Home Blog Page 146

Seruan Ajakan Bpk. Uskup dalam Gerakan Earth Hour 31 Maret 2012, pk. 20.30-21.30

Mgr. Ignatius Suharyo, KAJ, keuskupan agung jakarta

Ytk. Para Rama dan Saudari-Saudara,
Saudari-saudara kita para aktivis Keadilan dan Perdamaian menghimbau agar Gereja/Keuskupan/Paroki/Umat Katolik di KAJ ikut dalam gerakan Earth Hour pada hari Sabtu tanggal 31 Maret 2012, pk. 20.30-21.30 secara serempak.
Bentuknya : mematikan listrik selama satu jam, pada hari itu, dalam rangka penghematan energi dalam rangka penyelamatan bumi. Mohon – sesuai dengan kesempatan yang ada – keprihatinan ini disinggung dalam homili/doa umat atau kesempatan apapun yang ada dan kalau perlu diadakan untuk konsientisasi umat.
Terima kasih atas perhatian para Rama. Selamat melayani.
 
Salam dan Berkat Tuhan,
I. Suharyo
 
 
 

Hari Studi KAJ: “Ikuti Arahan Data Statistik KAJ”

Vikjen KAJ, Rm. Subagyo, Pr saat sedang berbincang dengan Ibu Ery Seda, Salah satu narasumber.
Vikjen KAJ, Rm. Subagyo, Pr saat sedang berbincang dengan Ibu Ery Seda, Salah satu narasumber.

Berpastoral berdasar data sudah menjadi komitmen Keuskupan Agung Jakarta. Data-data sudah dikumpulkan dari paroki-paroki sekeuskupan. “Kita sudah menetapkan Arah Dasar Pastoral 2010-2015. Mudah-mudahan dengan data-data kuantitatif statistik dan kualitatif yang bersumber dari umat lewat proki masing-masing, kebijakan yang kita tempuh bisa sesuai dengan kebutuhan riil,” ungkap Vikjen KAJ, Rm. Yohannes Subagyo, Pr.
Membaca dan memaknai data-data itulah yang dilakukan oleh sosiolog UI Francisia SSE Seda pada Hari Studi Komisi-Komisi KAJ, 17 Maret 2012 lalu di Aula Paroki St. Theresia, Jakarta. Pertemuan ini dihadiri perwakilan dari seluruh Komisi yang ada di KAJ dan dibuka resmi oleh Vikjen KAJ Rm. Yohannes Subagyo, Pr.
Banyak informasi menarik yang diungkap Francisia dari data-data statistik yang dia , dapatkan dari Sekretariat KAJ itu. Dari data 2005 – 2007 yang kemudian dilengkapi data 2010 dan bahkan data 2012 Francisia membuat analisis sosiologis yang dia sebut sebagai Gambaran Umum Gereja Katolik KAJ.
Secara umum perkembangan umat katolik di KAJ sebenarnya tidaklah mencolok yaitu :

Tahun-Total (Jiwa)
2005 : 445.288
2006 : 447.857
2007 : 448,754*)
2010 : 468,928**)

Sumber : Gereja KAJ: Anlisis Sosiologis
*) jumlah paroki KAJ : 59 paroki
**) jumlah paroki KAJ: 61 paroki

“Jumlah warga katolik di KAJ tidaklah signifikan bila dibanding dengan jumlah penduduk Jakarta yang sudah mencapai 12 juta jiwa. Sehingga kekhawatiran berbagai pihak akan laju perkembangan umat katolik di KAJ saya kira tidaklah berdasar,” ungkap Francisia.
Data per 2012, di KAJ ada 62 paroki yang terdiri dari 8 dekanat. Sebanyak 43 paroki berada di wilayah DKI Jakarta , 8 paroki di wilayah Bekasi (Jawa barat) dan 12 paroki di Tangerang (Provinsi Banten).
Perkembangan umat katolik di KAJ juga bisa dilihat dari data penerima sakramen baptis. Peserta baptis usia 0-7 tahun lebih besar dibanding peserta yang berusia di atas 7 tahun. Penerima sakramen baptis pada 2007 yang 0-7 tahun mencapai 7.071 jiwa sedangkan di atas 7 tahun (permandian dewasa) 5.188 jiwa.
Dari data baptisan usia diatas 7 tahun memperlihatkan bahwa peserta baptis ini kebanyakan kedua orang tuanya non katolik (2.427 jiwa), yang salah satu orangtuanya katolik 907 jiwa dan yang kedua orang tuanya katolik 756 jiwa. “Artinya secara menyeluruh peserta baptis di KAJ masih didominasi warga katolik sendiri,” tegas Francisia.
Data penerima sakramen perkaawinan juga menunjukkan pernikahan antar katolik jauh lebih besar dibanding katolik dengan agama lain. Angka statistik 2007 menunjukkan bahwa perkawinan antar sesama katolik 2.917 orang, antar katolik dan kristen 721 orang, antar katolik dengan Islam 233 orang, katolik dengan Budha 460 orang. Tetapi ada perkawinan antara katolik dengan katekumen sebanyak 114 orang, katolik dengan Khong Hu Chu hanya 22 orang. “Artinya data ini menunjukkan hanya 114 orang yang pindah ke katolik karena perkawinan,” jelas Francisia.
Justeru yang menjadi menarik dari data-data yang ada adalah persebaran umat katolik yang terjadi KAJ. “Umat katolik saat ini berkembang pesat di pinggiran Jakarta. Sebalik justeru jumlah umat di DKI menurun. Itu diperlihatkan data-data jumlah umat di paroki berikut ini,” ujar Francisia.

Dekanat – Jumlah Umat (jiwa)
Jakarta Pusat :  26.897
Jakarta Utara : 58.982
Jakarta Selatan : 32.577
Jakarta Barat I : 21.225
Jakarta Barat II : 87.046
Jakarta Timur : 58.209
Bekasi : 77.906
Tangerang : 106.086

Dari data di atas terlihat bahwa umat di dekanat Tangerang yang terdiri dari Paroki Bintaro, Bintaro Jaya, Ciledug, Ciputat, Citra Raya, Curug, Karawaci, Pamulang, Serpong dan Tangerang terdapat jumlah umat terbesar yaitu 106.086 jiwa. Ini berarti hampir ¼ atau tepatnya 22,6% dari total umat katolik KAJ.

“Bahkan lebih spesifik lagi paroki dengan jumlah umat terbesar di KAJ adalah Paroki Serpong sebanyak 22.830 jiwa, kemudian diikuti Paroki Tangerang 21.828 jiwa dan posisi ketiga adalah di Paroki Bekasi dengan jumlah umnat paroki 21.748 jiwa,” jelas Francisia.
Dekanat Jakarta Barat II merupakan wilayah terbesar kedua dengan jumlah umat 87.046 jiwa. Di dekanat ini tercakup Paroki Bojong Indah, Cengkareng, Grogol, Kapuk, Kedoya, Kosambi, Meruya, Tomang. Sebagian sudah masuk Provinsi Banten.
Sedangkan dekanat Bekasi merupakan dekanat dengan jumlah umat terbesar ke-3 di KAJ.
Secara sosiologis menurut Francisia ada berbagai hal menarik yang bisa diungkapkan dari persebaran umat ini dan bahkan bisa menjadi dasar utama dalam pelayanan pastoral KAJ. “Apakah paroki dengan jumlah umat di bawah 5.000 jiwa masih perlu diperhatikan? Atau perlu dimerger dengan paroki yang berdekatan guna mengefektifkan pelayanan para romo dan sumberdaya lainnya,” gugat Francisia.
Dari hasil penelitian di Paroki Bekasi, menjelang perayaan Paskah seperti saat ini para romo di paroki ini kewalahan meski sudah dilayani oleh empat orang romo. “Untuk pengakuan dosa seorang romo bisa 6-7 jam duduk di kamar pengakuan,” ungkap Francisia.
Menurut analisis Francisia, semakin besarnya jumlah umat KAJ di pinggiran Jakarta khususnya di sebelah Timur dan Barat Jakarta karena di wilayah ini terdapat kawasan industri dan berbagai perusahaan. “Disana menumpuk umat katolik yang menjadi karyawan maupun buruh yang merupakan urbanisasi dari berbagai daerah. Di lain pihak semakin banyak keluarga muda Jakarta yang mengambil perumahan di pinggiran karena belum mampu menjangkau harga rumah di DKI karena begitu mahal,” jelas Francisia.
Di lain pihak fenomena ini mungkin membuat warga non katolik wilayah pinggir Timur dan Barat DKI merasa terancam dengan berkembang pesatnya umat katolik di wilayah mereka. “Maka terjadilah berbagai permasalahan sosial seperti gangguan terhadap pelaksanaan ibadat dan semakin susahnya ijin pendirian rumah ibadat bahkan gangguan secara fisik,” jelas Francisia.
Data lain yang dibahas adalah keberadaan para imam dan peran awam di dalam kegiatan menggereja di KAJ.
Peran para katekis semakin penting apalagi dengan keterbatasan jumlah para imam di KAJ. “Tren keterbatasan imam ini tampaknya akan masih berlanjut karena semakin susahnya menarik pemuda-pemudi Jakarta menjadi imam, bruder maupun suster,” ungkap Francisia. Pada 2007 jumlah seminaris hanya 87orang demikian juga seminari tinggi hanya 83 orang.
Keinginan mengandalkan peran katekis di KAJ tampaknya juga masih berat. Karena dari 1.179 orang katekis pada 2007 yang purna waktu hanya 24 orang selebihnya hanya paruh waktu. “Kalau kita benar-benar mau mengikuti arah dasar pastoral 2010-2015 maka peran katekis ini harus mendapat perhatian. Sebab merekalah perpanjangan tangan para imam untuk menyampaikan ajaran agama katolik. Sehingga sasran untuk memperdalam iman akan Yesus dalam Ardas 2010-2015 bisa terujud,” ungkap Francisia.
Dari data para imam yang ada terlihat KAJ masih sangat tergantung kepada imam-imam tarekat. Jumlah imam diosesannya sangat sedikit. Data 2012 memperlihatkan total imam di KAJ 325 orang dengan penugasan di paroki 156 orang dan 159 orang imam non paroki. Dari 325 jumlah imam di KAJ hanya ada 52 orang imam diosesan. Sisanya adalah imam dari 20 tarekat. “Masih perlu upaya lebih besar lagi untuk terus mengembangkan panggilan di KAJ dan menarik mereka menjadi imam diosesan,” ungkap Francisia.
Dari berbagai hal yang diungkapkan dari data-data statistik ini romo Vikjen Yohannes Subagyo, Pr berharap bisa diaplikasikan dalam berbagai kebijakan di KAJ.

Sonar Sihombing

Info Gembala Baik KAJ Edisi Ketiga 2012

Info Gembala Baik KAJ, Edisi Ketiga 2012

 
 

 
 
 
 

Panduan Green Easter 2012

Di bawah ini adalah Panduan Green Easter 2012. Berbentuk PDF ukuran A4. Panduan Green Easter 2012 ini  dapat dilihat langsung ataupun didownload.
Jika anda memiliki koneksi internet yang tidak terlalu cepat, maka saran kami lebih baik didownload (Save) terlebih dahulu.  Latest Gadget
 
Silahkan Klik Link Gambar Di Bawah ini:
 
 

 
 
 

Ekaristi Bukan Sekadar Perayaan Ritual

Sebagai umat Katolik, kita patut mendukung upaya KAJ memaklumkan tahun 2012 sebagai Tahun Ekaristi. Perayaan Ekaristi merupakan puncak perwujudan cinta Kristus kepada manusia, seperti yang dikatakanNya dalam Perjamuan Terakhir bersama 12 rasulNya. Di perjamuan itu, Yesus juga minta agar Ia tetap dikenang melalui Ekaristi (bdk. Lukas 22:14-20).

Dalam kaitan historis itulah, maka Ekaristi hendaknya menjadi pusat kehidupan setiap orang Katolik, bukan semata menjadi perayaan ritual harian, mingguan, atau hari-hari raya yang ditetapkan Gereja. Secara kasat mata, Ekaristi melibatkan dua pihak: Imam sebagai wakil Kristus yang mengurbankan Ekaristi di altar dan umat yang menghadiri perjamuan Ekaristi. Untuk dapat meningkatkan mutu Perayaan Ekaristi dan semakin menumbuhkan penghormatan kepada Yesus Kristus yang hadir dalam Ekaristi – seperti tertuang dalam sasaran Tahun Ekaristi ini, maka perlu penghayatan total dari kedua pihak yang terlibat dalam Perayaan Ekaristi.

Penghayatan dari sisi Imam:

– Mempersembahkan Ekaristi dengan fokus dan sepenuh hati.

–  Menyiapkan homili menurut terang Roh Kudus yang diselaraskan dengan situasi umat dan dinamika masyarakat, bukan sekadar membaca dari buku panduan Misa.

– Mendaraskan doa-doa dengan penuh penghayatan, tidak terburu-buru.

– Mengenang apa yang dilakukan Yesus saat Perjamuan Terakhir pada waktu Konsekrasi dengan penuh cinta dan penghayatan, mengingat bagian ini merupakan puncak liturgi Ekaristi.

Penghayatan dari sisi umat:

– Datang ke pesta perjamuan sebelum Ekaristi dimulai dan mengenakan pakaian yang pantas (bdk. Matius 22:11-12)
– Mengikuti Ekaristi dengan fokus dan sepenuh hati.
– Mendaraskan doa-doa dengan penuh penghayatan, bukan sekadar hafal.
– Bersikap hormat sepanjang perjamuan Ekaristi, terutama sekali saat Konsekrasi, karena saat itulah Yesus ingin dikenangkan dan iman kita diteguhkan.
Marilah kita menyatukan diri dengan Kristus dalam Perayaan Ekaristi, sehingga Ekaristi menjadi perjamuan yang meneguhkan – bukan hanya bagi umat yang merayakannya, melainkan juga bagi Imam yang mempersembahkannya. Dengan peneguhan yang kita peroleh dari Ekaristi, selanjutnya mampu menjadikan kita utusan Kristus dalam panggilan hidup kita masing-masing.
 
 
Patricia Heinrica
 
 

Beriman Untuk Bertindak Adil

Pada 20 Februari, dunia memperingati Hari Keadilan Sosial. Dalam kesempatan itu pun Sekretaris Jenderal PBB, Boom Kim-aan menyerukan agar semua umat manusia berupaya mewujudkan keadilan social.

Meskipun bukan dalam rangka memperingati Hari Keadilan Sosial, pada misa novena ke-7 dalam rangka Perayaan 100 Tahun Seminari St. Petrus Canisius Mertoyudan juga mengambil tema “Beriman Untuk Bertindak Adil”. Keadilan sudah menjadi barang yang sangat mahal dewasa ini. Bertindak sebagai konselebran utama dalam misa novena ke-7 adalah Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta.

Dalam kotbahnya Mgr. Suharyo menandaskan bahwa keadilan adalah buah dari keutamaan-keutamaan  iman yang berasal dari Yesus sendiri. “Kalau iman layu muncullah kenistaan/ketidakadilan. Karena itu kita perlu mengenal dengan baik siapa Yesus yang menjadi sumber iman kita,” ungkap Mgr. Suharyo.

Lebih jauh Uskup menjelaskan siapa Yesus itu. “Yesus adalah tabib yang menyembuhkan. Ia menyembuhkan orang buta, orang tuli, orang kusta dan macam-macam. Tetapi adalah bagian kedua dari lebar kehidupan Yesus. Sebelumnya Yesus adalah salah satu dari pembaptis setelah dibaptis oleh Yohannes,” lanjut Uskup.

Tetapi mengapa Yesus mau dibaptis  oleh Yohannes Pembaptis bukan pembaptis lain?  Menurut Mgr. Suharyo ada dua alas an mengapa Yesus mau dibaptis oleh Yohannes. Pertama, karena Yohannes membaptis sebagai tanda pertobatan. “Pertobatan itu berlaku harus dilakukan oleh setiap orang dan tidak mengecualikan para pejabat dan petinggi. Jadi sifatnya inklusif,” jelas Mgr. Suharyo.

Kedua, baptisan Yohannes diikuti oleh persyaratan perubahan hidup. Sementara baptisan yang dilakukan oleh pihak lain hanya sekedar mengikuti ibadat. ”Tak heran banyak yang bertanya kepada Yohannes apa yang harus mereka lakukan setelah dibaptis. Kepada pemungut  pajak Yohannes mengatakan jangan menarik pajak lebih dari yang diharuskan. Kepada prajurit Yohannes mengatakan jangan memeras.”

Menurut Mgr. Suharyo, kegiatan membaptis pun sempat juga dilakukan oleh Yesus. ”Lihatlah, orang yang engkau baptis dahulu (baca : Yesus), sekarang telah membaptis di  seberang sana  dan orang berbondong-bondong mengikutinya,” ungkap murid Yohannes kepadanya.

Namun, kegiatan membaptis ini tidak lama diemban oleh Yesus. Pada lembaran kedua kehidupanNya, Yesus justeru lebih mewartakan Kerajaan Allah dengan mengadakan penyembuhan. Hal ini Dia tempuh karena melihat kondisi masyarakat Israel saat itu yang sangat memprihatinkan. ”Dimana-mana terjadi ketidak adilan. Rakyat menderita dan miskin karena sistim yang berlaku.  Dia hendak menerjang ketidak adilan itu,” jelas Mgr. Suharyo.

Rakyat miskin karena harta mereka dirampas oleh serdadu Romawi. ”Agama pun ikut menindas rakyat. Rakyat miskin disebut karena Allah tidak mencintai mereka. Orang penyakitan, bisu-tuli atau kusta karena Allah mengutuk mereka. Situasi inilah yang menggerakkan Yesus untuk meujudkan keadilan,”  lanjut Uskup.

Terutama hal itu dilihat Yesus ketika orang miskin menyumbangkan semua uangnya di bait Allah. Sementara para polisi bait Allah selalu mencari-cari cacat   hewan kurban yang dibawa umat untuk dipersembahkan (disembelih) sehingga terpaksa mengganti dengan hewan kurban yang diperdagangkan di halaman bait Allah itu. ”Disini harga menjadi sangat mahal. Artinya bait Allah hanya monopoli orang yang mampu membeli hewan kurban yang super mahal itu. Kondisi inilah yang membuat Yesus sangat marah dan mengusir para pedagang itu,” ungkap Mgr. Suharyo.

Di lain pihak ini pula yang menjadi awal ketidak senangan banyak pihak terutama para pemimpin dan pemuka agama yang kehilangan pendapatan. Inilah yang mengancam hidup Yesus, tetapi, lanjut Uskup,  Yesus tidak takut dia tegar untuk menampilkan wajah Allah. ”Umat berdosa tetapi diampuni. Ketidakadilan dijawab dengan cinta kasih. Jadi Yesus tidak berhenti pada mencari kebenaran saja tetapi diikuti dengan pengampunan. Demikian juga keadilan dicari tetapi tidak hanya berhenti pada mencari keadilan melainkan diikuti dengan cinta kasih.

Mgr. Suharyo pun menceritakan contoh kongkrit mengnai mencari kebenaran dan keadilan tetapi tidak berhenti disitu saja melainkan dilanjutkan dengan pengampunan dan kasih. ”Kisah ini luput dari pemberitaan media massa. Di kota Prabumulih, Sumatera Selatan beberapa waktu lalu ada pengadilan terhadap seorang  nenek yang diajukan ke pengadilan karena mencuri ketela sebuah perusahaan besar,” ungkap Uskup.

Rupanya sang nenek mencuri ketela dari perkebunan sebuah perusahaan besar dan ketahuan. Padahal si nenek terpaksa mencuri ketela itu karena anaknya sakit dan cucunya kelaparan.

Oleh sang direktur perusahaan si nenek ditangkap dan dibawa ke polisi dan akhirnya disidang di pengadilan. Oleh jaksa penuntut umum si nenek didakwa bersalah dan harus dihukum untuk memberi pelajaran bagi orang lain juga. Si nenek dituntut penjara  tiga bulan atau bayar denda Rp1 juta.

Sang hakim pun akhirnya memutuskan si nenek dihukum sesuai tuntutan jaksa. Tetapi hakim tidak berhenti disitu. ”Karena kita telah membiarkan nenek ini kelaparan maka kita pun dihukum Rp50.000 per orang,” tegas hakim.  Sang hakim melepas toganya dan memasukkan uang Rp1 juta  ke bentangan toga itu. Kemudian dia menyuruh panitera untuk mengumpulkan denda dari semua pengunjung yang ada di ruang sidang ke dalam bentangan  toga sang hakim termasuk dari direktur perusahaan dan para jaksa penuntut. Setelah dihitung uang terkumpul sebesar Rp3,5 juta. Kemudian Rp1 juta dibayarkan sebagai hukuman bagi sang nenek dan sisianya Rp2,5 juta diberikan kepada sang nenek.

”Semoga dalam menegakkan keadilan kita tidak berhenti hanya sekedar mencari kebenaran dan keadilan, melainkan harus dilanjutkan dengan pengampunan dan kasih. Kasih dan pengampunan adalah juga inti iman kita.  Hanya dengan demikianlah keadilan sosial akan bisa terujud,” tandas Mgr. Suharyo. Selamat meujudkan keadilan sosial…!

 
 
Sonar Sihombing
 
 

Info Gembala Baik KAJ Edisi Kedua 2012

Info Gembala Baik KAJ, edisi kedua 2012

 
 

 
 
 
 

Jadwal Rabu Abu 22 Februari 2012 se-KAJ

Jadwal, Rabu Abu, 22 Februari 2012, se-KAJ, Misa Rabu Abu, Jadwal Misa Rabu Abu tiap Paroki KAJ, Misa Rabu Abu di Paroki Keuskupan Agung Jakarta

 LIHAT Jadwal Misa Rabu Abu 12 Februari (Sore/Malam) dan 13 Februari 2013 (Pagi – Malam)

Di Paroki-Paroki Keuskupan Agung Jakarta

Jadwal, Rabu Abu, 22 Februari 2012, se-KAJ, Misa Rabu Abu, Jadwal Misa Rabu Abu tiap Paroki KAJ, Misa Rabu Abu di Paroki Keuskupan Agung Jakarta
 
 
Paroki Bekasi- St. Arnoldus:
Pk. 06.00, 08.00, 17.00, 19.30
 
Paroki Bidaracina- St. Antonius Padua:
pk. 05.45, 07.30, 16.00, 17.45, 19.30 WIB
 
Paroki Bintaro- St. Matius Penginjil:
Pk. 06.00, 11.00, 17.00, 19.30
Paroki Bintaro Sektor IX- St. Maria Regina:
Pk 06.00, 12.00, 19.30
 
Paroki Bojong Indah- St. Thomas Rasul:
pk. 05.45, 10.00, 12.00, 15.00, 17.30, 20.00 WIB
 
Paroki Cijantung- St. Aloysius Gonzaga:
pk. 06.00, 17.00, 19.30
 
Paroki Cengkareng- Trinitas:
Pk. 17.00, 20.00 WIB
 
Paroki Cilandak- St. Stefanus:
Pk. 05.45, 09.30 (Bhs. Inggris), 12.00, 19.00 WIB
 
Paroki Cililitan- St. Robertus Bellarminus:
pk. 05.30, 06.30, 18.00
 
Paroki Curug- St. Helena:
Pk. 06.00, 17.00, 20.00 WIB
 
Paroki Danau Sunter- St. Yohanes Bosco:
pk. 06.00, 19.00 WIB
 
Paroki Kampung Sawah- St. Servatius:
pk. 05.00, 10.00, 18.00
 
Paroki Katedral- St. Perawan Maria Diangkat Ke Surga:
pk. 06.00, 08.00, 12.00, 17.00, 19.00 WIB
 
Paroki Kelapa Gading- St. Yakobus:
Pk. 06.00, 12.00, 19.00 WIB
Stasi Andreas Kim Tae Gon
Pk. 06.00, 19.00 WIB
Stasi Pegangsaan- St. Yakobus:
Pk. 19.00 WIB
 
Paroki Kemakmuran- Bunda Hati Kudus:
pk. 06.00, 12.00, 17.00, 19.30 WIB
 
Paroki Kemanggisan- Maria Bunda Karmel:
pk. 05.30, 19.00 WIB (Di Gereja dan Auditorium)
Stasi Taman Anggrek – St. Fransiskus Assisi:
Pk. 20.00
Lingkungan Mediterania – St. Laurensius:
Pk. 20.00
 
Paroki Kranji- St. Mikael:
Stasi Harapan Indah- St. Albertus:
Pk. 06.00, 19.00 WIB
 
Paroki Mangga Besar- St. Petrus & Paulus:
pk. 05.45, 12.00, 18.00, 20.00
 
Paroki Pasar Minggu- Keluarga Kudus:
pk. 06.00, 18.00, 20.00
 
Paroki Rawamangun- Keluarga Kudus:
pk. 05.45, 18.30 WIB
 
Paroki Slipi- Kristus Salvator:
Pk. 06.00, 11.30, 17.00, 20.00
 
Paroki Tebet- St. Fransiskus Assisi:
Pk. 06.00, 08.00, 12.00, 18.30
 
Paroki Serpong- St. Monika:
Pk. 06.00, 17.00, 19.30 WIB
 
Paroki Sunter- St. Lukas:
Pk. 05.00, 07.00, 17.00, 20.00
 
Paroki Tangerang- Hati St. Perawan Maria Tak Bernoda:
Pk. 06.00, 17.00, 19.30 WIB
 
Paroki Theresia- St. Theresia:
Pk. 05.45, 07.00, 08.30, 12.00, 18.00, 19.30 WIB
 
Paroki Toasebio- St. Maria Fatima:
Pk. 06.00, 17.30, 19.00
 
Paroki Tebet- St. Fransiskus Assisi:
Pk. 06.00, 08.00, 12.00, 18.30
 
Paroki Cilangkap:
Pk.17.00, Pk 19.30
 
Paroki Cikarang- Ibu Theresa:
Pk. 06.00, 19.00 WIB
Stasi Dadap- St. Vincentius Palloti:
Pk. 19.30
Kapel Kodam- St. Maria Ratu Surga:
Pk. 19.00
 
Paroki Kampung Duri- Damai Kristus:
Pk. 05.30, 17.00, 20.00 WIB
 
Paroki Kramat- Hati Kudus Yesus dan Kapel RS Carolus- St. Carolus Borromeus:
Pk. 05.30 WIB
 
Paroki Kalvari:
Pk. 06.00, 08.00, 17.00, 20.00
TMII (Taman Mini Indonesia Indah):
Pk. 19.00
 
Paroki Matraman – St. Yoseph:
Pk. 05.45, 08.00, 10.00, 17.00, 19.00
 

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2012: “Dipersatukan dalam Ekaristi, Diutus untuk Berbagi”

Para Ibu dan Bapak,

Suster, Bruder, Frater,

Kaum muda, remaja dan anak-anak yang terkasih dalam Kristus,

1. Bersama-sama dengan seluruh Gereja, pada hari Rabu yang akan datang kita memasuki masa Prapaskah. Rasanya pada tahun ini masa Prapaskah tiba amat cepat. Masa Natal yang lalu juga terasa amat singkat, lebih singkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Mungkinkah ini merupakan isyarat bagi kita semua, untuk membaharui semangat dan gaya hidup kita : dari semangat dan gaya hidup yang ditandai pesta-pesta (=masa Natal yang pendek) menuju semangat dan gaya hidup yang semakin terlibat, berbelarasa dan rela bermati raga (=masa Prapaska yang cepat tiba) demi sekian banyak saudari-saudara kita sebangsa setanah air yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir? Saudari-saudara kita ini karena berbagai macam alasan terpaksa hidup tidak sesuai dengan martabatnya sebagai pribadi manusia, citra Allah. Suatu pertanyaan yang menantang kita semua sebagai murid-murid Yesus Kristus untuk kita jawab secara pribadi, dalam keluarga, komunitas dan bersama-sama sebagai warga Keuskupan Agung Jakarta.

 2. Melalui nabi Yesaya Tuhan bersabda, “Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh … Umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-Ku” (Yes 43:19.20). Sabda ini ditujukan kepada umat Allah Perjanjian Lama yang berada dalam pembuangan. Mereka berada jauh dari tanah air mereka, sangat menderita lahir batin. Dalam keadaan terbuang, sebagian dari mereka berpikir tidak ada gunanya percaya kepada Tuhan karena ternyata Dia tidak bisa membela umat-Nya terhadap musuh yang telah mengalahkan mereka. Selain itu tidak sedikit dari antara mereka yang merasa dosa mereka terhadap Tuhan sudah terlalu besar, sehingga Tuhan tidak akan memberikan kesempatan baru lagi. Namun dalam perjalanan waktu ternyata banyak dari antara mereka yang berhasil merebut kedudukan dalam kehidupan politik, sosial maupun ekonomi. Keberhasilan ini membuat mereka lupa atau tidak mau mengingat lagi bahwa mereka adalah umat terpilih yang seharusnya hidup berdasarkan janji Allah. Secara sederhana bisa dikatakan, ketika mereka mempunyai segala-galanya, mereka kehilangan jati diri dan cita-cita sebagai umat terpilih.

 3. Namun tidak semua warga Umat Allah Perjanjian Lama seperti itu. Dari antara mereka ada sekelompok kecil yang bertahan, dan kendati menderita, iman mereka tidak goyah. Dengan sengaja mereka tidak mengejar keberhasilan lahiriah di tanah pembuangan. Mereka terus membangun hidup di atas dasar janji-janji Allah. Mereka inilah yang disebut “sisa Israel”. Kelompok ini mempunyai sejarah yang panjang. Ketika umat Allah Perjanjian lama berpaling dari Tuhan dan menyembah berhala, mereka tetap setia (1 Raj 19:10.14.18). Ketika mereka diijinkan kembali dari pembuangan – sementara sebagian besar tidak mau menggunakan kesempatan ini karena sudah nyaman tinggal di negeri asing – mereka kembali ke tanah terjanji untuk membangun kembali masa depan mereka di atas puing-puing kehancuran. Kelompok mereka kecil – maka disebut “sisa Israel” – namun mereka yakin bahwa jati diri mereka sebagai umat yang dipanggil secara istimewa oleh Allah, tidak terletak pada penampilan lahiriah, melainkan pada cita-cita dan harapan yang mereka sandarkan pada janji Allah. Mereka ini bagaikan tunggul dan sebagaimana dikatakan oleh Nabi Yesaya, “Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah” (11:1; 53:2). Mereka inilah yang akan menghidupkan kembali harapan baru yang oleh nabi Yesaya disebut dengan kiasan sebagai “jalan di padang gurun … sungai-sungai di padang belantara” (43:19). Mereka ini pulalah yang disebut umat yang “Kubentuk bagi-Ku yang akan memberitakan kemasyhuran-Ku” (Yes 43:21). Dalam suratnya kepada jemaat di Roma Rasul Paulus menegaskan keberadaan kelompok ini : “Demikian juga pada waktu ini ada tinggal satu sisa, menurut pilihan kasih karunia” (11:5). Dalam bahasa sehari-hari kita sekarang, mereka disebut “komunitas kontras” atau “komunitas alternatif”.

Saudari-saudaraku yang terkasih,

 4. Sebagai murid-murid Kristus, sebagai warga Gereja Katolik, kita pun mempunyai jati diri yang sangat istimewa dan khusus. Jati diri kita adalah Ekaristi, yang kita imani sebagai sumber dan puncak hidup Kristiani (bdk LG 11). Maksudnya, sebagaimana roti Ekaristi diambil, diberkati, dipecah-pecah dan dibagi-bagi, kita pun adalah pribadi-pribadi yang dipilih oleh Allah, diberkati agar dapat dipecah-pecah yang dibagi-bagi bagi dunia. Inilah jati diri kita. Atas dasar keyakinan inilah dirumuskan tema Aksi Puasa Pembangunan Keuskupan Agung Jakarta 2012 : “Dipersatukan Dalam Ekaristi – Diutus Untuk Berbagi”. Dengan pedoman tema Aksi Puasa Pembangunan ini, kita bersama-sama ingin mewujudkan atau mengaktualisasikan jati diri kita.

 5. Perayaan Ekaristi terdiri dari empat bagian. Bagian pembuka mengajak kita menyadari bahwa kita adalah bagian dari umat manusia yang terpecah-pecah karena dosa. Maka kita mengawali Perayaan Ekaristi dengan mengakui dosa-dosa kita – bukan hanya dosa pribadi kita, melainkan juga dosa umat manusia. Ibadat Sabda memberi kesempatan penuh rahmat kepada kita yang berhimpun untuk membaca dan mengartikan keadaan hidup kita itu dalam terang Sabda Allah. Sabda Allah yang kita dengarkan bukanlah sekedar informasi yang diteruskan (=informatif), melainkan kekuatan yang membangun dan mempersatukan (=formatif dan transformatif). Dengan memasuki Liturgi Ekaristi, kita diikutsertakan dalam karya penyelamatan Allah yang memulihkan segala sesuatu dalam sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus. Bagian ini bermuara pada komuni – dari kata communio yang secara harafiah berarti persatuan. Itulah buah utama karya penyelamatan Allah, yaitu bahwa kita dipersatukan kembali : yang bermusuhan didamaikan; yang tercerai berai dikumpulkan; yang terpisah dihimpun kembali. Setelah dipulihkan dan dipersatukan, menyusul perutusan, yang merupakan bagian terakhir dari Perayaan Ekaristi. Kita diutus untuk berbagi kehidupan.

Saudari-saudaraku yang terkasih,

 6. Bersama-sama dengan para imam, saya pribadi sangat bersyukur karena boleh melayani umat Keuskupan Agung Jakarta ini. Amat sangat banyak kisah mengenai kerelaan berbagi dan kemurahan hati umat Keuskupan Agung Jakarta dalam berbagai wujudnya : baik yang ditulis maupun tidak ditulis, baik yang diceritakan ataupun tidak diceritakan, baik yang ditujukan kepada umat sendiri ataupun masyarakat yang lebih luas,  baik untuk keperluan-keperluan di Keuskupan Agung Jakarta sendiri maupun bagi wilayah-wilayah gerejawi yang lain yang tersebar di seluruh nusantara, baik yang dijalankan bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Peranan para Ibu/Bapak/Suster/Bruder/Frater/adik-adik kaum muda, anak-anak dan remaja dalam hal ini ikut menentukan wajah Gereja Keuskupan Agung Jakarta : Gereja yang memancarkan kasih, kebaikan dan kemurahan hati Allah. Terima kasih tak terhingga atas kebaikan, kemurahan hati dan kerelaan Anda sekalian untuk berbagi kehidupan.

 7. Sementara itu kita semua tahu bahwa peran seperti ini tidak akan pernah selesai kita jalankan dan menantang kita semua untuk semakin kreatif mencari bersama-sama bentuk-bentuknya yang baru. Semoga semangat Ekaristi yang kita gali dan dalami selama Tahun Ekaristi ini memberikan inspirasi dan kekuatan kepada kita semua untuk membangun jati diri kita sebagai “komunitas Ekaristis”, “komunitas alternatif” atau “komunitas kontras” yang terus berkembang karena dipersatukan dalam Ekaristi dan diutus untuk berbagi. Semoga dengan demikian kita sungguh menjadi umat yang selalu memberitakan kebaikan dan kasih Allah (bdk.Yes 43:21). Semoga berkat kekuatan Allah kita berkembang dalam kemurahan hati dan kerelaan berbagi yang – siapa tahu – membuat orang lain akan berkata, “Yang begini belum pernah kita lihat” (Mrk 2:12). Salam dan semoga Anda semua, keluarga-keluarga dan komunitas Anda selalu dilimpahi berkat, perlindungan dan damai sejahtera.

Jakarta, Februari 2012

 + I. Suharyo

Uskup Keuskupan Agung Jakarta

Pesan Bapa Suci Benediktus XVI untuk Masa Prapaskah 2012

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2013

Catatan: Berikut ini adalah terjemahan tidak resmi (unofficial  translation)  pesanBapa Suci Benediktus XVI untuk masa prapaskah 2012, yang diterjemahkan oleh katolisitas.org dari dokumen aslinya dalam Bahasa Inggris, seperti yang tertulis di sini –silakan klik. Mohon agar pengutipan terjemahan ini dapat menyertakan sumbernya, yaitu: www.katolisitas.org, sehingga usulan atau masukan dapat disampaikan kepada kami.

PESAN BAPA SUCI BENEDIKTUS XVI
UNTUK MASA PRAPASKAH 2012


“Dan  marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik“ (Ibr 10:24).

Saudara dan saudari yang terkasih,
Masa Prapaskah sekali lagi memberikan kepada kita sebuah kesempatan untuk merenungkan inti terdalam dari kehidupan seorang Kristen, yaitu: perbuatan amal kasih. Ini adalah waktu yang tepat untuk memperbaharui perjalanan iman kita, baik sebagai seorang individu maupun sebagai bagian dari komunitas, dengan bimbingan Sabda Tuhan dan sakramen-sakramen Gereja. Perjalanan ini adalah perjalanan yang ditandai dengan doa dan berbagi, hening dan berpuasa, sebagai antisipasi menyambut sukacita Paskah.

Tahun ini saya ingin mengajukan beberapa pemikiran dalam terang ayat-ayat Kitab Suci yang diambil dari Surat kepada umat Ibrani: “Dan marilah kita kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik”. Kata-kata ini adalah bagian dari perikop di mana sang penulis surat yang kudus menghimbau kita untuk menaruh kepercayaan di dalam Yesus Kristus sebagai Imam Agung yang telah memenangkan pengampunan Allah bagi kita dan membuka jalan kepada Tuhan. Mengimani Kristus membuat kita mampu menghasilkan buah di dalam hidup yang ditopang oleh tiga kebaijkan teologis: hal itu berarti menghampiri Tuhan “dengan hati tulus dan penuh iman (ay.22), tetap “teguh dalam harapan yang kita nyatakan” (ay.23) dan senantiasa berusaha untuk menjalani hidup yang dibangun di atas “cinta kasih dan pekerjaan-pekerjaan baik” (ay.24), bersama dengan saudara dan saudari kita. Sang penulis surat tersebut menyatakan bahwa untuk mempertahankan hidup yang dibentuk oleh Injil, adalah penting untuk berpartisipasi secara aktif dalam liturgi dan doa bersama komunitas, dengan mengingat akan tujuan eskatologis untuk bersatu secara penuh dengan Tuhan (ay.25). Di sini saya ingin membuat refleksi atas ayat 24, yang memberikan pengajaran yang ringkas, bernilai, dan tepat di segala zaman, atas tiga aspek hidup Kristiani, yaitu: kepedulian kepada sesama, kasih timbal balik, dan kekudusan pribadi.

1. “Dan  marilah kita saling memperhatikan..” : tanggung jawab terhadap para saudara dan saudari kita.
Aspek pertama adalah sebuah undangan untuk “peduli” : kata kerja bahasa Yunani yang dipakai di sini adalah katanoein, yang artinya adalah untuk memeriksa (menyelidiki), untuk menaruh perhatian, untuk mengamati dengan seksama dan percaya akan sesuatu. Kita menjumpai kata ini di dalam Injil ketika Yesus mengundang para murid untuk “memperhatikan” burung-burung gagak, yang tanpa bekerja keras, berada di tengah perhatian dan pemeliharaan Penyelenggaraan Ilahi (bdk. Luk 12:24) dan untuk “memeriksa” balok di dalam mata kita sendiri sebelum mengeluarkan selumbar dari mata saudara kita (bdk. Luk 6:41). Di dalam ayat yang lain dari Surat kepada orang-orang Ibrani, kita menemukan ajakan untuk “mengarahkan pikiranmu kepada Yesus” (3:1), Rasul dan Imam Besar dari iman kita. Maka kata kerja yang mengantar pengajaran kita mengatakan kepada kita untuk memperhatikan sesama, pertama-tama kepada Yesus, untuk saling memperhatikan satu sama lain, dan tidak tinggal dalam keterasingan serta sikap acuh tak acuh kepada keadaan sesama kita. Namun demikian, terlalu sering sikap yang kita tunjukkan justru sebaliknya: yaitu pengabaian dan keacuhan yang lahir dari keegoisan yang disamarkan sebagai tindakan menghargai “privasi”. Saat ini pun, suara Tuhan meminta kita semua untuk saling memperhatikan satu sama lain. Bahkan hari ini, Tuhan meminta kita untuk menjadi “penjaga” saudara dan saudari kita (Kej 4:9), untuk membangun suatu relasi yang didasarkan atas kepedulian satu sama lain dan perhatian kepada kesejahteraan integral jasmani dan rohani dari sesama kita. Perintah yang utama untuk mengasihi satu sama lain menuntut kita untuk mengenali tanggung jawab kita kepada sesama yang, sebagaimana halnya kita sendiri, adalah ciptaan dan anak-anak Tuhan sendiri. Menjadi saudara dan saudari dalam kemanusiaan dan, dalam banyak hal,  juga dalam iman, selayaknya menolong kita untuk mengenali di dalam diri sesama kita, sebuah kebalikan dari diri kita (alter ego), yang dicintai tanpa batas oleh Tuhan. Jika kita menanamkan pada diri kita cara ini yang memandang sesama sebagai saudara dan saudari kita, maka solidaritas, keadilan, belas kasihan dan bela rasa akan secara alamiah berkembang di dalam hati kita. Sang Pelayan Tuhan Paus Paulus VI pernah menyatakan bahwa dunia saat ini menderita terutama karena kurangnya persaudaraan: “Kebudayaan umat manusia sedang sangat sakit. Penyebabnya bukanlah karena berkurangnya sumber-sumber daya alam, dan bukan juga karena kontrol monopoli dari segelintir orang: melainkan lebih karena melemahnya ikatan persaudaraan di antara pribadi-pribadi dan di antara bangsa-bangsa (Populorum Progressio, 66).

Kepedulian kepada sesama berkaitan juga dengan menginginkan segala yang baik untuk mereka dari setiap sudut pandang: baik fisik, moral, maupun spiritual. Budaya kontemporer nampaknya telah kehilangan naluri untuk membedakan yang baik dari yang jahat, namun disadari tetap ada suatu kebutuhan yang nyata untuk menyatakan kembali bahwa kebaikan itu ada dan akan mengatasi [yang jahat], karena Allah “baik dan berbuat baik” (Mzm 119:68). Kebaikan adalah segala sesuatu yang bersifat memberi, melindungi, dan menjunjung tinggi kehidupan, persaudaraan, dan persekututuan. Maka tanggung jawab kepada sesama berarti menginginkan dan mengusahakan kebaikan sesama, dalam harapan bahwa mereka pun menjadi mudah menerima kebaikan dan tuntutan- tuntutannya. Peduli kepada sesama berarti menjadi peka akan kebutuhan-kebutuhan mereka. Injil Suci memperingatkan kita akan bahaya bahwa hati kita dapat menjadi keras karena “ketidaksadaran spiritual”, yang membuat kita tidak peka dan mati rasa terhadap penderitaan sesama. Penulis Injil Lukas mengaitkan dua perumpaan Yesus dengan membuat contoh. Di dalam perumpamaan tentang Orang Samaria yang Baik Hati, sang imam dan sang orang Lewi lewat begitu saja,  tidak peduli akan keberadaan seseorang yang dirampok dan dipukuli oleh para perampok (bdk. Luk 10:30-32). Dalam kisah perumpamaan Orang Kaya dan Lazarus yang Miskin, si orang kaya tidak peduli pada kemiskinan Lazarus, yang sedang kelaparan hingga sekarat di depan pintu rumahnya yang ada di depan matanya (bdk. Luk 16:19). Kedua perumpamaan tersebut menunjukkan contoh-contoh kebalikan dari  “menjadi peduli”, yaitu sikap menaruh perhatian kepada sesama dengan penuh cinta dan belas kasihan. Apa yang menghalangi pandangan kemanusiaan dan penuh cinta kepada saudara dan saudari kita ini? Seringkali, penyebabnya adalah kepemilikan kekayaan materi dan perasaan berkecukupan akan segala sesuatu, namun bisa juga penyebabnya adalah kecenderungan untuk meletakkan segala kepentingan/ keinginan, dan masalah kita sendiri di atas semua yang lain. Kita tak pernah boleh gagal untuk “menunjukkan belas kasihan” kepada mereka yang menderita. Hati kita tak pernah boleh terlalu terbungkus rapat oleh urusan-urusan dan masalah-masalah kita sehingga hati kita tak mampu mendengar jeritan kaum miskin. Kerendahan hati dan pengalaman pribadi akan penderitaan dapat membangkitkan dalam diri kita, suatu naluri belas kasihan dan empati. “Orang benar mengetahui hak orang lemah, tetapi orang fasik tidak memahaminya” (Ams 29:7). Kita kemudian dapat memahami sikap dari “mereka yang meratap” (Mat 5:5), mereka yang mampu melihat melampaui diri sendiri dan merasakan belas kasihan terhadap penderitaan orang lain. Menjangkau orang lain dan membuka hati kita kepada kebutuhan-kebutuhan mereka dapat menjadi sebuah kesempatan bagi  keselamatan dan keadaan terberkati.

“Menjadi peduli satu sama lain” juga mengikutsertakan sikap menaruh perhatian pada kesejahteraan jasmani dan rohani satu sama lain. Di sini saya ingin menyebutkan sebuah aspek hidup Kristiani, yang saya percaya telah cukup terlupakan selama ini: koreksi persaudaraan dalam pandangan keselamatan abadi. Dewasa ini, secara umum, kita menjadi sangat peka kepada gagasan perbuatan amal kasih dan kepedulian kepada kesejahteraan fisik dan materi dari sesama, namun hampir sepenuhnya diam mengenai tanggung jawab spiritual kita kepada saudara dan saudari kita. Hal ini tidak menjadi persoalan di dalam jemaat Gereja perdana atau di dalam komunitas yang telah sangat dewasa dalam iman, [yaitu] mereka yang peduli tidak hanya terhadap kesehatan fisik sesama mereka, tetapi juga terhadap kesehatan spiritual dan kehidupan kekal mereka. Kitab Suci berkata kepada kita: “Janganlah mengecam seorang pencemooh, supaya engkau jangan dibencinya, kecamlah orang bijak, maka engkau akan dikasihinya” (Ams 9:8). Kristus sendiri memerintahkan kita untuk menasehati saudara kita yang berbuat dosa (bdk. Mat 18:15). Kata yang dipergunakan untuk mengekpresikan koreksi persaudaraan – elenchein – adalah sama seperti yang biasa digunakan untuk menunjukkan misi kenabian dari orang-orang Kristen untuk menentang generasi yang mengikuti kejahatan (bdk. Ef 5:11). Tradisi Gereja juga memasukkan “memberi nasehat kepada para pendosa” di antara karya-karya karitatif rohani (belas kasihan secara rohani). Adalah penting untuk mengembalikan dimensi ini dari perbuatan amal kasih Kristiani. Kita tidak boleh tinggal diam dalam menghadapi kejahatan. Saya berpikir tentang semua umat Kristen itu yang,  karena pertimbangan manusiawi atau semata-mata karena pertimbangan kenyamanan pribadi, memilih berkompromi dengan mentalitas yang umum, daripada mengingatkan saudara dan saudarinya terhadap cara berpikir dan bertindak yang bertentangan dengan kebenaran dan yang tidak mengikuti jalan kebaikan. Menasehati secara Kristiani, tidak pernah dimotivasi oleh semangat menuduh atau menuntut balas, melainkan selalu digerakkan oleh cinta dan belas kasihan, dan tumbuh dari kepedulian yang tulus, demi kebaikan orang lain. Sebagaimana Rasul Paulus mengatakan:”Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.” (Gal 6:1). Di dalam dunia yang diliputi oleh semangat individualisme, adalah esensial untuk menemukan kembali pentingnya koreksi persaudaraan, sehingga bersama-sama kita dapat berjalan menuju kekudusan. Kitab Suci mengatakan pada kita bahwa  bahkan “tujuh kali orang benar jatuh” (Ams 24:16); semua dari kita adalah lemah dan tak sempurna (bdk. 1 Yoh 1:8). Maka, adalah suatu bentuk pelayanan yang amat berarti, untuk membantu sesama kita, dan mengizinkan mereka membantu kita, sehingga kita dapat terbuka terhadap seluruh kebenaran mengenai diri kita, memperbaiki diri kita dan berjalan dengan lebih setia di jalan Tuhan. Selalu akan ada kebutuhan terhadap sebuah pandangan yang penuh kasih dan mengingatkan, yang mengetahui dan memahami, yang membedakan secara bijak dan mengampuni (bdk. Luk 22:61), sebagaimana yang Tuhan telah kerjakan dan masih akan terus mengerjakannya di dalam diri kita masing- masing.

2. “Saling memperhatikan satu sama lain”: sebuah karunia kasih timbal balik”
Panggilan untuk “menjaga” sesama kita adalah berkebalikan dengan mentalitas yang, dengan mengurangi nilai hidup hanya kepada dimensi duniawinya saja, gagal untuk melihatnya dalam perspektif eskatologis dan menerima sembarang pilihan moral apapun atas nama kebebasan pribadi. Masyarakat seperti masyarakat kita dapat menjadi buta terhadap penderitaan fisik dan tuntutan spiritual dan moral kehidupan. Hal ini tak boleh terjadi dalam komunitas Kristiani! Rasul Paulus mendorong kita untuk mengejar “apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun” (Rom 14:19) demi kebaikan sesama, “untuk mendukung satu sama lain” (Rom 15:2), mencari bukan keuntungan pribadi melainkan lebih kepada “kebaikan setiap orang yang lain, sehingga mereka dapat diselamatkan” (1Kor 10:33). Koreksi yang saling membangun, dukungan dalam semangat kerendahan hati, dan perbuatan amal kasih harus menjadi bagian dari kehidupan komunitas Kristiani.

Murid-murid Tuhan, dipersatukan dengan Dia melalui Ekaristi, hidup dalam persaudaraan yang menyatukan mereka satu dengan yang lain sebagai anggota-anggota dari satu tubuh. Hal ini berarti bahwa sesama adalah bagian dari diriku, dan bahwa hidupnya, keselamatannya, berkaitan dengan hidup dan keselamatanku sendiri. Di sini kita menyentuh aspek yang mendasar dari persekutuan: keberadaan kita berkaitan erat dengan keberadaan orang lain, baik dalam suka maupun duka. Baik dosa-dosa kita maupun perbuatan-perbuatan kasih kita, sama-sama mempunyai dimensi sosial. Hubungan kasih timbal balik ini nampak di dalam Gereja, tubuh mistik Kristus: komunitas tersebut senantiasa melakukan pertobatan, dan memohon pengampunan atas dosa-dosa anggotanya, namun juga tak pernah gagal untuk bersukacita dalam teladan-teladan kebajikan dan perbuatan amal kasih yang hadir di tengah-tengahnya. Sebagaimana St. Paulus berkata: “supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan (1 Kor 12:25), sebab kita semua adalah anggota dari satu tubuh. Perbuatan amal kasih kepada saudara dan saudari kita – sebagaimana dinyatakan dalam pemberian derma, sebuah perbuatan yang diiringi dengan doa dan puasa, adalah perbuatan yang menjadi ciri khas masa Prapaskah – berakar dari kepemilikan bersama. Umat Kristiani juga dapat menyatakan keanggotaannya di dalam satu tubuh yang adalah Gereja melalui kepedulian yang konkrit bagi mereka yang paling miskin dari yang miskin. Kepedulian kepada satu sama lain juga berarti mengakui kebaikan yang sedang dikerjakan Tuhan dalam diri sesama dan menaikkan ucapan syukur atas keajaiban rahmat di mana Allah Yang Maha Besar di dalam segala kebaikan-Nya terus menerus menggenapinya di dalam diri anak-anak-Nya. Ketika umat Kristen memandang bahwa Roh Kudus sedang terus bekerja di dalam diri sesama, mereka tidak dapat berbuat yang lain selain bersukacita dan memuliakan Allah Bapa di surga (bdk. Mat
5:16).
3. “Supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik”: berjalan bersama dalam kekudusan.
Kata-kata dari Surat kepada orang Ibrani ini (10:24) mendorong kita untuk merefleksikan panggilan universal kepada kekudusan, sebuah perjalanan yang terus menerus dari kehidupan spiritual sebagaimana kita mengusahakan untuk memperoleh karunia-karunia spiritual yang lebih utama dan kepada perbuatan amal kasih yang lebih bermakna dan berhasil guna (bdk. 1 Kor 12:31-13:13). Menjadi peduli satu sama lain selayaknya menggerakkan kita kepada kasih yang bertambah dan lebih efektif di mana, “seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari” (Ams 4:18), membuat kita hidup setiap hari sebagai antisipasi akan datangnya hidup kekal yang menantikan kita di dalam Tuhan. Waktu yang dikaruniakan kepada kita dalam hidup ini adalah berharga untuk menilai secara bijaksana dan menampilkan perbuatan-perbuatan yang baik dalam cinta kasih kepada Tuhan. Dengan cara ini, Gereja sendiri senantiasa tumbuh kepada kedewasaan penuh di dalam Kristus
(bdk. Ef 4:13). Ajakan kita untuk mendorong satu sama lain untuk meraih kepenuhan cinta dan perbuatan baik berada di dalam prospek pertumbuhan yang dinamis ini.

Sayangnya, senantiasa ada godaan untuk menjadi suam-suam kuku, untuk memadamkan Roh, untuk menolak menanamkan berbagai talenta yang telah kita terima, demi kebaikan kita sendiri dan kebaikan sesama kita (lih. Mat 25:25–). Semua dari kita telah menerima kekayaan spiritual atau material yang dimaksudkan untuk digunakan bagi kepenuhan rencana Allah, demi kebaikan Gereja dan demi keselamatan kita sendiri (bdk. Luk 12:21b; 1 Tim 6:18). Pakar-pakar rohani mengingatkan kita, bahwa dalam kehidupan beriman, mereka yang tidak bertumbuh akan dengan sendirinya mengalami kemunduran. Saudara dan saudari yang terkasih, marilah kita menerima undangan ini, hari ini, seperti tak ada waktu lain yang lebih baik, untuk menuju ke “standar yang tinggi dari kehidupan Kristiani” (Novo Millennio Ineunte, 31). Kebijaksanaan Gereja dalam mengenali dan memproklamasikan orang-orang Kristen tertentu yang luar biasa sebagai Yang Terberkati dan para Santo/a juga dimaksudkan untuk menginspirasi sesama agar mencontoh kebajikan mereka. Santo Paulus menghimbau kita untuk “saling mendahului dalam memberi hormat” (Rom 12:10).

Dalam dunia yang menuntut dari umat Kristen sebuah kesaksian yang diperbaharui akan cinta dan kesetiaan kepada Tuhan, kiranya kita semua merasakan kebutuhan yang mendesak untuk saling mendahului dalam berbuat amal kasih, pelayanan dan pekerjaan-pekerjaan baik (bdk. Ibr 6:10). Permohonan ini terutama ditekankan dalam bulan yang suci ini sebagai persiapan Paskah. Sebagaimana saya menaikkan harapan-harapan yang baik dalam doa-doa saya demi masa Prapaskah yang penuh berkat dan menghasilkan banyak buah, saya mempercayakan Anda semua dalam perantaraan doa Bunda Maria Tetap Perawan dan dengan penuh kehangatan saya memberikan Berkat Apostolik saya.

Dari Vatikan, 3 November 2011
Bapa Paus Benediktus XVI
Diambil dari www.katolisitas.org

Terbaru

Populer