Home Blog Page 136

Reaksi Ormas Katolik terhadap RUU Ormas

Sejumlah-organisasi-masyarakat-menolak-RUU-Ormas

Rancangan Undang-Undang Organisasi Massa (RUU Ormas) akan membatasi kebebasan berorganisasi. Bila RUU ini berlaku, maka rumah sakit, panti asuhan, sekolah, bahkan kelompok arisan harus mendaftarkan diri.

RUU Ormas menjadi po­lemik di kalang­an kelompok masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Menyikapi hal ini, Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Wanita Kato­lik Republik Indo­nesia (DPP WKRI), Justina Rostiawati, mengatakan, WKRI masih meng­ikuti perkembangan pembahasan RUU Ormas. WKRI, katanya lebih lanjut, mendukung sejumlah pihak yang menyatakan keberatan atas kehadiran RUU ini. “Ada hal mendasar yang memang perlu dipertimbangkan soal ada tidaknya urgensi urgensi untuk membuat UU Ormas karena sudah ada UU yang mengatur tentang organisasi, yaitu UU Yayasan dan UU Perkumpulan,” tulisnya melalui surat elektronik beberapa waktu lalu.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal Presidium Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI), Christo Kabelen. Ia mengatakan, RUU Ormas merupakan instrumen negara yang merasuk ke wilayah privat dari kebebasan berserikat. Menurut Christo, draft RUU tersebut menyatakan, negara menjadi penentu dapat tidaknya seseorang untuk berserikat. “Paradigma RUU Ormas ini jelas bertentangan dengan paradig­ma hak asasi manusia,” tegasnya.

Sementara Ketua Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Muliawan Margadana menyampaikan, RUU Ormas memang perlu dikaji lagi. Pengaturan Ormas, menurutnya, jangan sampai terjebak pada prinsip hak asasi manusia yang individualistik, karena sistem sosial negara Indonesia berlandaskan Pancasila.

Menurut Sekretaris Ko­misi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (HAK KWI), Pastor A. Benny Susetyo, RUU Ormas juga akan berdampak bagi lembaga Gereja. “Intervensi pemerintah memperlemah po­sisi Gereja. Karena Gereja akan memberi laporan terkait dana bantuan asing dan pengunaannya harus berdasarkan persetujuan pemerintah,” paparnya. Ro­mo Benny menegaskan, negara demokrasi tidak memerlukan UU Ormas.

Koordinator Indonesia Corrup­tion Watch, Johanes Danang Widoyoko juga meng­ungkapkan hal yang sama. RUU Ormas berpo­tensi membungkam gerakan antikorupsi. Menurutnya, saat ini sebagian besar pelaku korupsi adalah kepala daerah yang dalam RUU Ormas memiliki kewenangan besar untuk menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan membekukan Ormas bila dianggap kegiatannya membahayakan ketertiban umum. “Upaya pembongkaran korupsi oleh masyarakat bisa diang­gap sebagai kegiatan membahayakan kegiatan umum, sehingga gerakan antikorupsi terancam dibekukan para koruptor itu,” ujarnya.

Sementara, Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, menegaskan, Komnas HAM telah menyampaikan sikap resmi pada Pemerintah dan DPR. “Komnas HAM menolak tegas RUU Ormas,” ung­kapnya. (http://www.hidupkatolik.com/)

Langkah Tegas Paus Fransiskus memperbaiki Gereja

vatican bankPekan lalu, 26/6, Paus Fransiskus membentuk komisi untuk menyelidiki Bank Vatikan (IOR) yang dirundung skandal. Komisi beranggotakan dua kardinal, dua uskup, dan seorang perempuan profesor dari Harvard, bertugas menyelidiki dan mengawasi bank itu, serta melaporkan kepada Bapa Suci. Sebelumnya, 15/6, Paus menunjuk Mgr Battista Mario Salvatore Rica menjadi prelatus.

Langkah-langkah untuk menguak skandal mulai terlihat. Polisi Italia “diizinkan” menangkap seorang imam dan akuntan pada bank itu Mgr Nunzio Scarano bersama seorang agen rahasia dan broker keuangan. Mereka disangka melakukan pencucian uang dan memindahkan dana 20 juta Euro dari bank Swiss ke Italia. Selanjutnya, 1/7, direktur dan deputi direktur bank itu “mengundurkan diri”. Diduga masih ada rentetan upaya pembersihan lanjutan.

Langkah Bapa Suci membenahi Bank Vatikan yang dilanda skandal itu layak dipahami sebagai policy baru dalam Gereja. Demi transparansi dan akuntabilitas, Paus “mengizinkan” penyelesaian skandal lewat jalur hukum positif alias proses peradilan.

Di sekitar kita, di paroki, keuskupan, KWI, yayasan atau lembaga Katolik, sering tercium bau tak sedap: korupsi, pencurian, salah urus, investasi bodong, dll. Namun, hampir tak pernah terdengar ada penyelesaian secara hukum. Seolah aib, memperkarakan para pemangku jabatan Gereja di hadapan hukum positif. Kasus pengambilan uang yang bukan haknya di lingkungan Gereja pasti mengganggu karya Gereja. Mestinya, uang itu bisa untuk menolong banyak orang miskin yang lapar, tak mampu berobat dan membiayai anak untuk sekolah, dll. Di Indonesia, dibutuhkan seorang pemimpin Gereja yang suci, berani tegas dan penuh cinta seperti Paus Fransiskus untuk menghadapi problematika itu.

Kiranya, teladan Paus dalam mengatasi kemelut Bank Vatikan diharapkan menjadi inspirasi bagi kita untuk berani dan tak malu-malu menyelesaikan skandal di “tubuh sendiri”. Selain memberikan efek deterrent (pencegahan), para pemangku jabatan pun akan berpikir dua kali untuk menilap uang Gereja, umat Allah. (HidupKatolik.com)

Selamat HUT ke-63 Mgr.Ignatius Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Jakarta

Hari ini Selasa, 9 Juli 2013 merupakan hari Ulang Tahun Uskup Agung tercinta:

Mgr.Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo.

MK02-1

Mgr Suharyo diangkat sebagai Uskup Koadjutor Keuskupan Agung Jakarta pada 25 Juli 2009. Sebelumnya, ia adalah Uskup Agung Semarang sejak 22 Agustus 1997. Uskup Agung kelahiran Sedayu, Bantul, DI Yogyakarta, ini menjadi Uskup Agung Jakarta pada tanggal 28 Juni 2010, bersamaan dengan kepensiunan Julius Kardinal Darmaatmadja SJ. Selain itu, Mgr Haryo juga menjadi Uskup untuk Ordinariat Militer Indonesia, sejak 2 Januari 2006 dan terpilih juga menjadi Ketua KWI (15 Nov 2012) untuk periode 2012-2015.

Uskup yang ditahbiskan imam tanggal 26 januari 1976 adalah putra dari Almarhum Florentinus Amir Hardjodisastra dan Theodora Murni Hardjodisastra.

Dengan penuh syukur dan suka cita kami mengucapkan Selamat Ulang Tahun kepada Bapa Uskup.
“Kiranya Yesus yang telah memilih Bapa Uskup menjadi penggembala umatNya di KAJ, terus melimpahkan BerkatNya dan KasihNya kepada Bapa Uskup di dalam setiap karya dan misi. Aminn….”
 

Tetap Semangat Karena Tuhan,

Hut-63-Uskup-Suharyo

Peluncuran Ensiklik Pertama Paus Fransiskus Bersama Benediktus XVI: LUMEN FIDEI

Paus Emeritus, Robin Young, Lumen Fidei, Terang Iman dalam Dua Jejak, paus fransiskus, paus benediktus,

banners_LUMEN-FIDEI-EN_2 copy

Kota Vatikan, 5 Juli 2013.

Kemarin, 5 Juli 2013, seluruh umat Kristen terutama di dalam Gereja Katolik kembali mengalami sebuah kejadian unik dan bersejarah. Vatikan telah meluncurkan sebuah Ensiklik pertama dari Paus Fransiskus yang sebagian besar sebelumnya telah dikerjakan juga oleh Benediktus XVI. Ensiklik itu berjudul: LUMEN FIDEI (Terang Iman).

Keseluruhan naskah di dalam bahasa Inggris dapat dibaca pada link di bawah ini:

LUMEN FIDEI (TERANG IMAN)

 

Di dalam naskah tersebut dari Paus Bergoglio dan Ratzinger, keduanya kembali memfokuskan kepada tema Keluarga yang dibentuk atas dasar pernikahan,  yaitu sebagai persatuan yang stabil antara seorang pria dan seorang wanita. Keluarga, yang disebut di dalam ensiklik, lahir dari pengakuan dan penerimaan akan kebaikan dari perbedaan jenis kelamin dan dibentuk atas dasar cinta di dalam Kristus, yang menjanjikan “cinta yang kekal” dan mengenali cinta yang menciptakan dan menghasilkan keturunan.

Paus Fransiskus mengatakan, “Iman bukan merupakan sebuah tempat pengungsian bagi orang-orang yang penakut, tetapi merupakan perluasan dari hidup“. Menurut Paus Fransiskus, iman menerangi juga semua hubungan sosial dengan memberikan sebuah pemahaman baru atas kebersaudaraan yang universal diantara manusia, yang bukan hanya menyangkut persamaan hak, tetapi terlebih pengalaman akan kebapaan Allah,  penghormatan atas martabat yang unik dari setiap pribadi manusia.

Perjumpaan baru antara Paus Fransiskus dan Benediktus XVI

Sementara itu, pada pagi hari tadi, bertempat di Halaman Vatikan, Paus Fransiskus telah mengkonsakrasikan Kota Vatikan kepada Santo Yoseph dan kepada Santo Mikael Malaikat Agung, ia juga telah memberkati sebuah patung yang didedikasikan kepada Malaikat Agung Tuhan penakluk Iblis itu. Dan di sana hadir pula Benediktus XVI yang telah menyetujui proyek tersebut beberapa waktu yang lalu.

Paus Fransiskus dan Benediktus XVI kembali berjumpa dan saling berpelukan dengan kasih persaudaraan dan mereka terus berdekatan satu sama lain selama upacara tersebut. Di dalam konsakrasi, Paus Fransiskus telah mempercayakan kepada Santo Yoseph segala penantian dan pengharapan dari Gereja dan ia telah berdoa memohon kepada Malaikat Agung Mikael untuk menjaga dan melindungi Tahta Apostolik, untuk membela Gereja dari setiap kebisingan yang mengancam ketenangan dan untuk menjadikan setiap orang  menang melawan godaan kekuasaan, kekayaan dan sensualitas.

Shirley Hadisandjaja

Di Indonesia modal sosial dan tingkat dukungan toleransi terhadap kebebasan beragama relatif rendah

toleransi“Di Indonesia Modal sosial dan tingkat dukungan toleransi terhadap kebebasan beragama relatif rendah,” kata peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Philips J. Vermonte dalam workshop di Rumah Doa Santa Maria Guadalupe, Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu-Minggu, 15-16/6.
Meningkatnya insiden intoleransi dan berbagai kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia belakangan ini, menurut Philips, merupakan isu penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Ia menandaskan bahwa peristiwa-peristiwa kekerasan sejatinya menjadi ujian penting bagi demokrasi, prinsip pluralisme dan cita-cita Negara Kesatuan RI (NKRI). Insiden berbasis intolerasni telah banyak memakan korban nyawa. “Negara absen ketika kekerasan berbasis agama dilakukan kelompok mayoritas terhadap sekelompok warga minoritas,” katanya dalam workshop yang digelar oleh Forum Komunikasi Komisi HAK dan Kerawam (FKHK) Dekanat Timur itu.
Selanjutnya, Ketua Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS itu juga menambahkan bahwa masyarakat hari ini diliputi pandangan yang ‘abu-abu’ terhadap perlindungan kebebasan beragama dan permisif terhadap penggunaan kekerasan. “Pada level personal, masyarakat menerima kenyataan untuk hidup bertetangga dengan orang yang berbeda agama. Namun, masyarakat kita relatif enggan untuk memberikan tetangganya yang berbeda agama itu untuk menjalankan ibadahnya dalam bentuk rumah ibadah,” kata Philips.
Sementara itu, anggota DPRD DKI Jakarta, William Yani, juga mengakui masih rendahnya semangat toleransi tersebut. Ia langsung menunjuk contoh kasus demonstrasi penutupan Gereja Damai Kristus Paroki Kampung Duri, Jakarta Barat, baru-baru ini. Berdasarkan pengalamannya bergaul dengan teman-teman Muslim, ia menyimpulkan bahwa orang-orang Katolik maupun Protestan dianggap terlalu eksklusif. “Menurut saya, umat Katolik harus banyak bergaul dengan kalangan Islam, khususnya dari Nahdlatul Ulama (NU) maupun Muhammadiyah,” kata William mengimbau.
William juga prihatin karena Pancasila sebagai ideologi bangsa mulai terkikis oleh arus globalisasi. Penyelesaian konflik tak hanya menjadi tanggung jawab negara. Masyarakat yang berada di garda terdepan kehidupan bernegara dan bermasyarakat juga memiliki peran penting. Karena itu, umat Katolik sesungguhnya punya kewajiban untuk menjaga ketentraman dan keamanan negara ini.
Workshop bertemakan manajamen konflik itu diikuti Orang Muda Katolik (OMK) dan aktivis dari Komisi Kerawam dan HAK seluruh Dekenat Timur. Tujuannya, adalah mempersiapkan agar para OMK, aktivis di bidang kemasyarakatan, dan Dewan Paroki memiliki pengetahuan, pengalaman dan bekal, khususnya dalam upaya mengelola konflik yang baik. FKHK mengharapkan, para peserta akhirnya dapat menjadi tim negosiator di setiap paroki, sehingga mereka mampu menanggulangi konflik yang ada di wilayah masing-masing. – (hidupkatolik.com)

Paus Fransiskus: Orang Katolik korup merusak Gereja

Vatican PopeOrang-orang Katolik yang “korup” akan membawa dampak kerusakan serius bagi Gereja, kata Paus Fransiskus, awal pekan ini.

Dalam homilinya  pada Misa di Domus Sanctae Marthae, kediamannya, ia menjelaskan  ada “tiga jenis orang Kristen dalam Gereja: orang berdosa, orang korup dan orang saleh”.

Mengacu pada Perumpamaan tentang Talenta dalam bacaan hari itu, ia mengatakan bahwa para koruptor diwakili oleh mereka dalam perumpamaan yang ingin “menguasai kebun anggur dan telah kehilangan hubungan mereka dengan Tuhan”.

Ia mengatakan, “Orang tergelincir di atas kemandirian, kemandirian dalam hubungan mereka dengan Tuhan. Kami tidak membutuhkan Tuhan.”

“Mereka yang berdosa sama seperti kita semua, tetapi mereka telah mengambil satu langkah lebih maju, seolah-olah mereka telah mengkonsolidasikan diri mereka dalam dosa. Mereka tidak membutuhkan Tuhan! Mereka menyangkal-Nya, mereka menciptakan tuhan khusus, bahkan mereka mengklaim mereka sendiri adalah tuhan,” katanya seperti dilansir AsiaNews.it.

Ia mengatakan, “Kemandirian dari Tuhan adalah berbahaya, korup akibat orang melupakan Tuhan. Mereka telah melupakan cinta yang Tuhan telah membuat kebun anggur. Dia menciptakan mereka! Mereka memutus hubungan dengan sumber cinta ini! Dan mereka menjadi penyembah diri sendiri.  Semoga Tuhan membebaskan kita dari jalan korupsi ini.”

Di akhir homilinya, Paus Fransiskus mengajak: “Mari kita mohon kepada Tuhan hari ini menganugerahkan kasih karunia-Nya karena kita adalah orang berdosa, dan sungguh berdosa.”

Semoga Tuhan menganugerahkan rahmat-Nya agar orang tidak korup dan hidup dalam kesalehan, tambahnya. (indonesia.ucanews.com)

Umat Muslim diizinkan beribadah di Gereja

katolik

Apa yang terjadi di kota Aberdeen, Skotlandia, ini adalah salah satu cermin kerukunan beragama yang sesungguhnya.

Gereja Episkopal St. Yohanes di Aberdeen menjadi gereja pertama di Inggris Raya yang memberikan sebagian ruangan bangunan gereja sebagai tempat umat Muslim setempat menjalankan ibadah salat lima waktu.

Keputusan ini diambil pihak gereja karena masjid yang terletak tak jauh dari gereja itu kapasitasnya terlalu kecil sehingga sebagian dari umat Islam terpaksa menjalankan ibadahnya di tepian jalan.

Pastor Isaac Poobalan dari Gereja St. Yohanes akhirnya “meminjamkan” sebagian ruang aula gereja kepada Imam Kepala Ahmed Megharbi sebagai tempat ibadah umatnya.

Pastor Poobalan mengatakan, dia merasa tak menjalankan imannya jika tidak menawarkan bantuan kepada sesamanya yang membutuhkan.

“Berdoa tidak ada yang salah. Tugas saya adalah mengajak orang untuk berdoa,” kata Pastor Poobalan.

“Masjid mereka sangat kecil, setiap kali mereka beribadah, terlalu banyak orang di luar masjid, bahkan pada saat angin kencang dan turun hujan,” tambah Pastor Poobalan.

“Saya tak bisa membiarkan ini terjadi begitu saja. Jika saya biarkan, saya akan mengabaikan apa yang diajarkan agama kepada saya, tentang bagaimana kita memperlakukan tetangga kita,” lanjutnya.

“Saat saya mendiskusikan masalah ini dengan umat gereja, seseorang memang mengatakan itu bukan masalah kami, tapi bagi saya itu masalah bersama,” paparnya.

Ia mengenang dia pernah melihat umat Muslim terpaksa beribadah di ruang terbuka saat salju turun dan cuaca sangat dingin.

“Pemandangan itu sangat sulit saya lupakan,” ujar Pastor Poobalan.

“Kami memiliki sesuatu untuk ditawarkan dan mereka beribadah dalam cuaca dingin. Saya lalu mengatakan kepada umat bahwa kami harus melakukan sesuatu,” kenangnya.

Selain memberi bantuan tempat ibadah, ia ingin ikut membantu menjadi jembatan antara umat Kristen dan Islam, apalagi sebagian umat gerejanya menentang rencananya itu.

Namun, Pastor Poobalan tetap pada pendiriannya untuk menawarkan bantuan kepada umat Muslim.

“Apa yang saya lakukan ini sangat mendasar, tak ada hubungannya dengan agama. Semua hanya karena saya ingin membantu sesama yang membutuhkan,” tegasnya.

Ia menyadari sebagian umat memang menentang keputusannya, lebih karena hal semacam itu belum pernah terjadi sebelumnya.

“Pada saatnya, umat akan menyadari bahwa lebih banyak persamaan ketimbang perbedaan di antara kami,” tambahnya.

“Saya berharap dan berdoa, langkah kecil ini bisa membantu mempererat hubungan kedua agama,” katanya.

Ternyata, keraguan juga muncul dari sisi umat Muslim. Sebab, sebelumnya mereka belum pernah mendapat tawaran seperti itu.

“Namun, akhirnya mereka menerima dan ini adalah awal sebuah hubungan yang positif,” ujar Poobalan.

“Apa yang terjadi di sini sangat istimewa dan seharusnya langkah seperti ini bisa diadopsi di seluruh negeri,” kata Syekh Ahmed Megharbi dari Masjid Jami Syed Syah Mustafa.

“Hubungan antara kedua agama sangat bersahabat dan saling menghormati,” tambah Megharbi.

Sumber: kompas.com

TEMU KOMUNITAS ORGANIS KAJ 2013

Seksi Liturgi Paroki bekerjasama dengan Komisi  Liturgi KAJ, mengadakan pertemuan Komunitas Organis se-KAJ,

pada Sabtu, 20 Juli 2013, Pk. 10.00 – 13.00 WIB (Makan Siang),  di Aula SMP Tarakanita 4, Jl. Balai Pustaka Baru 1, Rawamangun (Belakang Paroki Keluarga Kudus, Rawamangun).

Acara: Melanjutkan Workshop Organis 2012 dan Pembekalan Spiritualitas.

Biaya Pendaftaran: Rp. 50.000,-.

Pendaftaran dan Info Hub. Peppy: 081 888 333 6 (HP). Pendaftaran paling lambat 15 Juli 2013.

Ikutan Yukk: Camping Rohani PEMIKAT KAJ Juli 2013

Camping Rohani Pemikat KAJ 2013

Camping Rohani PEMIKAT KAJ,

Tema“Semakin ber-Iman, ber-Saudara dan ber-Belarasa“

Bagi Siswa-Siswi Katolik yang bersekolah di SMP dan SMU Negeri dan Swasta yang Non Katolik

Jumat – Minggu, 26 – 28 JULI 2013 di

Sawangan Golf Resort, DEPOK

Sekretariat Panitia di Gedung Karya Pastoral Keuskupan Agung Jakarta, Jl. Katedral 7, Telp. 021-319193, eks. 205,

SMS:

0813 9854 9819

0816 1375 480

0813 1982 3369

0812 198 6110

Minimal Rp. 50.000,-/Orang

Camping Rohani Pemikat KAJ 2013

Jejak Misi KAJ di Pedalaman: “Sejarah Berdirinya Paroki Maria Menerima Kabar Gembira, Bomomani”

DSC_00111

A. Agama dan Pendidikan masuk Mapia

Berdirinya paroki Bomomani diawali dengan masuknya agama dan pendidikan di Mapiha. Sejarah Agama katolik pertama kali masuk daerah Mapia bukan dari Bomomani melainkan dari Modio, yaitu suatu kampung yang ada di daerah Mapiha. Sebab Pertama kalinya pada tahun 1940 misionaris Belanda sudah menginjakan kaki dikampung ini dan disambut baik oleh warga kampung dengan tokohnya yang bernama Auki Tekege, yaitu Pater Tilmans, SJ.

Ia tidak membabtis orang, namun justru menawarkan sejumlah pembangunan di daerah Mapiha. Kemudian Auki Tekege mengundang utusan-utusan dari seluruh kampung Mapiha. Setelah pertemuan itu, Pater Tilmans kembali ke daerah Kokonao yang menjadi pusat Misi pada waktu itu. Masyarakat Mapiha pun mempersiapkan diri untuk hadirnya pembangunan di daerahnya yang mereka anggap sebagai terang( Debaiyowe)i. Pater Tilmans mewujudkan pembangunan yang ia janjikan tersebut dalam rupa agama dan pendididkan. Ia mengirim Pater Smith yang sekaligus sebagai penggantinya.

Terang atau yang mereka simbolkan sebagai DEBAIYOWEI hadir dalam wujud seorang Pater Smith, Ofm yang tiba pada tangal 6 Februari 1952 untuk menetap di daerah tersebut. Ia disambut oleh seorang tokoh daerah Modio yang sudah katolik yaitu Auki Tekege. Pater Smith disambut dengan kemeriahan tarian adat suku Mee dan pesta daging babi (ekina). Kemudian Pater Smith mengirim sejumlah pemuda dan anak dari kampung-kampung yang ada di Mapiha ke Kokonao untuk bersekolah disana.

Tujuan Pater Smith adalah agar para pemuda dan anak-anak yang dikirim sekolah tersebut dapat dididik menjadi guru dan katekis untuk mengajar di Mapiha kembali baik agama maupun baca dan tulis. Sementara menunggu orang-orang yang dikirim oleh pater Smith, ia mendatangkan guru dari Kokonao. Masyarakat Mapia yang sudah menanti terang tersebut amat gembira dengan kedatangan guru-guru tersebut. Salah satu dari Guru tersebut ditempatkan di kampung Abaimaida yang sekarang menjadi bagian dari Paroki Bomomani. Berkat kerja keras Pater Smith, OFM, Sekolah mulai berdiri dan pendidikan sudah dimulai. Namun kehadiran satu guru belumlah cukup.

Kemudian para orang tua dari Momawe (Abaimaida, Obaikaropa, Kogemani, Ekago, Ugida, Pouto), yang merupakan cikal bakal dari stasi-stasi dan paroki Bomomani, mengajukan usulan kepada Pater Smith untuk mengrimkan guru-guru lagi. Maka Pater Smith memberikan 1 guru lagi dan ditempatkan di Kogemani. Guru-guru inilah yang mengajar membaca dan menulis serta agama kepada warga kampung. Disinilah cikal bakal penyebaran agama katolik dan pendidikan di Mapia dimulai. Namun sampai saat itu belum ada babtisan.[1]

B. Pos-Pos Cikal Bakal Stasi dan Paroki Bomomani Dan Peran Katekis

Modio yang sudah berdiri sebagai Paroki, kemudian memperluas dengan mendirikan mendirikan paroki Timepa yang dilayani oleh Pater Swartjish, OFM pada tahun 1957. Paroki Timepa ini daerahnya mencangkup Momawe (Abaimaida, Obaikaropa, Kogemani, Ekago, Ugida, Pouto). Pater Swartjish, OFM ini kemudian membuka pos-pos dan menempatkan tiga katekis di daerah Momawe ini untuk membantunya melayani umat. Pelayanan misionaris dan katekis bukan saja soal mengajar agama, tetapi juga mengajar membaca, menulis, maupun berhitung.

Untuk daerah Kogemani sendiri, yang merupakan cikal bakal berdirinya gereja Bomomani, mendapatkan 2 katekis. Maka pelayanan di kampung Kogemani dibagi menjadi 2 daerah yaitu Bedokebo dan Ededepa. Kedua katekis tersebut yaitu Yoseph koutoki dan Hilarius Petege tidak saja memberi pelajaran agam, membaca, menulis dan berhitung. Dua orang ini kemudian dikirim lagi ke Kokonao untuk memperdalam pelajaran agama. Dari Kokonao ini, mereka mendapat informasi bahwa di daerah Momawe akan dibentuk sebuah distrik (kecamatan). Maka setelah mereka kembali lagi ke Kogemani, mereka memberitahu pada masyarakat yang tersebar di pelbagai tempat untuk pindah turun ke daerah yang sekarang disebut Bomomani, tepatnya di SD YPPK (dekat gereja.

Kemudian masyarakat Kogemani dan Bedokebo turun ke lokasi tersebut. Mereka membuat rumah dari daun Nibun (secara tradisional). Setelah itu, mereka membuat kapel di lokasi gereja lama. Maka jadilah sebuah perkampungan kecil yang kemudian ditambah lagi oleh pelbagai fam yaitu Iyai, Tigi, Magai dan Dogomo. Pemerintah-pun seturut informasi memang membentuk distrik di daerah ini. Maka terjadilah perkampungan yang pertama kalinya diatur oleh pemerintah di daerah Mapiha ini. Kepala kampung pun saat itu sudah ditunjuk oleh pemerintah daerah.

Peran katekis diawal berdirinya paroki, tidak berhenti sampai disitu saja. Setelah katekis Hilarius Petege pensiun, kemudian digantikan oleh katekis Ignatius Iyai. Berkat kerja kerasnya muncul babtisan pertama tahun 1963 dan pater zwartij yang membabtisnya. Kemudian katekis Hilarius setelah pensiun digantikan oleh Nikolaus Dogomo. Ia berkarya selama 30 tahun (1972-2000) yang merupakan orang bomomani sendiri. Sejak tahun 1972 babtisan mulai marak, yaitu dari bayi sampai orang dewasa dan adapula pasangan yang dinikahkan serta menerima sakramen Krisma pada waktu itu.

C. Dewan Lingkungan

Waktu bergulir hingga tahun 1978 umat Momawe yang biasanya merayakan paskah berbondong-bondong untuk torney ke Timepa, sebagai paroki induk, kini dilayani oleh pastor Paroki yang datang sendiri ke Bomomani. Hal ini dirasakan berkesan oleh umat di Momawe yang terdiri dari 6 pos tersebut. Sebab umat yang terpisah-pisah tersebut bisa menjadi satu. Maka seorang guru Agama yang bernama Primus Butu mengusulkan kepada pastor paroki untuk membuat badan dewan lingkungan. Usulan ini disetujui oleh Pastor Paroki dan akhirnya tanggal 10 Februari 1991 Pastor Frans Aim bersama umat membentuk badan dewan lingkungan dengan susunan, ketua, sekeretaris, bendahara dan seksi-seksi.

Kemudian setelah terbentuk badan dewan lingkungan ke enam pos tesebut menjadi stasi dan masing-masing stasi membetuk kring-kring yang jumlah seluruhnya 14 kring. Sejak saat itu semua administrasi dewan lingkungan Bomomani lepas dari Paroki Timepa. Dewan lingkungan ini dipimpin oleh Willem Sumel, seorang guru dan katekis awam. Ia kemudian berjuang untuk mempersipakan dewan lingkungan menjadi paroki. Dewan lingkungan Bomomani akhirnya mendapat pastur yang bertugas pertama kali di Bomomani yaitu Pater Andreas Trismadi, Pr (1995-1998). Kemudian dilanjutkan oleh Pastur Agus Eko Widiatmono, Pr ( 200-2001), dilanjutkan lagi oleh Pater Jhon Kore, OFM (2000-2001).

D. Lahirnya Paroki

Kemudian pada tanggal 28 Februari 2002, penantian dan doa umat terkabul untuk menjadikan dewan lingkungan Bomomani menjadi paroki. Pada saat itu ada peringatan pesta memperingati 50 tahun agama dan pendidikan masuk di Mapia. Dalam perayaan ini Mapia dibagi menjadi 4 pusat perayaa, yaitu Modio (dimpinpin oleh P. Y Rahardian, Pr), Timpa (oleh P.Martin Kuayo, Pr, Apowo P.Teo Makay, Momawe (dewan lingkungan Bomomani dipimpin oleh P. Jhon Philip Saklil, Pr). Saat itulah P. Jhon saklil membacakan Surat Keputusan dari Vikariat Episkopal ( KeuskupannTimiki sekarang ) bahwa Dewan lingkungan resmi menjadi Paroki Maria Menerima Kabar Gembira. Saat itu pastur yang bertugas adalah P. Yustinus Rahargian (2001-2005)

E. Keterlibatan KAJ Dalam Misi Di Papua

Parate Viam Domini, Siapkan Jalan Tuhan, demikianlah motto dari Mgr. Jhon Philip Saklil, Pr dalam menggembalakan umat di Keuskupan Timika. Motto itu amat tepat untuk suatu keuskupan yang baru merintis untuk membangun dan memelihara iman umat. Pasalnya keuskupan ini resmi berdiri pada tanggal 19 Desember 2003. Kendati keuskupan baru berdiri 10 tahun silam, namun umat di keuskupan sendiri telah hadir sejak babtisan pertama oleh Pater Kowatzky, MSC pada tanggal 11 agustus 1928 di Kokonao. Rentang waktu antara keuskupan yang masih muda dan pertumbuhan umat sejak babtisan puluhan tahun silam itu, memberikan tantangan tersendiri bagi Keuskupan Timika. Sebab tenaga imam dikeuskupan Timika yang kini hanya berjumlah 36 orang tidak sebanding dengan jumlah umat yang sudah mencapai 99.328 jiwa berdasarkan data tahun 2009. Tantangan makin bertambah lagi dengan medan pelayanan yang cukup sulit untuk menjangkau umat yang banyak tinggal di pedalaman.

Sadar akan keterbatasan tenaga iman, maka keuskupan Timika mengadakan kerjasama dengan keuskupan Agung Jakarta dengan meminta tenaga imam diosesan (projo) untuk membantu dalam tugas pelayanan. Keuskupan Agung Jakarta menanggapi tawaran tersebut dengan semangat solidaritas untuk berbagi dalam kesatuan dengan gereja universal.

Keperihatinan keuskupan Timika kini menjadi keperihatinan keuskupan Agung Jakata pula. Oleh sebab itu pada tahun 2004 Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ mengirimkan Pastor Ferdinand, Pr untuk membantu sebuah paroki pedalaman di keuskupan Timika, tepatnya di paroki Maria Menerima Kabar Gembira, Bomomani, Mapiha, Kabupaten Dogiyai, Papua tengah. Kemudian Bapa Kardinal mengirimkan lagi Pastor Michael Wismu Pribadi, Pr pada tahun 2010 ke paroki yang sama. Kini, Mgr Ignatius Suharyo, Pr tetap melanjutkan karya tersebut dengan mengrimkan Pastor Yustinus Kesaryanto, Pr pada tahun 2011 untuk bekerja bersama di Paroki Maria Menerima Kabar Gembira, Bomomani.

Penulis
RD. Y Kesaryanto

(Sumber: http://parokibomomani.vv.si/)

Terbaru

Populer