2010 ke paroki yang sama. Kini, Mgr Ignatius Suharyo, Pr tetap melanjutkan karya tersebut dengan mengrimkan Pastor Yustinus Kesaryanto, Pr pada tahun 2011 untuk bekerja bersama di Paroki Maria Menerima Kabar Gembira, Bomomani.

Penulis
RD. Y Kesaryanto

(Sumber: http://parokibomomani.vv.si/)

Peresmian berdirinya THSTHM Ranting Paroki SanMare Bintaro Jaya

Penampilan-anggota-THS-THM-Ranting-Paroki-TangerangGloria ! Gloria! Gloria! Pekikan salam khas dari para anggota Tunggal Hati Seminari-Tunggal Hati Maria (THS-THM) membahana di aula Gereja Paroki St Maria Regina (SanMare) Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Minggu, 9/6. Pekikan keras itu menandai peresmian berdirinya THSTHM Ranting SanMare Bintaro Jaya oleh Kepala Paroki SanMare Pastor Heribertus Warnata Natawardaya. THS-THM Ranting SanMare Bintaro Jaya merupakan ranting ke-10 di Distrik Keuskupan Agung Jakarta (KAJ).

THS-THM Ranting SanMare awalnya digagas subseksi Bina Iman Remaja (BIR) paroki ini sekitar dua tahun lalu. Saat itu para pembina BIR mencari bentuk kegiatan yang mampu menarik minat para remaja. Maka Ketua Seksi Katekese SanMare I.W. Hadisumarto memunculkan ide membentuk THS-THM. “Melalui THS-THM diharapkan dapat membantu remaja menyalurkan aktivitas fisik, sekaligus mengolah rohani,” tuturnya. Menurut Hadisumarto, ada empat pilar utama THS-THM, yaitu pendalaman Kitab Suci, beladiri pencak silat, berorganisasi, serta berekreasi. – (HidupKatolik.com)

Saksikan Lembaran Kasih RCTI episode: “LELAKI TERHEBAT”

Gila kamu, Han! Kamu menerima perempuan itu lagi?!”

Anton marah-marah pada Handoko, sahabatnya.

 “Dia masih dan tetap akan jadi istriku!

Aku tidak akan pernah menceraikannya.

Karena apa yang sudah dipersatukan Tuhan,

tidak akan diceraikan oleh manusia. Kecuali maut.”

Kata Handoko bertegar dan berbesar hati.

Siapa saja yang melihat kerepotan Handoko sebagai ayah, sekaligus ibu buat dua balitanya, pasti akan jatuh iba. Pagi sebelum berangkat kerja, Handoko memandikan dulu anak-anaknya, Sezi (5 tahun) dan Seza (2 tahun). Setelah itu menyiapkan sarapan dan menyuapi. Lalu si mbak baru datang untuk menjaga Seza dan beresin rumah, sementara Handoko bekerja setelah mengantar Sezi ke sekolah.

Meisya, istrinya, ibu dua anaknya, pergi dengan bos-nya ke luar negeri karena haus harta dan ingin hidup berkecekupuan. Maklum, Handoko hanya karyawan biasa, yang gajinya hanya cukup untuk susu anak-anak dan hidup sederhana. Tentu saja, kelakuan Meisya membuat semua orang marah. Tapi Handoko masih saja terus berdoa, supaya suatu saat nanti, istrinya kembali.

Handoko juga menolak orangtuanya yang mau membawa anak-anaknya ke kampung. Handoko juga menentang orangtuanya yang membawakan calon istri baru buat Handoko, meski berdalih untuk jadi ibu buat anak-anaknya. Buatnya, menikah hanya satu kali. Itu yang membuat orang berpikir, Handoko bodoh! Bahkan, Handoko jahat! Karena mengorbankan anak-anaknya yang tumbuh tanpa ibu!

Tapi keyakinan dan keteguhannya berbuah manis. Meisya kembali, bukan untuk Handoko dan kedua anaknya. Meisya terlanjur malu untuk itu. Tapi Handoko lah yang menjemputnya kembali, mengulurkan tangannya, hatinya, untuk membawanya pulang. Meisya belajar, harta berlimpah tak cukup membuatnya bahagia.

Saksikan FTV “Lembaran Kasih” RCTI episode: “LELAKI TERHEBAT”
MINGGU, 30 JUNI 2013, Pk. 12.30-13.00 WIB

Guest Star : RONNY DOZER

Produksi RCTI, KOMSOS KAJ, dan Paroki St. Barnabas Pamulang

Info Gembala Baik KAJ Edisi Ke-5/2013

Info Gembala Baik KAJ Edisi, Ke-5/2013

Info Gembala Baik KAJ Edisi Ke-5/2013

Lihat

 

 

Kursus Dasar Katekese Umat (KDKU) Dek Selatan

Seksi Katekese Dekenat Selatan bekerjasama dengan Komisi Katekese KAJ menyelenggarakan Kursus Dasar Katekese Umat untuk paroki-paroki Dekenat Selatan pada 3 Juli – 14 Des 2013, setiap  hari Rabu, Pk. 19.00 – 20.00 WIB bertempat di Paroki St. Stefanus, Cilandak.

Keabsahan Identitas dan Wewenang Seorang Pastor

Refleksi dari Rm. Marya SJ, Hendaklah Kamu Murah Hati

Untuk menghadapi permintaan umat kepada Pastor Paroki dalam memberikan delegasi kepada seorang Pastor yang tidak dikenal atau sulit diperiksa kewenangannya dalam pemberkatan perkawinan atau peneguhan perkawinan atau pelayanan Sakramen lainnya, maka umat dan Pastor Paroki harus meminta untuk diperlihatkan Kartu/Surat Celebrate (Celebret), yaitu petunjuk keabsahan identitas dan wewenang seorang Pastor yang diberikan oleh pimpinannya (Uskup atau Provinsial).

Dipikirkan Sekretariat Keuskupan untuk mengupdate kembali daftar Pastor-pastor yang memiliki pengutusan jelas dan yurisdiksi sah untuk melakukan pelayanan di KAJ. Lalu daftar tersebut dikirimkan secara berkala ke Paroki-paroki dan komunitas-komunitas Tarekat. Hal ini untuk mengantisipasi dilakukannya pelayanan tanpa kewenangan dari seseorang yang mengaku-ngaku Pastor.

Pengumuman: Mencari Penyelesaian yang baik

Pengumuman dari MPK KAJ:
Yayasan/Sekolah Katolik di bawah MPK KAJ yang masih menahan ijazah murid-muridnya karena belum dapat menyelesaikan administrasi keuangan diminta untuk melaporkan ke MPK KAJ (biodata lengkap, nama murid, profesi orang tua, dsb), agar bersama-sama mencari jalan penyelesaian yang terbaik. Selengkapnya Hub. Pak Gatot: 021-3519193, eks. 206/207
 
 

Kewenangan Meneguhkan Perkawinan

Berdasarkan KHK, calon pengantin menikah di gereja Parokinya. Namun, jika menikah di Paroki lain, Pastor Parokinya memberi ijin kepada calon pengantin untuk menikah di gereja Paroki lain. Kemudian, si pengantin meminta ijin menikah di gereja Paroki lain kepada Pastor Paroki setempat, dengan surat keterangan dari Pastor Parokinya sendiri.

Lebih lanjut, bagi pastor yang hendak meneguhkan perkawinan di suatu Paroki yang berada di luar Parokinya sendiri, diminta untuk memeriksa ulang lagi berkas-berkas pemeriksaan kanonik dan dokumen-dokumen lainnya sebelum meneguhkan perkawinan tersebut untuk mengetahui sekali lagi keabsahannya.

Jika terdapat ketidaklengkapan/akurasi data dari berkas-berkas peneguhan perkawinan, hendaknya Pastor tersebut (dengan bantuan Sekretariat Paroki) berusaha membantu kelengkapan dan menelusuri data-data asalnya agar menjadi lengkap dan dapat dinyatakan absah.

Undangan Acara Live In di Panti Asuhan Vincent. Putri Jakarta: “Kebersamaan dalam kekeluargaan”

Sudah punya kegiatan untuk mengisi weekend kamu tgl 29 – 30 juni 2013 ini??
Klo belum… Ikutan yuuuk acara ini…
“Kebersamaan dalam kekeluargaan”
Bentuk acara ini live in.. Jadi kita diajak untuk tinggal dan bermalam di Panti Asuhan Vincentius Puteri dan merasakan kehidupan kekeluargaan disana…
Acara’nya apa aja?? Waah seru banget
1. Api unggun/malam kebersamaan
2. Masak bersama
3. Sharing cerita bahagiamu dalam keluarga
4. Olahraga bersama
5. Misa bareng
Dan yg special… ^^ dengan ikut kegiatan ini kamu sudah menyumbang untuk panti asuhan..
Biaya Rp. 75.000/orang
Untuk info dan pendaftaran bs langsung datang ke
Panti Asuhan Vincentius Puteri
Jl. Otto Iskandar Dinatta No 76
Jakarta Timur
021-8192817
Feel free to ask me
Novi – 087877799927
pin:327C5452
Yantie – 089673712549

Seruan: “Keprihatinan Komisi Liturgi KAJ atas Maraknya Pendangkalan Makna Liturgi”

Masih ada umat yang berharap diadakannya improvisasi keliru atas liturgi demi alasan praktis, misalnya untuk mempercepat Misa/perayaan, menghindari kebosanan atau kejenuhan, dsb. Hal ini perlu disikapi dengan katekese liturgi yang tepat kepada umat.

Persoalan ini merupakan tantangan besar pada tradisi liturgi karena berisiko mendangkalkan makna liturgi. Permasalahan makin rumit jika Pastor Paroki sendirilah yang menawarkan improvisasi-improvisasi keliru tersebut, karena pendapat Pastor mudah diterima sebagai kebenaran.

Mengembangkan liturgi memang masih perlu diharapkan, namun harus didasari eklesiologi-teologi-pastoral, bukan demi alasan praktis,  apalagi karena bosan, kecuali dalam kasus-kasus darurat (misalnya suatu Paroki hanya mampu dilayani oleh seorang pastor).

Terbaru

Populer