Home Blog Page 144

Riwayat Satu Abad Katedral Jakarta

Gereja Katedral Jakarta yang berdiri kokoh di sebelah utara Lapangan Banteng ternyata menyimpan banyak cerita menarik. Bangunan dengan arsitektur neo-Gotik — yang terletak berseberangan dengan Masjid Istiqlal ini merupakan salah satu gedung cagar budaya paling menawan di Jakarta.

Gereja Katedral Jakarta memiliki sebuah museum yang bisa dikunjungi semua kalangan. Setelah membaca sebuah berita yang menyatakan Museum Katedral Jakarta dinobatkan sebagai museum terbaik di Jakarta untuk kategori pelestarian cagar budaya, saya langsung berkunjung ke museum itu.

Museum Katedral Jakarta berada di balkon ruang utama gereja yang biasa digunakan untuk misa. Lantai balkon itu dahulu digunakan untuk koor gereja, namun kini dimanfaatkan untuk memajang koleksi museum. Dari lantai balkon ini bisa disaksikan ruang utama Katedral Jakarta yang digunakan untuk beribadah.

Gereja Katedral Jakarta sendiri mulai didirikan pada 1891 untuk mengganti gereja lama yang runtuh pada 9 April 1890 (hanya beberapa hari menjelang perayaan Paskah). Pembangunannya menemui banyak sekali kendala, bahkan sempat terhenti karena kekurangan dana. Pembangunan Katedral Jakarta baru selesai 10 tahun kemudian, yakni pada 1901.

Riwayat Katedral Jakarta yang panjang itu terangkum rapi dalam koleksi museum. Saat ini ada sekitar 400 koleksi yang dipamerkan, semuanya barang-barang milik pastoran Katedral Jakarta dan ada juga koleksi hasil sumbangan dari pihak tertentu.

Ibu Lusi, salah seorang pengurus Museum Katedral Jakarta, berbaik hati mengantar saya berkeliling museum. Di antara ratusan koleksi museum, perhatian saya langsung tertuju pada pakaian rohaniwan Katolik yang tersimpan dalam beberapa kotak kaca. Dalam kotak kaca itu tersimpan jubah, topi dan kasula berbagai warna.

Kasula adalah lapisan terluar busana yang dikenakan rohaniwan Katolik. Warna kasula yang dikenakan seorang pastor memiliki makna tertentu. Kasula berwarna putih biasanya dipakai untuk ibadah sehari-hari, sedangkan ungu dan merah digunakan untuk acara duka cita seperti misa tutup peti dan paskah, lanjutnya lagi.

Koleksi lainnya yang cukup menarik adalah tongkat Paus Paulus VI dan piala Paus Yohanes Paulus II yang sengaja ditinggal untuk kenang-kenangan saat mereka berkunjung ke Indonesia. Ada juga lukisan bergambar gereja karya Kusni Kasdut yang terbuat dari pelepah pisang (Kusni Kasdut adalah seorang penjahat kelas kakap yang dihukum mati pada 1980.).

Saya juga sangat tertarik dengan koleksi relikui yang dipajang dalam kotak kecil dari kaca. Relikui adalah benda-benda peninggalan atau sisa-sisa tubuh orang kudus yang sudah meninggal, misalnya potongan pakaian, rambut dan serpihan tulang. Benda-benda ini ditaruh dalam wadah kecil berbentuk bundar dan biasanya ditempatkan dalam altar.

Barang-barang lain yang turut dipamerkan antara lain mebel antik, alat musik, patung, jam bandul, buku doa, foto-foto tua, serta perlengkapan yang biasa digunakan umat Katolik untuk beribadah. Pendek kata, koleksi museum ini sangat lengkap dalam menjelaskan tradisi Katolik.

Dari balkon, saya beranjak ke lantai pertama yang merupakan ruangan tempat beribadah. Ruang utama Gereja Katedral Jakarta ini agak gelap, kecuali bagian altarnya. Ini merupakan simbolisasi bahwa bagian terpenting dari sebuah gereja adalah altarnya. Dinding ruang utama gereja ini dihiasi lukisan dari potongan keramik yang menggambarkan kehidupan Yesus.

Langit-langit Gereja Katedral Jakarta terbuat dari kayu jati supaya tidak mudah roboh saat terjadi gempa bumi. Menaranya juga hanya terbuat dari rangka besi, bukan beton seperti umumnya gereja di Eropa.

Gereja Katedral Jakarta memiliki dua menara utama yang disebut Menara Daud dan Menara Gading. Sekilas bentuk kedua menara itu terlihat sama, namun kalau diperhatikan lebih seksama ternyata berbeda. Menara Gading diapit oleh empat menara kecil berbentuk lancip, sedangkan Menara Daud berbentuk seperti benteng yang melambangkan Benteng Daud. Menara lainnya yang lebih kecil disebut Angelus Dei, letaknya di belakang dua menara utama.

Kalau Anda tertarik dengan sejarah Katedral Jakarta serta ingin mengenal lebih dekat tradisi Katolik, silahkan berkunjung ke Museum Katedral Jakarta. Sayangnya, museum ini tidak buka pada akhir pekan.

Museum Katedral Jakarta
Jl. Katedral 7B, Jakarta Pusat
Telp.: (021) 3519 186, Faks.: (021) 3509 952
Jam buka: Senin, Rabu, Jumat, pukul 10.00-12.00 WIB
Tiket masuk: gratis
Pengunjung harus berbusana rapi dan sopan

Source: http://id.berita.yahoo.com/riwayat-satu-abad-katedral-jakarta.html

Info Gembala Baik KAJ Edisi Keenam 2012

INFO GEMBALA baik kaj eds 6

 
 

 
 
 

Pelatihan Jurnalistik Angkatan 5 – Agenda 18

Pelatihan Jurnalistik Angkatan 5-Agenda 18
7 Juli – 4 Agustus 2012 (kelas setiap hari sabtu)
Lokasi: Wisma Adisucipto Rawamangun Jakarta Timur

Pembicara:
Ignatius Haryanto (penulis, Direktur LSPP), Ayu Utami ( penulis novel), Yophiandi (wartawan TEMPO), Maria D. Andriana (Manager Pengembangan Pendidikan Jurnalisme ANTARA), Heribertus Suharyanto (penulis dan editor independen), Agnes Rita (wartawan KOMPAS)

Biaya kontribusi : Rp. 250.000

Pendaftaran & Info lebih lanjut : www.agenda18.web.id
Email : agendadelapanbelas@gmail.com

Kontak : Hanni (085210439993) & Vic (0856 1963829)

Mari mulai pengalaman Jurnalistik-mu bersama kami.

Salam,

Agenda 18
‘Escribir Para Siempre’ ~ ‘Menulis Selamanya’

.

Film SOEGIJA Baik Bagi Generasi Muda: Dua Jempol Wapres untuk SOEGIJA

film soegija

film soegija WAKIL Presiden Boediono, rupanya sangat terkesan dan menikmati betul sekuens cerita dan nuansa jaman perjuangan yang terekam dalam Film SOEGIJA. “Saya acungkan dua jempol,” tandas Boediono, usai menonton Film SOEGIJA di Studio XXI, Epicentrum, Kuningan, Jakarta, Selasa (19/06/2012) malam.
Menurut Boediono, film garapan sutradara Garin Nugroho ini, dirancang sedemikian rupa, sehingga mampu merekam dan menghadirkan nuansa pada masa perjuangan tahun 1940-an. “Nampak jelas peran Soegija pada jaman yang bergejolak saat itu,” kata Wapres.
Boediono pun mengakui, film yang sarat dimensi humanisme, pluralisme dan nilai kejuangan ini sangat baik untuk generasi muda. Apalagi bagi mereka yang tidak sempat merasakan perjuangan di masa penjajahan Belanda, maupun Jepang.
Film SOEGIJA yang mengangkat kisah Monsinyur (Mgr) Albertus Soegijapranata, sebagai uskup pribumi pertama di Nusantara, sarat dengan kepedulian akan nasib bangsanya. Sedangkan kisah kepahlawanan Soegija, selalu menekankan cara-cara diplomasi dan negosiasi dengan mengedepankan dimensi kemanusiaan.
Sehingga Uskup yang dikenal dengan prinsipnya, 100 % Katolik, 100 % Indonesia, berhasil memperjuangkan adanya pengakuan kemerdekaan Indonesia di dunia Internasional, hingga Vatikan menjadi negara pertama yang mengakui.
Selain ditemani Ibu Wapres Herawati, beberapa anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II juga ikut menonton bersama Wakil Presiden (Wapres) Boediono, diantaranya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Marie Elka Pangestu, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, serta Kepala BNN Gories Mere.
 
Source: http://matanews.com/2012/06/19/jempol-wapres-untuk-soegija/

Pastor Paroki Asisi Tebet Menerima Hadiah Kalpataru

Pada 5/6, Hari Lingkungan Hidup se-Dunia 2012. Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menyerahkan penghargaan Kalpataru kepada para pegiat lingkungan hidup. Salah seorang diantara penerima penghargaan tertinggi di bidang pelestarian lingkungan hidup di Indonesia itu adalah   Pastor Samuel Oton Sidin OFMCap. Pastor Samuel berasal dari Dusun Gunung Benuah, Desa Teluk Bakung, Kec. Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Pastor dari Ordo Kapusin ini terpilih untuk Kategori Pembina Lingkungan.
Pater Samuel OFMCap kini bertugas sebagai pastor kepala Paroki Santo Fransiskus Asisi, Tebet, Menteng Dalam, Jakarta Selatan KAJ. Pastor yang sederhana  ini  telah dipercaya oleh para anggota orodonya sebagai pimpinan (Provinsial) mereka untuk wilayah Kalimantan selama tiga periode. Setelah menyelesaikan jabatan provinsial ke tiga kalinya ini dia pindah tugas ke Jakarta.

Pater Samuel dinilai berhak menerima pengharagaan itu karena telah melakukan berbagai hal di areal seluas 90 ha di wilayahnya.
Antara lain Pater Samuel telah menanami kembali lahan kritis yang pernah terbakar sehingga mengakibatkan lahan gundul. Di lahan itu dia juga  melestarikan jenis-jenis buah, khususnya yang asli Kalimantan dan jenis-jenis kayu khas Kalimantan. Dengan usaha keras Pater Samuel  mencari bibit dari berbagai tempat dan menanamnya pada lahan yang tersedia. Di areal yang sama dia membuat pembibitan jenis tanaman langka (kayu-kayuan, bambu, buah-buahan dan rotan).

Disitu pula dia  mendirikan “Komunitas Centre” untuk pemberdayaan masyarakat. Kegiatan itu antara lain memberi penyuluhan dan sosialisasi tentang pelestarian alam, membuat konservasi keanekaragaman hayati areal hutan yang produktif, baik yang berupa rawa-rawa pada tanah datar maupun tanah perbukitan, menyiapkan bibit entrys karet untuk masyarakat sekitar, menciptakan sebuah arboretum/museum lingkungan hidup yang berfungsi sebagai tempat praktek lapangan, penelitian dan lapangan kerja baru bagi para pecinta dan pemerhati lingkungan, dan melakukan penangkaran fauna langka jenis landak.

Sonar Sihombing

Paus Bertemu Orang-Orang Muda di Milan : “Tentang Peran Roh Kudus”

Sebagai bagian dari kunjungan Apostoliknya di Milan, Italia, Paus Benediktus XVI bertemu dengan orang-orang muda yang sedang menyiapkan diri untuk menerima Sakramen Krisma maupun yang telah menerima Sakramen tersebut.

 

Pada Sabtu pagi, 2/6, di Stadion San Siro, Milan, Bapa Suci berbicara tentang karunia-karunia Roh Kudus, “Roh Kudus adalah suatu karunia yang sangat nyata yang akan mengubah kalian (Orang-orang Muda) menjadi seorang Kristiani sejati, untuk hidup dalam Injil Suci dan aktif dalam komunitas-komunitas kristiani.” Melalui karunia rahmat ini, Bapa Suci melanjutkan, Orang-orang Muda akan masuk semakin lebih intim dalam relasi hubungan dengan Kristus.

“Hidup Kristiani,” ungkap Bapa Suci, “adalah sebuah perjalanan mendaki ‘Pegunungan’ dalam mencapai kesatuan hidup dengan Kristus. Dengan ‘Hadiah yang Sangat Berharga’ (Roh Kudus) ini, maka persahabatan Anda dengan-Nya akan semakin lebih intim, dan benar.”

“Belajarlah untuk berdialog dengan Dia,” ujar Paus Beneditus, “Percayalah pada-Nya; Katakan pada-Nya kegembiraanmu dan juga kecemasaanmu. Mintalah pada-Nya juga penerang cahaya dan bekal bagi Pendakianmu itu.”

Film Soegija Makin Marak Diperbincangkan

Menjelang 7 Juni 2012 saat Film Soegija untuk pertama kalinya diputar, semakin ramai diperbincangkan dan didiskusikan. Antara lain dalam preview & press conference di Setiabudi 21, pada 24/5 lalu.

Dalam momen ini para wartawan infotainment diajak menonton film yang ditulis dengan pendekatan sejarah popular-romantis ini tentang Romo Soegijapranata yang diangkat Vatikan menjadi uskup pribumi pertama di Indonesia. Usai menyaksikan film ini dilanjutkan dengan dialog dengan para pemain, penulis skenario serta sutradara film ini.

“Kenapa Garin Nugroho kepincut menyutradari film sejarah dan perjuangan seorang romo seperti Soegija ini?” tanya seorang wartawan. Garin tanpa beban memberi jawaban. “Film ini merupakan assemble dari banyak kalimat. Film ini film hiburan yang sangat komunikatif tanpa merendahkan kemanusiaan kita. Tetapi yang jauh lebih penting film ini mengandung banyak unsur pendidikan soal kebersamaan, pluralisme, patriotismen, kepemimpinan di masa krisis. Semua ini saya lihat saat ini sudah pudar dari bangsa ini, jadi perlu dihidupkan kembali,” tegas Garin.
Lebih jauh Garin mengatakan bahwa peran-peran yang ditampilkan memiliki misi tersendiri. Tak heran selama menonton film ini banyak sekali kalimat-kalimat yang ditangkap telinga dan langsung menyentuh. Itu ketika seorang mantan pejuang mohon restu kepada Mgr. Soegija mau jadi kepala daerah. “Kalau mau masuk politik kamu harus punya mental sebagai politisi.”

Demikian juga ketika Mariyem diminta seorang tentara yang jatuh hati kepadanya mengubah namanya menjadi Maria, dengan tegas dia mengetakan saya Mariyem bukan Maria. Menggambar keberanian me sebagai suku Jawa.mpertahankan jati dirinya sebagai seorang suku Jawa.
Di film ini juga ada kritik sosial yang membuat rasa tidak nyaman bagi etnis tertentu. “Mengapa saya lahir sebagai orang Tionghoa sehingga selalu menjadi sasaran penjarahan saat ada kerusuhan,” ungkap Ling Ling anak remaja yang kecewa atas keadaan yang berlangsung.

Yang juga banyak mendapat pertanyaan adalah Nirwan Dewanto pemeran Mgr. Soegija. Padahal Nirwan sendiri adalah seorang muslim. “Saya butuh tiga minggu untuk memutuskan menerima peran ini. Saya baca scripnya. Saya tangkap ada pesan yang sangat kuat di dalamnya. Saya pun siap mempertaruhkan nama besar saya sebagai sastrawan demi film ini,” tegasnya.

Henky Solaiman yang berperan sebagai Pak Mo (kakek Ling Ling) juga mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukurnya bisa bermain dalam film Soegija ini. “Film ini sangat edukatif terutama mengenai pluralisme. Ini sangat penting bagi manusia Indonesia masa kini,” ujarnya.
Sedangkan bagi ButetKartaredjasa yang berperan sebagai koster Toegimin yang selalu membantu Mgr. Soegija mengatakan dirinya sangat serius dan taat pada skrip film ini. “Sakin seriusnya menjadi banyak terjadi di luar skrip,” ungkapnya dengan canda khasnya.
Mariyem yang diperankan oleh Anissa Hertami juga mengemukakan bahwa dalam film ini sosok Soegija mampu memberikan keteladanan yang luar biasa melampaui kemampuannya dan terutama melampaui agamanya.

Testimoni lain juga terungkap dari beberapa pengamat sosial dan para ahli sejarah. “Dengan menonton film ini saya semakin yakin tak ada satu pihak atau kelompokpun yang berhak merasa memiliki negara ini,” ungkap seorang sosiolog.

Sonar Sihombing

Memahami Kebenaran dalam Terang Roh Kudus

Seorang teman mengatakan, setelah membaca berbagai literatur sejarah termasuk teori evolusi, ia sampai pada kesimpulan, kisah penciptaan manusia dalam Alkitab tidak dapat diyakini kebenarannya. Alkitab hanyalah kumpulan tulisan karya manusia.

Belakangan ini di sebagian kalangan mulai muncul pertanyaan: apakah Yesus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia ataukah Ia hanyalah seorang manusia yang telah mencapai spiritualitas yang tinggi – menyatu dengan Yang Ilahi?

Para peneliti dari University of British Columbia, Vancouver, Kanada, belum lama berselang mempublikasikan hasil penelitian yang melibatkan 650 partisipan di Amerika Serikat dan Kanada. Penelitian itu bertujuan menjawab pertanyaan: mengapa orang-orang percaya kepada Tuhan dalam tingkatan yang berbeda. Hasil penelitian menyimpulkan, berpikir analitis dapat berdampak pada penurunan kepercayaan terhadap agama. Bahkan, kepercayaan orang-orang yang sangat taat pun bisa terkikis, (sumber: http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/04/28/89507/Berpikir-Analitis-Kikis-Kepercayaan-Agama/11).

Di zaman modern dengan berbagai kecanggihan teknologi, manusia memang cenderung semakin rasionalistis. Keputusan-keputusan yang diambil lebih didasarkan pada pertimbangan akal sehat. Nalar lebih berperan daripada iman. Manusia merasa berkuasa atas kehidupannya sendiri. Campur tangan Tuhan semakin tidak dibutuhkan. Kuasa kebesaran Allah semakin tersamar.

Di atas segala ilmu pengetahuan dan kecerdasan manusia, satu kenyataan yang kerap diabaikan manusia ialah dari manakah ia memperoleh napas kehidupan? Dapatkah ilmu dan akal budi yang dimilikinya memperpanjang kehidupannya sedetik saja, tatkala napasnya telah berhenti?

Tak perlu kepandaian untuk memahami kebenaran Alkitab. Yang dibutuhkan hanyalah kerendahan hati untuk mau membuka diri bagi terang Roh Kudus. Karena kepada orang-orang yang “kecil,” Tuhan berkenan menyatakan diri-Nya.

Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. (Lukas 10:21)

Alkitab memang ditulis oleh manusia. Namun, manusia yang menuliskannya tentu mendapat ilham dan terang Roh Kudus. Jika yang ditulis dan yang menulis bukan berasal dari Allah, tentu akan lenyap seiring perjalanan waktu sekian ribu tahun (bdk. Kisah Para Rasul 5:38-39). Menolak mengakui kebenaran Alkitab berarti meremehkan peran Roh Kudus. Dan mereka yang menghujat Roh Kudus tidak terampuni dosanya (bdk. Matius 12:31).

Firman Tuhan adalah kebenaran, seperti dikatakan Yesus dalam Yohanes 17:17. Maka, jika kita ingin memperoleh kebenaran, bertekunlah mendalami firman Tuhan, agar dapat memahami kebenaran itu.

Dalam firman-Nya kita juga akan menemukan beberapa kali Yesus menegaskan diri-Nya sebagai Putera Allah yang melaksanakan kehendak BapaNya. Apa yang dikatakan dan dilakukan-Nya bukan berasal dari diri-Nya sendiri, melainkan dari Bapa yang telah menyatu dalam diri-Nya. Melalui pernyataan-pernyataan Yesus itulah kita mengimani bahwa Ia sungguh Allah yang menjelma menjadi manusia, bukan sekadar manusia fana yang telah mencapai spiritualitas tertinggi.

Dengan tetap tinggal dalam firman Tuhan, kita akan sampai pada kebenaran yang memerdekakan. Tiada lagi keraguan yang melingkupi. Ketika angin dan badai menerpa dari sekitar – gelombang sekularisme dan agnostisme, kita dapat tetap berdiri kokoh karena berlandaskan firman Tuhan.

“Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” (Yohanes 8:31-32)

Menjelang hari Pentakosta, marilah kita memohon karunia Roh Kudus agar kita dapat memahami kebenaran dalam terang Roh Kudus. Mintalah kepada Tuhan Yesus, supaya Ia mengirim kepada kita Roh Kebenaran yang akan memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran (bdk. Yohanes 16:13).

Patricia Heinrica
(Kontributor Web KAJ)

KEHENINGAN SUMBER JAWABAN SEJATI

Komisi Komunikasi Sosial (KOMSOS) Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) pada 20/ 05, merayakan Hari Komsos sedunia ke-46 bersama pegiat komunikasi paroki, kategorial dan para artis. Secara lebih khusus lagi dalam perayaan  ini digelar pula  kegiatan pemberian penghargaan berjudul INMI (Inter Merifika) Awards. Penghargaan ini ditujukan bagi media komunikasi berupa majalah maupun warta mingguan paroki dengan berbagai kategori. Ada kategori sampul (cover) terbaik, ada tulisan feature terbaik dan lain-lain.

Sebelum pagelaran ajang INMI Award, acara dimulai dengan misa meriah dipimpin Mgr. Ign. Suharyo, uskup KAJ didampingi koselebran Rm. Harry Sulistio, Pr, ketua Komsos KAJ dan Rm. Steven, Pr yang juga pegiat Komsos KAJ.

Mengawali kotbahnya Mgr. Ign. Suharyo mengajukan pertanyaan, mengapa hari Komunikasi Sosial selalu dirayakan seminggu sebelum hari Pentakosta? “Ini mengingatkan kita semua akan mandat perutusan Gereja supaya kita pergi ke seluruh dunia untuk mewartakan kabar gembira. Agar kita dapat mewartakan kabar gembira ini dengan baik maka kita perlu memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dan benar sehingga pewartawaan kita dapat diterima dengan baik. Supaya jangkauan pewartaan kita bisa lebih meluas kita perlu memanfaatkan peralatan komunikasi modern sebaik mungkin,” ungkap Mgr. Suharyo.

Mgr. Suharyo juga mengatakan bahwa tugas pewartawan ini begitu penting. “Karena itulah setiap tahun Paus menyiapkan pesan khusus dalam rangka peringatan hari Komsos sedunia,” tegas Mgr. Suharyo. Pada tahun ini Paus Benediktus XVI mengambil tema yang sangat spesifik yaitu Keheningan dan Kata Menuju Evangelisasi.

Merenungkan tema ini, kata Mgr. Suharyo, saya langsung teringat pengalaman beberapa tahun lalu ketika berkunjung ke sebuah rumah retret.  Uskup tiba di rumah retret dimaksud sudah malam sekitar pukul 21. Sehingga rumah retret itu sudah gelap. Tetapi di beberapa sudut ada nyala lilin. “Saya mendekat ke lilin tersebut ternyata di sana ada seorang remaja laki-laki duduk sendirian dan sibuk menulis sesuatu di atas buku catatannya. Lalu saya bertanya sedang mengapain sendirian di kegelapan ini? Rupanya si remaja ini sedang mengikuti sebuah pembinaan rohani.  Kepada setiap peserta dipersilahkan berdiam diri di tempat masing-masing tanpa penerangan kecuali terang lilin. Setelah itu mereka diminta menuliskan pengalaman apa saja yang mereka dapatkan selama berdiam diri itu. Entah itu digigit nyamuk, entah itu rasa takut karena gelap atau apa saja yang penting mereka menuliskan segala sesuatu yang mereka rasakan.

“Pengalaman ini sangat luar biasa, karena kepada para remaja itu sejak dini telah diajarkan untuk berani berdiam diri dan menuliskan pengalaman, perasaan-perasaan selama berdiam diri itu. Ini sebuah pembinaan yang penting,” lanjut Mgr. Suharyo.

Mengapa penting berdiam diri? Dalam keadaan diam seseorang akan bisa merasakan dan mengalami jerit batinya yang terdalam secara bening dalam hening. Pada saat itulah sebenarnya setiap pribadi dapat melihat dengan jelas tujuan hidupnya dengan jelas.

“Diam itu  ibarat air keruh dalam sebuah gelas yang didiamkan. Hanya dalam satu malam akan terjadi pemisahan antara air bening dengan kotorannya. Saat diam dalam keheningan itu pula kita kita dapat mengenali apa yang sedang kita alami dan yang sedang terjadi di sekitar kita. “Saat itu kita akan bisa sampai melihat apa yang hakiki dan sejati atau melihat lebih dalam dari apa yang kelihatan,” tandas Mgr. Suharyo.

Karena itulah Rasul Johannes mengatakan :”Kami telah melihat dan menyaksikan bahwa Bapa telah mengutus anakNya. Padahal di tempat lain dia mengatakan bahwa tidak mungkin melihat Allah. Kesaksian Johannes inilah merupakan buah dari keheningan dan olah batin,” ungkap Mgr. Suharyo.

Tetapi Mgr. Suharyo juga mengatakan bahwa diam dalam keheningan juga bisa menimbulkan rasa gelisah dan  takut. “Mungkin kegelisahan saat diam inilah yang dimanfaatkan dunia hiburan, sehingga orang yang kesepian sering lari ke tempat-tempat hiburan. Padahal hiburan itu hanya menghilangkan kegelisahan sesaat, bukan yang sejati,” tegas Mgr. Suharyo. Karena itulah Uskup sangat menekankan keberanian kita untuk berdiam diri dan mengenali dan menyadari persoalan kita yang sesungguhnya dan yang sejati dan benar.

Yesus sendiri pun telah mengajarkan hal itu dalam Injil. Setiap kali Dia menyisihkan waktunya untuk pergi ke tempat sunyi untuk berdoa.

Selesai misa, seluruh hadirin diundang untuk menyaksikan pemberian INMI Award 2012. Hajatan yang diawali dengan makan malam bersama ini pun ternyata dihadiri juga beberapa artis katolik seperti  Lisa Aryanto, Mpok Hindun Fanny Rahmasari (MC), Bernadetha Cinta “Mama Mia”, dan tentunya juga para pengiat Komsos dari paroki-paroki Sekeuskupan Agung Jakarta.

Sonar Sihombing

Terbaru

Populer