2Raj 4:8-11.14-16a

Roma 6:3-4.8-11

Matius 10:37-42

KEMURAHAN HATI

Kisah dalam bacaan pertama bisa jadi pengalaman sehari-hari kita juga. Nabi Elisa sering mengadakan perjalanan. Selama itu ia sering singgah di rumah seorang perempuan kaya – yang tidak disebut namanya. Perempuan ini tau bahwa Elisa adalah seorang Nabi. Maka ia mempersiapkan kamar terbaik fully furnished. Ini dilakukannya supaya setiap Elisa datang singgah dapat beristirahat dengan nyaman. Kemurahan hati perempuan yang kaya mengetuk hati Elisa. Elisa membalasnya dengan berkat karunia keturunan bagi perempuan itu.

Bukankah indah jika dunia ini dipenuhi dengan kemurahan hati semacam itu. Ketika setiap orang berlomba-lomba berbuat baik saling membantu dan menolong. Kemurahan hati menjadi estafet yang disalurkan dari satu orang ke orang lain. Situasi di mana setiap orang tidak takut kehilangan apa yang menjadi miliknya untuk diberikan kepada sesamanya. Barang pribadi, harta kekayaan – dapat diberikan dan digunakan demi kesejahteraan bersama.

Spiritualitas kemurahan hati merupakan sifat ilahi. Kristus telah bermurah hati, memberikan seluruh hidup-Nya bukan sebagai suatu yang harus dipertahankan. Tapi hidup-Nya telah ia berikan sampai kepada kematian. Supaya kita yang mati bersama-sama dengan Dia hidup kembali bagi Allah.

Dalam sikap pertobatan, seseorang mengalami kehidupan yang baru. Sebuah kehidupan yang tidak lagi dijalani untuk dirinya sendiri, tapi untuk Tuhan dan sesama. Hidupnya diubah oleh Tuhan, lantas dibaktikan dan diberikan untuk kesejahteraan bersama. Bahkan jika untuk itu, ia harus kehilangan “hidupnya sendiri” – kehilangan kesenangan dan hobinya, cita-citanya, mimpi-mimpi pribadinya, kehilangan barang dan harta kekayaan pribadinya – demi panggilan atas kehendak Tuhan.

Dalam Injil hari ini, Kristus menyampaikan sabda-Nya untuk murid-murid-Nya. Ia mau, supaya Diri-Nya mendapat tempat paling utama dalam diri mereka. Lebih dari pada orangtua, anak, bahkan nyawa mereka sendiri. Tentu ini bisa diartikan secara harafiah, maupun metafora. Sebab Kristus sendiri telah mengosongkan diri-Nya sendiri. Ia yang dalam rupa Allah – meninggalkan singgasana-Nya – dan menjadi manusia sama seperti kita. Hidup memang harus disyukuri dan dijaga sebaik-baiknya, tetapi bukan berarti harus dipertahankan mati-matian.

“Siapa saja yang mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan siapa saja yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” (Matius 10:39).

Jalan kerendahan hati – kemurahan hati adalah jalan yang ditawarkan Kristus bagi kita agar memperoleh kehidupan kekal. Sebaliknya, Iblis akan menggoda kita untuk menyangkal itu semua.

Jadi, kamu gimana?

RA

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here