KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA
Jadwal “Kursus Persiapan Perkawinan” (KPP) 2015
Beberapa waktu yang lalu saya berjumpa dengan seorang Pastor Paroki yang menceritakan kepada saya pengalaman yang menarik. Ia menjumpai seorang muda yang tidak pernah mau berdoa Bapa Kami. Ketika ditanya alasannya, orang muda itu mengatakan bahwa setiap kali ia ingin mengucapkan doa itu, ia merasa mual. Bagi dia mengucapkan doa Bapa Kami hanya mengingatkan dirinya akan peristiwa buruk yang pernah ia alami dengan bapaknya. Pengalaman buruk dengan bapaknya sendiri itu meninggalkan luka batin yang mendalam, sehingga ia tidak mau lagi berdoa Bapa Kami. Pengalaman manusiawi yang buruk, ternyata dapat berpengaruh besar akan gambaran dan pengalaman seseorang akan Allah. Dan pada gilirannya, gambaran dan pengalaman akan Allah tertentu, sadar atau tidak sadar, akan menentukan cara berpikir, sikap dan perilaku seseorang.
Pada tanggal 25 Desember 2005, Paus Benediktus XVI mengeluarkan ensikliknya yang pertama, yang berjudul “Allah adalah Kasih” (=Deus Caritas Est), yang adalah kutipan dari 1 Yoh 4:8.16. Ensiklik ini pertama, bukan hanya dalam arti urutan dalam daftar tulisan Paus Benediktus XVI. Dengan menulis ensiklik ini sebagai yang pertama, bisa dikatakan bahwa Paus ingin memberi perspektif karya pelayanannya dalam Gereja. Paus ingin menempatkan semua yang ia pikirkan, lakukan, putuskan – seluruh karya penggembalaannya – dalam rangka mewartakan bahwa Allah adalah Kasih. Mengapa ini begitu penting? Jawabannya ada dalam pengantar. Di dalamnya antara lain dikatakan, “Dalam dunia, di mana nama Allah kadang-kadang dikaitkan dengan balas dendam atau bahkan kewajiban akan kebencian dan kekerasan, pesan ini amat aktual dan mengena” (No. 1).
Keyakinan iman bahwa Allah adalah Kasih, merupakan buah dari kontemplasi Santo Yohanes yang dinyatakan dalam suratnya yang pertama : “Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia” (1 Yoh 4:8.16). Allah inilah yang “lebih dahulu mengasihi kita” (1 Yoh 4:19). Rasul Paulus mengatakan hal yang sama dengan cara berbeda. Ia menulis, “…. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rom 5:8).). Pengalaman akan kasih Allah itu menjadikan mereka pribadi-pribadi yang utuh, matang, kudus. Semoga kita, keluarga dan komunitas kita, dengan menyambut kedatangan Yesus Putera Allah Sang Kasih dalam perayaan Natal, semakin dapat mengalami kasih Allah yang membaharui kehidupan. Salam dan Berkat Tuhan untuk Anda, keluarga dan komunitas Anda. (Mgr. I. Suharyo)
(Tulisan ini pernah dimuat dalam INFO GEMBALA BAIK KAJ Edisi. 11, thn.1, 2012)
Paus Fransiskus menyampaikan bahwa kemerdekaan mengemukakan pendapat senantiasa ada batasnya. Terkait masalah penembakan kantor redaksi majalah Charlie Hebdo, Paus menyampaikan bahwa seorang tak bisa mempermainkan kepercayaan atau keyakinan orang lain.
“Seorang tak bisa memprovokasi, mengejek kepercayaan orang lain, mempermainkan kepercayaan seorang. Tiap-tiap agama mempunyai harga diri. Dalam menjalankan kebebasan untuk mengemukakan pendapat, itu semua ada batas-batasnya, ” kata Paus dalam kunjungannya ke Manila, Filipina, seperti di beritakan NBC News, Kamis, 15 Januari 2015.
Menurut Paus, kemerdekaan menjalankan ibadah dan kepercayaan serta mengemukakan pendapat adalah hak asasi yang paling utama. Hak mengemukakan pendapat secara bebas, menurut Paus, harus diikuti dengan keharusan untuk berbicara tentang hal-hal yang diterima dengan baik oleh orang-orang. Jadi semua kebebasan ada tanggung jawabnya. Jangan merugikan atau menghina masyarakat lain.
Paus mengatakan bahwa orang yang menjalankan hak bebasnya, namun tidak menjalankan kewajiban bertanggung jawabnya itu harus siap “ditonjok” oleh orang yang merasa terhina oleh pendapatnya.
Tetapi tentu saja tindak kekerasan dan terlebih pembunuhan, demikian kata Paus, tak dibenarkan untuk merespons hinaan itu. (Tempo.co dan sumber lainnya)
Sosok ini pernah kami tampilkan dalam INFO GEMBALA BAIK Edisi 11, Thn. 1, 2012.
SUDAHKAH SAYA BERMANFAAT?
“Kurang waras”, demikian Dahlan Iskan menyebut Ignatius Jonan, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI). Bagaimana tidak, kalau mau, Jonan, yang pernah kuliah di Harvard, bisa mendapat pekerjaan dengan upah jauh lebih tinggi. Ternyata, sejak tahun 1998, pria yang tekun berdevosi kepada Bunda Maria, dikejar pertanyaan: Bagaimana bisa bermanfaat kepada orang lain? Maka di tahun 2009, ketika ditawari menjadi Dirut PT KAI, meski bukan bidangnya, setelah sebulan berpikir, ia bersedia menerimanya. Di jabatan sekarang, Jonan bersyukur, dia dapat berbuat sesuatu untuk masyarakat. Naik kereta api, sekarang jauh lebih manusiawi, demikian komentar banyak orang. Ada komentar? Ini alamat emailnya: jonan@kereta-api.co.id
Nah, tulisan di atas adalah tulisan kami jauh sebelum beliau diangkat menjadi Menteri Perhubungan. Mari kita mengenalnya lebih lanjut.
Tentu anda akhir-akhir ini sering mendengar nama Ignasius Jonan. Apalagi sejak tragedi Pesawat Air Asia. Bekas Direktur PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) ini telah diangkat jadi Menteri Perhubungan dalam Kabinet Kerja Presiden Jokowi. Ia mengucap sumpah jabatan Menteri dengan menempatkan tangan diatas Alkitabyang dipegang oleh Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) RD Yohanes Rasul Edy Purwanto.
Mulai sejak ditunjuk juga sebagai Dirut PT KAI pada Februari 2009, Jonan memang sering melakukan dobrakan. Ia memulai langkah dengan mengatur service basic PT KAI. Ia merubah tujuan perusahaan, dari tujuan product ke tujuan pelanggan. Ia lakukan bermacam pergantian agar KAIdapat bekerja optimal penuhi hasrat pelanggan.
Jonan yaitu sulung dari lima bersaudara. Ayahnya, Jusuf Jonan, entrepreneur asal Surabaya. Sang ibu, putri seorang petinggi di Singapura. Jonan lahir di Singapura, 21 Juni 1963. Ia melewati saat kecil sampai umur 10 th. di Singapura. Lantas, ia pindah ke Surabaya sampai merampungkan belajar di Kampus Airlangga.
Selepas itu, Jonan meneruskan sekolah di Amerika Serikat. Finance serta International Law merupakan bagian yang digelutinya. Posisi direktur sebagian perusahaan dijabatnya sampai lalu dipercaya jadi Dirut PT KAI. Satu terobosan yang dikerjakan alumni SMA St Louis Surabaya ini yaitu memberlakukan system piket untuk seluruhnya karyawan, termasuk juga dirinya sendiri serta beberapa direktur PT KAI. Satu bulan sekali Jonan semalaman berjaga di stasiun kecil. Waktu Lebaran lantas, Jonan juga berjaga tiap-tiap malam. Pernah satu malam, ia masih tetap terbangun pada jam 02. 00 WIB. Walau sebenarnya, jam 05. 00, ia mesti pergi naik kereta api menuju Yogyakarta. Terkadang untuk melepas capek, Jonan mesti tidur di bangku kereta api.
Jonan pernah mengakui senantiasa membawa Rosario serta medali dengan gambar suci di kantong pakaiannya. “Saya senantiasa membawa ini. Saya berdoa ; Terjadi kepadaku menurut kehendak-Mu. Namun, ya praktiknya sulit. Saya juga sebagai manusia tak dapat pasrah 100 %, ” katanya. Jonan mengaku sekitar lebih sepuluh th. senantiasa membawa Rosario serta medali pemberian sang bapak, dimanapun ia pergi. Saat tengah lakukan perjalanan dengan kereta api, ia senantiasa menyediakan saat untuk menggelindingkan butiran doa Rosario. Ia juga membawa lembaran doa Novena Tiga Kali Salam Maria serta doa-doa lain didalam tasnya.
Mari kita mendoakan Pak Ignatius Jonan, agar tetap setia melayani Gereja dan Negara tercinta kita. Amin
Renungan akan misteri kelahiran Sang Juruselamat telah menghantar umat Kristiani bukan hanya untuk mengenali Santa Perawan sebagai Bunda Yesus, melainkan juga sebagai Bunda Allah. Kebenaran ini sudah ditegaskan dan diterima sebagai harta warisan iman Gereja sejak dari abad-abad awal kekristenan, dan akhirnya secara resmi dimaklumkan dalam Konsili Efesus pada tahun 431.
Dalam komunitas Kristiani awal, sementara para murid semakin menyadari bahwa Yesus adalah Putra Allah, menjadi semakin nyatalah bahwa Maria adalah Bunda Allah. Gelar ini tidak muncul dalam Kitab Suci. Yang ditegaskan adalah bahwa Yesus “menyamakan diri dengan Allah” (Yoh 5:18; 10:33). Ia menyatakan “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:30). Ia diakui sebagai “Tuhanku dan Allahku” (Yoh 20:18).
Sejak abad ketiga umat Kristiani Mesir sudah mendaraskan doa ini kepada Bunda Maria : “Kami bergegas datang untuk mohon kepadamu, ya Bunda Allah yang kudus, janganlah kiranya engkau mengabaikan permohonan dalam kesesakan kami, tetapi bebaskanlah kami dari segala yang jahat, ya Santa Perawan yang mulia”. Dalam doa kuno ini sebutan Bunda Allah muncul untuk pertama kalinya.
Mengikuti teladan umat Kristiani awal dari Mesir, kiranya kita pun dapat mempercayakan diri kita kepada dia yang sebagai Bunda Allah, dapat memperoleh dari Putra Ilahinya rahmat pembebasan dari yang jahat dan keselamatan sejati. Salam dan Berkat Tuhan bagi Anda, keluarga dan komunitas Anda. (Mgr. + I. Suharyo)
Surat Edaran Usulan ini Tidak Boleh Dipotong-Potong!
Gereja Katolik sangat mendukung makna peristiwa budaya Imlek yang masih dihayati oleh sebagian orang Tionghoa yang beragama Katolik. Ada makna hormat kepada Tuhan, leluhur dan sesama manusia (yang lebih tua), Syukur, persaudaraan, berbagi dan solidaritas terhadap sesama yang menderita. Berbicara tentang malam Imlek, ada berbagai kebiasaan bagi penganut agama Konfusianisme. Ada yang berkumpul bersama keluarga di Rumah untuk berdoa kepada Tien (Tuhan) bersyukur atas tahun yang berlalu dan mohon bimbingan untuk ditahun mendatang. Sepanjang pengetahuan yang amat terbatas, biasanya orang Tionghoa pada malam itu ciacay tidak makan makanan yang berjiwa (Daging dll). Maksudnya adalah supaya membersihkan diri dalam rangka menyambut tahun baru Imlek. Saling mengucapkan selamat tahun baru dilakukan pada hari raya Imlek (tgl 19 Feb 2015, keesokan hari) setelah sembayang di Klenteng-klenteng dan berbagi rezeki kepada kaum papa. Biasanya merayakan Imlek sambil makan-makan bersama keluarga besar di rumah orang tuanya (anak tertua kalau orang tuanya sudah meninggal) dan berbagi Angpao.
Mengenai kebiasaan makan bersama dengan keluarga di malam Imlek, tidak diketahui kapan kebiasaan itu muncul (perlu pengkajian lebih lanjut).
Diharapkan umat beriman mempertimbangkan dialog dengan budaya Tionghoa ini. Semoga umat beriman semakin dewasa dalam memilah mana yang bermakna dari suatu ajaran Gereja dan Budaya. Oleh karena itu kami menawarkan arahan sebagai berikut, Rabu Abu, tgl 18 Febuari 2015 tetap berjalan seperti biasa dan perayaan Imlek dirayakan pada keesokan harinya. Umat tetap berpuasa dan pantang. Makan kenyangnya di malam Imlek bersama keluarga dengan pantang Daging, atau Rokok atau ikan atau Jajan, silahkan umat berdiskresi sendiri. Pada hari raya Imlek umat beriman bisa makan bersama keluarga dalam persaudaraan setelah beribadah.
Perjuangan panjang Gereja Katolik di Malaysia untuk terus memakai kata “Allah” dalam majalah mingguan Herald selesai pada Rabu sesudah pengajuan bandingnya dihentikan.
Lima hakim yang dipimpin oleh Tan Sri Abdull Hamid Embong dengan cara bulat menyatakan bahwa ada ketidakadilan prosedural. Dia memberikan bahwa ambang batas untuk review belum tercukupi.
Suatu panel beranggotakan tujuh hakim Pengadilan Federal pada 23 Juni 2014, memberhentikan banding Gereja untuk ajukan banding ke Pengadilan Banding dalam hal melarang Herald memakai kata “Allah”.
Hakim Agung Tun Arifin Zakaria yaitu diantara empat hakim panel yang sepakat memberhentikan banding Gereja, Sedangkan tiga hakim yang lain tak sepakat.
Untuk memperjuangkan hak untuk memakai kata “Allah” di Herald, editornya Pastor Lawrence Andrew menyatakan kekecewaan berkenaan penghentian banding oleh Pengadilan Federal, yang menurut dia bakal mengakibatkan kerusakan hak-hak minoritas. Akan terjadi penindasan tirani; akan meningkatkan tindak intoleransi di Malaysia.
Pastor Andrew mengharapkan bahwa hak-hak minoritas, termasuk juga orang-orang miskin serta kurang mampu, tak bisa diinjak-injak.
Saat ditanya perihal alasan pengacara dari grup Muslim berkenaan penghentian banding itu, yaitu adalah ditujukan tidak untuk “membuka luka lama serta mengakibatkan keresahan orang-orang muslim”. Menurut pastor Andrew, ia tak tahu bagaimana hubungan “membuka luka lama serta keresahan” dengan topik penggunaan kata “Allah” pada majalah Herald, ini lantaran kata “Allah” sendiri sudah dipakai ratusan tahun lamanya oleh orang Kristen di Malaysia.
“Melayu sudah jadi bahasa dalam Gereja di Malaysia dan Indonesia dan bangsa serumpun, sepanjang beratus-ratus tahun dan saya sudah tunjukkan bukti (bahwa Bhs Malaysia) telah jadi bhs ibadat sepanjang beberapa ratus th. di buku Misa, ” tuturnya. “Dan sampai kini tak ada permasalahan apa pun, jadi saya tak lihat kemungkinan menghidupkan permasalahan. ”
Kata “Allah” dipakai dengan cara luas oleh beberapa orang Kristen di Sabah serta Sarawak serta Gereja memiliki pendapat bahwa larangan pemakaiannya di Herald adalah pelanggaran kebebasan beragama serta berekspresi.
Tokoh Gereja Cyrus Das menyampaikan bahwa masalah hak-hak konstitusional golongan minoritas masih tetap dapat memperolehnya.
“Ada permasalahan konstitusional yang lain yang belum diakukan, serta ini bisa dikerjakan dalam masalah lain, ” kata Das diluar ruangan sidang.
Politisi Malaysian Chinese Association (MCA) Gan Peng Sieu, yang juga seseorang pengacara, menuturkan penghentian banding di Pengadilan Federal pada Rabu juga sebagai suatu ketidakadilan.
“Orang-orang menginginkan Pengadilan Federal untuk berbuat lebih banyak lantaran ini adalah diluar politik, pekerjaan dari Pengadilan Federal yaitu melestarikan serta mempertahankan Konstitusi Federal serta sekarang ini permasalahan kata ‘Allah’ tak lagi ada gunanya untuk negara, ” kata Gan.
Gan juga menyampaikan bahwa orang awam serta golongan agama bakal menyimpulkan bahwa permasalahan ini sudah selesai dengan ketentuan pada Rabu.
?Datuk Zainul Rijal Abu Bakar, ketua Asosiasi Pengacara Muslim, nampaknya sepakat, seraya menyampaikan bahwa ketentuan itu cuma terbatas pada Herald, berarti Gereja tak bisa memakai kata “Allah” dalam publikasi.
“Komunitas Muslim Malaysia tak sukai bila kata ‘Allah’ dipakai non-Muslim. Berbeda dengan bangsa serumpunya Indonesia, yang secara sosio agama lebih dewasa”.
Beberapa tokoh lintas agama – Buddha, Hindu, Islam, Katolik, Protestan- menekan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak bermain politik dalam mengatasi masalah korupsi.
Beberapa tokoh lintas agama terbagi dalam Sekretaris Eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo YR Edy Purwanto, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Hendriette Lebang, perwakilan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Malik Madani, Ketua Walubi Suhadi, serta Ketua Bagian Hukum Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Yanto Jaya dan beberapa pegiat demokrasi termasuk juga Romo Antoinus Benny Susetyo, Ray Rangkuti bersua dengan pimpinan KPK di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, awal minggu ini.
Beberapa tokoh lintas agama itu mendatangi kantor KPK mempunyai tujuan untuk menekan KPK agar berkonsentrasi dalam pemberantasan korupsi serta menggerakkan tugasnya dengan cara baik serta berdiri sendiri tanpa ada desakan dari grup manapun apalagi bermain Politik!
Pertemuan itu didorong oleh masalah di mana ada petinggi negara yang diseleksi meskipun telah diputuskan juga sebagai tersangka oleh KPK.
Menurut Ketua PGI Hendriette Lebang, tiap-tiap petinggi negara yang dicalonkan mesti bersih apabila butuh dapat ditanyakan terlebih dulu pada KPK agar masyarakat tahu apakah pemimpin yang diambil tersandung dengan masalah, seperti korupsi, atau tak.
Disamping itu perwakilan PBNU KH Malik Madani mengemukakan pesan agar KPK tak bermain politik, serta konsentrasi pada kemampuannya dalam memberantas korupsi di Indonesia.
PBNU, lanjutnya, mensupport langkah KPK yang sampai kini dinilai baik menggerakkan tugasnya dalam memberantas korupsi. (satuharapan. com)
Ester Pudjo Widiasih, mewakili Sekretaris Umum Dewan Gereja Se-Dunia (World Council of Churches/WCC), Senin (19/1) mengirim Surat Keprihatinanpada walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto berkenaan diskriminasi pada GKI Taman Yasmin.
Surat bertanggal 16 Januari 2015 itu di tandatangani segera oleh Sekum WCC, Pendeta Dr Olav Fykse Tveit, dengan tembusan pada Presiden Joko Widodo, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, serta Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Pendeta Dr. Henriette Hutabarat-Lebang.
Intinya, Pendeta Tveit mengungkap keprihatinan atas keadaan jemaat GKI Taman Yasmin Bogor yang dihalangi melaksanakan ibadah. Juga perihal hak jemaat untuk melaksanakan ibadah di gereja mereka sendiri padahal sudah mendapat ijin hingga Mahkamah Agung selaku perwakilan peradilan tertinggi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendeta Tveit memohon Bima Arya agar mengizinkan jemaat GKI Yasmin agar melaksanakan ibadah di tempat yang telah ditetapkan sah oleh Mahkamah Agung.
“Saya memperoleh info bahwa, seperti dalam Laporan Pelapor Teristimewa Perserikatan Bangsa-Bangsa pada April 2014 berkenaan dengan Hak atas Kebebasan Berkumpul dengan cara Damai serta untuk Berorganisasi, bahwa “walaupun sudah ada ijin ketentuan hukum tetap dari Mahkamah Agung yang meneguhkan hak GKI Taman Yasmin untuk membangun gedung gereja di Bogor, Jawa Barat, namun pemerintah lokal menyegel bangunan itu mulai sejak 2010, ” catat pendeta itu. Ada apa dengan Hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini?
Ia menyampaikan dalam kunjungannya ke Indonesia pada Juni 2012, ia melaksanakan ibadah berbarengan jemaat GKI Yasmin serta semakin memperoleh pemahaman akan perjuangan mereka untuk memperoleh pernyataan atas hak mereka sesuai dengan hukum di Indonesia, termasuk juga hak untuk membangun serta untuk berkumpul didalam gereja mereka sendiri.
“Baru-baru ini, saya memperoleh info bahwa gereja mereka sekali lagi memperoleh ancaman untuk dihancurkan, ” tuturnya.
Dalam pemahaman Dewan Gereja Dunia pada kondisi ini, jemaat GKI Yasmin memiliki hak seutuhnya untuk berkumpul serta melaksanakan ibadah seperti di sampaikan dalam laporan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Mahkamah Agung Indonesia juga mengaku hak komunitas ini serta putusan Mahkamah Agung 2010 yang menyebutkan tak sahnya pembekuan IMB gereja pada 2008 yaitu berbentuk mengikat secara hukum untuk Pemerintah Kota Bogor. Selanjutnya, Ombudsman Republik Indonesia, yang didalam system hukum Indonesia mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan referensi yang sifatnya mengikat, juga membuat ketentuan yang mensupport gereja berkenaan dengan pencabutan IMB gereja pada 2011.
Ia meminta kota Bogor dibawah kepemimpinan Bima Arya sebagai wali kota, untuk menghormati serta melakukan ketentuan Mahkamah Agung serta Ombudsman Republik Indonesia. (satuharapan. com)
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr Ignatius Suharyo, adalah satu-satunya wakil Gereja Indonesia yang hadir dalam Sinode Keluarga. Ceritanya tentang “Surat untuk Santo Petrus” membuat Paus tertawa:
Ada sesuatu yang berbeda. Di katupan tangan jasad orang yang akan dimakamkan itu tidak hanya ada rosario tetapi juga terselib sebuah amplop. Di depan amplop bertuliskan alamat yang menunjukkan bahwa surat itu ditujukan kepada pastor paroki.
“Usai memimpin Misa pemakaman, saya bertanya kepada keluarga perihal amplop itu. Keluarga dari bapak itu menjawab, “Amplop itu berisi surat yang diterimanya dari pastor paroki,” kata Mgr Suharyo mengungkapkan kembali yang diceritakannya di depan Sinode Keluarga.
Ceritanya, bapak yang meninggal itu pernah gagal dalam membina rumah tangganya. Ia bercerai dan menikah lagi. Dalam hukum Gereja Katolik konsekuensinya jelas, yakni ia tidak diperkenankan menerima komuni. Akan tetapi, semangat hidup menggereja bapak itu tak kurang sedikit pun. Ia terlibat aktif dalam pelayan an dan kegiatan Gereja tak kenal lelah. Keluarga yang ia bangun bersama istri keduanya harmonis.
Hingga suatu ketika ia minta kepada pastor paroki, kalau boleh ia diperkenankan menerima komuni. Ia sangat rindu ingin menerima tubuh dan darah Kristus. Lantas pastor parokinya meng konsultasikannya kepada ahli hukum Gereja.
Setelah beberapa kali mendapat bimbingan, pastor ahli hukum Gereja mengirim surat kepada pastor paroki. Isi suratnya menyatakan bahwa dengan pertimbangan tertentu dan atas kemurahan hati Gereja, bapak itu diperbolehkan menerima komuni. Tembusan surat juga dikirim kepada bapak itu. Rupanya surat yang membolehkannya menerima komuni itulah yang dibawa bapak itu dalam petinya sebagai laporan kepada Santo Petrus, sang penjaga pintu surga.
Kisah ini diceritakan Mgr Ignatius Suharyo saat memberikan intervensi. Paus Fransiskus dan Bapa Sinode lain yang mendengar kesimpulan cerita bahwa surat itu dibawa sebagai laporan kepada Santo Petrus pun langsung tertawa.
“Apakah itu tertawa setuju atau tidak, saya tidak tahu,” tutur Mgr Suharyo saat menceritakan kembali kisah ini dalam pertemuannya dengan sekitar seratus biarawan-biarawati dan pastor asal Indonesia di Collegio San Pietro, Roma, 11/10.
Mgr Suharyo menceritakan kisah di atas dalam intervensinya karena melihat situasi Sinode pada waktu itu cukup menegangkan. Ada kubu garis keras dan kubu moderat yang berhadap-hadapan ketika diskusi sampai pada mencari solusi pastoral bagi orang yang sudah menikah, bercerai dan kemudian menikah lagi.
“Mereka yang ada di pihak garis keras berpegang teguh pada hukum Gereja dan tidak menghendaki diskusi soal itu. Orang yang menikah, cerai dan menikah lagi tidak boleh menerima komuni. Semen tara yang ada di pihak moderat empertimbangkan bahwa kalau mereka yang terkena kasus seperti itu, Gereja mau menempatkan mereka di mana? Toh mereka adalah juga anak-anak Allah, anggota Gereja yang patut dilayani,” papar Uskup Suharyo.
Usai melakukan intervensi di akhir minggu pertama Sinode, Mgr Suharyo diwawancarai oleh panitia Sinode. Mengapa ia diwawancarai? “Saya tidak tahu alasannya. Mungkin karena para peserta berdebat tanpa memberi jalan yang jelas. Kesimpulan keras tidak memberi tempat untuk diskusi. Yang masih memberi tempat untuk diskusi tidak memberi kejelasanapa usulannya. Sementara yang saya ceritakan itu merupakan fakta, sesuai pengalaman yang pernah saya alami,” ungkap Uskup Agung Jakarta ini.
Selain rekaman wawancara di atas, ada pula rekaman wawancara lain yang disampaikan dalam Bahasa Indonesia. Dalam video itu Uskup Suharyo menyampaikan pesan kepada seluruh umat di Indonesia. Katanya, “Saudara-saudari di Indonesia. Sebagai wakil Gereja Indonesia, saya menyampaikan keadaan keluarga-keluarga di Indonesia dalam Sinode.Saya boleh mengatakan bahwa kita bersyukur atas pemimpin-pemimpin Gereja kita karena dengan berani, tetapi sekaligus dengan rendah hati, seringkali mengambil keputusan- keputusan yang sungguh-sungguh menunjukkan kemurahan hati Allah.
Tidak pertama-tama berpegang pada aturan yang kaku, tetapi sungguh-sungguh mencoba untuk memberi perhatian, mendengarkan, memberi nasihat, untuk kemudian memberi jalan keluar. Kita ber syukur atas Gereja kita di Indonesia. Moga-moga makin banyak saudari-saudara kita yang sungguh mengalami kemurahan hati Allah, kebaikan hati-Nya, sehingga dapat memberikan kesaksian tentang kasih Allah ini”. (Sumber: www.hidupkatolik.com)