Home Blog

RENUNGAN MINGGU BIASA XVIII, 3 Agustus 2025

Bacaan Pertama, Pkh 1:2;2:21-23
“Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. Sebab, kalau ada orang berlelah-lelah dengan hikmat, pengetahuan dan kecakapan, maka ia harus meninggalkan bahagiannya kepada orang yang tidak berlelah-lelah untuk itu. Ini pun kesia-siaan dan kemalangan yang besar. Apakah faedah yang diperoleh manusia dari segala usaha yang dilakukannya dengan jerih payah di bawah matahari dan dari keinginan hatinya? Seluruh hidupnya penuh kesedihan dan pekerjaannya penuh kesusahan hati, bahkan pada malam hari hatinya tidak tenteram. Ini pun sia-sia.”
‭‭Pengkhotbah‬ ‭2‬:‭21‬-‭23‬ ‭TB‬‬
‭‭Bacaan Kedua, Kol 3:1-5.9-11
Saudara-saudara, kamu telah dibangkitkan bersama dengan Kristus. Maka carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. Apabila Dia menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan. Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala.
Jangan kamu saling mendustai lagi, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Penciptanya. Dalam keadaan yang baru ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, yang ada hanyalah Kristus di dalam semua orang.”
Bacaan Injil, Luk 12:13-21
Ketika Yesus mengajar orang banyak, Salah seorang dari orang banyak itu berkata kepada-Nya: ”Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: ”Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?”
Kata Yesus kepada orang banyak itu, ”Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.”
Kemudian Yesus mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan berikut: ”Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!
Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.”
Renungan Padat  
KAYA DI HADAPAN ALLAH 
Beberapa bulan terakhir ini terkadang saya mempertanyakan lagi arti dari kemewahan.
Bagi saya, kemewahan bukan lagi soal berapa banyak yang dimiliki. Atau berapa banyak harta yang dikumpulkan. Kalau pagi hari saya bisa bangun dengan segar dan menyiapkan diri dengan misa pagi. Lalu berolahraga 30 menit, sarapan dengan santai tanpa terburu-buru sambil membaca koran harian dan ngobrol dengan rekan imam sebelum akhirnya jam 8 pagi mulai bekerja. Itulah kemewahan buat saya.
Karena mungkin saja pada saat bersamaan, banyak orang lain sudah berjibaku di kereta komuter, jalan raya, atau di bis untuk bisa sampai di tempat kerja sebelum waktunya. Tidak pernah berpikir untuk olahraga pagi. Bahkan untuk sarapan saja tidak sempat.
Tapi mungkin bagi mereka itu juga sebuah kemewahan, dibandingkan dengan saudara-saudari kita yang bangun pagi beratapkan langit. Lalu kembali memutar otak hari ini mau dapat makan dari mana.
Tapi bisa juga bagi mereka itu kemewahan, dibandingkan dengan saudara-saudari kita yang tidak bisa bangun di pagi hari. Selang penyambung kehidupan terpasang menempel di bagian vital tubuh. Mereka yang sedang masa kritis di ICU.

Lalu, apa itu kemewahan? apa itu kekayaan? Kita mau melihat dengan kacamata seperti apa?
Bacaan Minggu ini bukannya menentang kekayaan atau kemewahan. Tidak ada yang salah dengan menjadi kaya, bergelimang harta. Asal berani berkata cukup. Kelimpahan yang terus didapatkan dialirkan kembali menjadi berkat untuk mereka yang belum seberuntung kita.
Yesus dalam Injil mengingatkan akan bahayanya ketamakkan atau keserakahan. Sikap serakah ini bisa dilakukan oleh siapapun. Mereka yang miskin – yang tidak kaya pun bisa bersikap serakah.  Pernah dengar berita orang berebutan makan di pesta pernikahan sampai ada korban jiwa?
Tamak serakah membuat orang tidak pernah merasa cukup. Selalu merasa kurang, padahal ia sudah berkelimpahan. Yesus tidak melarang kita untuk menjadi kaya. Tapi Ia mengingatkan kita akan keserakahan. Serakah itu merusak. Merusak hati, diri – merusak tatanan sosial. Malah Ia mangatakan, jadilah Kaya di hadapan Allah. Orang yang disebut kaya justru berani murah hati, membagikan apa yang menjadi kelimpahan dari dirinya menjadi berkat. Sebaliknya, orang yang serakah, justru sebenar-benarnya orang yang miskin.
Jadi, kamu gimana?
RA

 

RENUNGAN MINGGU BIASA XVII, 27 Juli 2025

Bacaan Pertama, Kej 18:20-33

Sekali peristiwa bersabdalah Tuhan kepada Abraham,  ”Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya. Baiklah Aku turun untuk melihat, apakah benar-benar mereka telah berkelakuan seperti keluh kesah orang yang telah sampai kepada-Ku atau tidak; Aku hendak mengetahuinya.”

Lalu berpalinglah orang-orang itu dari situ dan berjalan ke Sodom, tetapi Abraham masih tetap berdiri di hadapan Tuhan. Abraham datang mendekat dan berkata: ”Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik? Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu? Jauhlah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?” Tuhan berfirman: ”Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka.” Abraham menyahut: ”Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu. Sekiranya kurang lima orang dari kelima puluh orang benar itu, apakah Engkau akan memusnahkan seluruh kota itu karena yang lima itu?” Firman-Nya: ”Aku tidak memusnahkannya, jika Kudapati empat puluh lima di sana.”

Lagi Abraham melanjutkan perkataannya kepada-Nya: ”Sekiranya empat puluh didapati di sana?” Firman-Nya: ”Aku tidak akan berbuat demikian karena yang empat puluh itu.” Katanya: ”Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata sekali lagi. Sekiranya tiga puluh didapati di sana?” Firman-Nya: ”Aku tidak akan berbuat demikian, jika Kudapati tiga puluh di sana.”

Kata Abraham lagi: ”Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan. Sekiranya dua puluh didapati di sana?” Firman-Nya: ”Aku tidak akan memusnahkannya karena yang dua puluh itu.” Katanya: ”Janganlah kiranya Tuhan murka, kalau aku berkata lagi sekali ini saja. Sekiranya sepuluh didapati di sana?” Firman-Nya: ”Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu.”

Lalu pergilah Tuhan, setelah Ia selesai berfirman kepada Abraham; dan kembalilah Abraham ke tempat tinggalnya.”

Bacaan Kedua, Kol 2:12-14

Saudara-saudara, bersama Kristus kamu telah dikuburkan dalam pembaptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu akan karya kuasa Allah, yang telah membangkitkan Kristus dari orang mati. Dahulu kamu mati karena pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah. Tetapi kini Allah menghidupkan kamu bersama-sama bersama Kristus, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita. Surat hutang, yang oleh ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita, telah dihapuskan-Nya dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib.

Bacaan Injil, Luk 11:1-13

Pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: ”Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya.” Jawab Yesus kepada mereka: ”Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.”

Lalu kata-Nya kepada mereka: ”Jika seorang di antara kamu pada tengah malam pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya: Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya; masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab: Jangan mengganggu aku, pintu sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepada saudara.

Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya.

Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.

Renungan Padat

Sabda Minggu ini bicara soal apa?

Mintalah, Ketoklah, carilah maka kamu akan mendapat. Banyak orang menyangka apa yang dicari, apa yang diminta dan diketok kepada Allah berkaitan dengan dunia ini. Minta pekerjaan, jodoh, kelancaran, dijauhkan dari masalah itu minta kepada Allah supaya dibebaskan. Saya merasa kok bukan seperti itu ya.

Lihat apa yang dilakukan Abraham. Ia ‘tawar-menawar’ dengan Allah terhadap nasib Sodom dan Gomora yang hendak dimusnahkan. Abraham sedang meminta pengampunan terhadap Sodom dan Gomora – demi segelintir orang benar yang tinggal di daerah itu.

Kita lihat doa Bapa kami yang diajarkan Yesus kepada murid-murid-Nya. Ini sesuai dengan apa yang mereka minta. “Tuhan, ajarilah kami berdoa (meminta) seperti apa yang diajarkan Yohanes kepada murid-murid-Nya.

Mintalah, kerajaan Allah datang, dan kehendak-Nya yang terjadi.

Untuk makanan dan rezeki, mintalah supaya cukup, tidak lebih tidak kurang.

Dan yang terpenting, ampunilah dosa kami – seperti kamipun mengampuni orang yang bersalah.

Lewat doa ini, Yesus mengajar kepada kita apa-apa saja yang sebenarnya paling perlu untuk kita minta..

Jadi tidak semua-muanya kan harus kita minta?

RA

 

 

RENUNGAN MINGGU BIASA XVI, 20 JULI 2025

Bacaan I, Kejadian 18:1-10a

Sekali peristiwa Tuhan menampakkan diri kepada Abraham dekat pohon tarbantin di Mamre. Waktu itu Abraham sedang duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik. Ketika ia mengangkat mata, ia melihat tiga orang berdiri di depannya. Melihat mereka, Abraham bergegas dari pintu kemahnya menyongsong mereka. Ia bersujud sampai ke tanah dan berkata: ”Tuanku, jika aku telah mendapat kasih tuanku, janganlah kiranya lampaui hambamu ini. Biarlah diambil air sedikit, basuhlah kakimu dan duduklah beristirahat di bawah pohon ini; biarlah kuambil sepotong roti, supaya tuan-tuan segar kembali. Kemudian bolehlah tuan-tuan meneruskan perjalanannya; sebab tuan-tuan telah datang ke tempat hambamu ini.” Jawab mereka: ”Perbuatlah seperti yang kaukatakan itu.” Abraham segera pergi ke kemah mendapatkan Sara serta berkata: ”Segeralah! Ambil tiga sukat tepung yang terbaik! Remaslah itu dan buatlah roti bundar!” Lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya, ia mengambil seekor anak lembu yang empuk dan baik dagingnya dan memberikannya kepada seorang bujangnya, yang segera mengolahnya. Kemudian Abraham mengambil dadih, susu dan anak lembu yang telah diolah itu, lalu dihidangkannya kepada ketiga orang itu. Abraham sendiri berdiri di dekat mereka di bawah pohon itu, sementara mereka makan.

Sesudah makan, bertanyalah kepada Abraham: ”Di manakah Sara, isterimu?” Jawabnya: ”Di sana, di dalam kemah.” Maka berkatalah ia: ”Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki.”

Bacaan II, Kolose 1:24-28

Saudara-saudara, sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita demi kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat. Aku telah menjadi pelayan jemaat itu sesuai dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firman-Nya kepada kamu, yaitu: Rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad dan dari turunan ke turunan, tetapi yang sekarang dinyatakan kepada orang-orang kudus-Nya. Allah berkenan memberitahu mereka betapa kaya dan mulianya rahasia itu di antara bangsa-bangsa lain, yaitu: Kristus ada di tengah-tengah kamu. Dialah harapan akan kemuliaan! Dialah yang kami beritakan dengan memperingatkan orang dan mengajar mereka dalam segala hikmat untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus.

Bacaan Injil, Lukas 10:38-42

Dalam perjalanan ke Yerusalem, Yesus dan murid-murid-Nya tiba di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya. Wanita itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya. Tetapi Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: ”Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudariku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.” Tetapi Tuhan menjawabnya: ”Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”

Renungan Padat.

“Engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu dan Maria telah memilih bagian yang terbaik.”

Perkataan Yesus ini menghentak saya seketika.

Marta yang bertindak selayaknya tuan rumah yang baik disadarkan oleh Yesus dengan perkataan tadi. Apa yang Yesus mau sebenarnya? Bukankah wajar kalau Marta sibuk mempersiapkan hidangan yang terbaik untuk menjamu tamu di rumahnya, apalagi jika tamu itu Yesus, sahabat mereka. Marta mau supaya Yesus dihormati di rumahnya. Tapi apakah yang dimaksud Marta sesuai dengan yang Yesus kehendaki?

Apa yang Yesus maksudkan?

Kadang juga saya merasa terganggu, sedang memimpin misa di sebuah rumah. Misa belum selesai, belum berkat penutup, tapi tuan rumah sudah sibuk-sibuk di dapur mempersiapkan hidangan yang aromanya semerbak menyelimuti ruangan itu. Bagi saya makanan itu bisa nanti, tapi kebersamaan dalam Ekaristi dari awal sampai akhir itu yang terbaik. Orang sungguh mengalami Tuhan dalam hidupnya, jauh lebih diperlukan dibandingkan kesibukan yang dilakukan demi mencari kepastian.

Paulus, dalam bacaan kedua, memberi tahu rahasia besar yang tidak semua orang tau dan sadar. Kristus ada di tengah-tengah-Mu. Dia sungguh hidup dalam diri kita. Dalam setiap sakramen Gereja secara khusus. Dia ada dalam kita yang menerima Sakramen Inisiasi. Dia ada dalam dua insan baptis yang menikah. Suami Istri yang martabatnya diangkat sebagai Sakramen di dalam keluarga. Dia ada dalam setiap pengampunan yang kita berikan kepada yang bersalah. Dia ada dalam setiap berkat yang kita berikan untuk orang lain. Dia ada di setiap rumah di mana yang tinggal di dalamnya saling mengasihi.

Jadi, kadang kita bisa bertanya, kalau kita kuatir dan menjadi sibuk sekali… untuk apa?

RA

 

RENUNGAN MINGGU BIASA XV, 13 Juli 2025

Bacaan Pertama, Ulangan 30:10-14

Pada waktu itu Musa memanggil segenap orang Israel berkumpul, lalu berkata kepada mereka, “Hendaklah engkau mendengarkan suara Tuhan, Allahmu, dengan berpegang pada perintah dan ketetapan-Nya, yang tertulis dalam kitab Taurat ini dan apabila engkau berbalik kepada Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu.

Sebab perintah ini, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, tidaklah terlalu sukar bagimu dan tidak pula terlalu jauh. Tidak di langit tempatnya, sehingga engkau berkata: Siapakah yang akan naik ke langit untuk mengambilnya bagi kita dan memperdengarkannya kepada kita, supaya kita melakukannya? Juga tidak di seberang laut tempatnya, sehingga engkau berkata: Siapakah yang akan menyeberang ke seberang laut untuk mengambilnya bagi kita dan memperdengarkannya kepada kita, supaya kita melakukannya?

Firman itu sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan.

Bacaan Kedua, Kol 1:15-20

Saudara-saudara, Kristus adalah gambar Allah yang tidak kelihatan. Dia adalah yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana maupun kerajaan, baik pemerintah maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada mendahului segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.

Dialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Dialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.

Seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Allah memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di surga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.”

Bacaan Injil, Luk 10:25-37

Sekali peristiwa seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: ”Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus kepadanya: ”Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?”

Jawab orang itu: ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata Yesus kepadanya: ”Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.”

Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: ”Dan siapakah sesamaku manusia?” Jawab Yesus: ”Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu. Ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.

Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.

Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali”

Menurut pendapatmu siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Jawab orang itu: ”Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: ”Pergilah, dan perbuatlah demikian!”

Renungan Padat

Saudara-saudari terkasih. Kalau anda ditanya, dengan melihat kondisi terkini sekarang di negara kita, kira-kira seberapa dekatkah jarak kita dengan cita-cita bangsa kita, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika? Saya kira bisa dijawab dengan berbagi macam tanggapan.

Mungkin ada dari anda yang merasa sudah dekat. Karena Pancasila sudah menjadi makanan sehari-hari. Di sekolah, di kampus, tempat kerja ada Pancasila. Burung Garuda Pancasila. Tulisan “Bhinneka Tunggal Ika” di mana-mana. Dekat, sangat dekat.

Tapi, mungkin ada yang merasa Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika masih jauh. Sangat jauh. Masih merupakan cita-cita yang terus menerus harus diperjuangkan dengan keringat agar kelima sila yang berbuah pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sungguh-sungguh terjadi.

Jadi mana yang benar? Dekat atau Jauh?

Kira-kira seperti itulah pertanyaan yang ingin dijawab juga oleh bangsa Israel detik-detik mereka masuk ke tanah terjanji. Bisa jadi pertanyaan mereka sama. Seberapa dekat mereka dengan “Pancasila” mereka yakni Hukum Taurat dari Allah itu?

Musa mengatakan dengan jelas. Segala perintah Allah itu tidaklah terlalu jauh. Perintah dan ketetapan Allah begitu dekat, sebab ia ada di dalam mulut, dan di dalam hatimu UNTUK DILAKUKAN. Jadi sebetulnya, sudah dekat. Baik Hukum Taurat bagi Israel, atau Pancasila dan UUD’45 untuk Indonesia. Sudah tertanam di mulut, pikiran dan hati. Tinggal itu dilakukan atau tidak. Seringkali hal itu menjadi jauh, karena hanya tinggal di mulut, pikiran dan hati saja tanpa melakukan apa-apa.

Itu yang jadi problem mendasar dari pertanyaan ahli taurat kepada Yesus. Yesus tau ahli taurat pintar. Sepintar-pintarnya orang Yahudi. Tidak diragukan lagi. Dekat dengan Allah, dan segala perintah-perintah-Nya. Tapi sekarang pertanyaannya adalah demikian. Apakah kedekatan dengan Allah membawa juga kedekatan dengan sesama manusia? Pertanyaan retorik ini yang menjadi inti dari kisah perumpamaan orang Samaria yang baik hati.

Belaskasih – apakah masih sekedar konsep ataukah sudah menjadi perbuatan? Ahli Taurat memahami Taurat dengan segenap akal budi, tapi apakah juga dengan segenap hatinya?

Tindakan orang Samaria dalam kisah ini menunjukkan bahwa Belas Kasih – menjadi karakter dasar setiap manusia – siapapun dia, apapun agama, tradisi dan agamanya. Sebab Allah adalah belas kasih. Demikian pula manusia – gambar Allah – juga memiliki sifat dasar belaskasih. Maka, sudah sepatutnya, ketika ada orang yang terlantar butuh pertolongan, sifat dasariah adalah tolong, tanpa melihat orang itu siapa dan dari mana. Orang Samaria menolong seorang asing baginya, tapi sesama dalam kemanusiaan.

Yesus pun menyampaikan pertanyaan retorik juga bagi ahli Taurat itu. Apakah dia juga melihat orang Samaria itu juga sebagai sesamanya?

Jadi, kamu gimana?
RA

RENUNGAN MINGGU BIASA XIV, 6 Juli 2025

Bacaan Pertama, Yesaya 66:10-14c

Bersukacitalah bersama dengan Yerusalem, dan bersorak-soraklah karenanya, hai semua orang yang mencintainya! Bergiranglah bersama dia segirang-girangnya, hai semua orang yang berkabung karenanya! supaya kamu mengisap dan menjadi kenyang dari susu yang menyegarkan kamu, supaya kamu menghirup dan menikmati dari dadanya yang bernas.

Sebab beginilah firman Tuhan: Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepadanya keselamatan seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang membanjir; kamu akan menyusu, akan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan. Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan menghibur kamu; kamu akan dihibur di Yerusalem. Apabila kamu melihatnya, hatimu akan girang, dan kamu akan seperti rumput muda yang tumbuh dengan lebat; maka tangan Tuhan akan nyata kepada hamba-hamba-Nya.

Bacaan Kedua, Galatia 6:14-18

Saudara-saudara, aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.

Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya.

Bagi semua orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat. Selanjutnya janganlah ada orang yang menyusahkan aku, karena pada tubuhku ada tanda-tanda milik Yesus.

Saudara-saudara, Kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus menyertai roh kamu. Amin.”

Bacaan Injil, Lukas 10:1-12.17-20

Sekali peristiwa Tuhan menunjuk tujuh puluh murid. Ia lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya.

Kata-Nya kepada mereka: ”Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan. Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah. Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu.

Tetapi jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu tidak diterima di situ, pergilah ke jalan-jalan raya kota itu dan serukanlah: Juga debu kotamu yang melekat pada kaki kami, kami kebaskan di depanmu; tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat. Aku berkata kepadamu: pada hari itu Sodom akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu.”

Sesudah menyelesaikan perutusannya, ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: ”Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu.” Lalu kata Yesus kepada mereka: ”Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit. Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga.”

Renungan Padat

Kisah Yesus mengutus tujuh puluh murid tak henti membuat saya takjub. Kita bisa bertanya bagaimana Yesus memilih orang-orangnya? Apa kriteria yang Yesus pakai? Apakah yang mampu, yang sehat, yang mau, atau asal sembarang saja? Lalu bagaimana perasaan orang-orang yang dipilih itu? Bangga? Menolak? atau muncul rasa ragu, takut, tidak layak dan pantas? Atau mungkin bertanya apa yang harus dilakukan? Bagaimana nanti kalau ditolak? Bagaimana kalau saya sakit atau bahkan mati?? Dan segudang pertanyaan lainnya.

Lazimnya memang seperti itu. Kadang sebelum kita lakukan, muncul segudang pikiran imajinatif ‘bagaimana kalau’ yang akhirnya membuat kita sendiri ragu dan gentar.

Perutusan itu tidak mudah. Yesus sendiri mengatakannya, “Seperti Anak Domba ke tengah-tengah serigala”. Yesus pun meminta mereka tidak membawa apa-apa selain apa yang dikenakan di badan. Tugasnya sederhana, membawa salam dan damai serta menyembuhkan orang-orang yang sakit.

Rupanya… Sekembalinya dari perutusan, jumlah yang pulang tetap sama dengan yang pergi. Tetap 70 orang. Tidak ada yang mati. Dan mereka kembali dengan gembira, bahkan bercerita kalau mereka berhasil mengusir setan-setan. Itu sebuah job-desc yang tidak diberikan di awal sebelumnya. Tapi ternyata mereka bisa melakukannya.

Yang lebih kaget lagi, diam-diam Yesus telah membekali mereka dengan kuasa untuk mengalahkan dan menahan kekuatan musuh, si jahat. Bukan karena kekuatan mereka, tapi karena Kuasa Yesus mereka bisa melakukan itu semua.

Paulus menyadari hal itu. Dia tidak mau bermegah akan hal lain selain Salib Kristus. Kristuslah yang menjadikan dirinya sebagai ciptaan baru. Ciptaan baru yang hidup karena dan untuk damai sejahtera dan rahmat.

RA.

RENUNGAN HR ST. PETRUS DAN PAULUS, MINGGU 29 JUNI 2025

Bacaan Pertama, Kis 12:1-11

Waktu terjadi penganiayaan terhadap jemaat, Raja Herodes mulai bertindak dengan keras terhadap beberapa orang dari jemaat. Ia menyuruh membunuh Yakobus, saudara Yohanes, dengan pedang. Ketika ia melihat, bahwa hal itu menyenangkan hati orang Yahudi, ia melanjutkan perbuatannya itu dan menyuruh menahan Petrus. Waktu itu hari raya Roti Tidak Beragi. Setelah Petrus ditangkap, Herodes menyuruh memenjarakannya di bawah penjagaan empat regu, masing-masing terdiri dari empat prajurit. Maksudnya ialah, supaya sehabis Paskah ia menghadapkannya ke depan orang banyak. Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah.

Pada malam sebelum Herodes hendak menghadapkannya kepada orang banyak, Petrus tidur di antara dua orang prajurit, terbelenggu dengan dua rantai. Selain itu prajurit-prajurit pengawal sedang berkawal di muka pintu. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan dekat Petrus dan cahaya bersinar dalam ruang itu. Malaikat itu menepuk Petrus untuk membangunkannya, katanya: ”Bangunlah segera!” Maka gugurlah rantai itu dari tangan Petrus. Lalu kata malaikat itu kepadanya: ”Ikatlah pinggangmu dan kenakanlah sepatumu!” Ia pun berbuat demikian. Lalu malaikat itu berkata kepadanya: ”Kenakanlah jubahmu dan ikutlah aku!” Lalu ia mengikuti malaikat itu ke luar dan ia tidak tahu, bahwa apa yang dilakukan malaikat itu sungguh-sungguh terjadi, sangkanya ia melihat suatu penglihatan. Setelah mereka melalui tempat kawal pertama dan tempat kawal kedua, sampailah mereka ke pintu gerbang besi yang menuju ke kota. Pintu itu terbuka dengan sendirinya bagi mereka. Sesudah tiba di luar, mereka berjalan sampai ke ujung jalan, dan tiba-tiba malaikat itu meninggalkan dia. Dan setelah sadar akan dirinya, Petrus berkata: ”Sekarang tahulah aku benar-benar bahwa Tuhan telah menyuruh malaikat-Nya dan menyelamatkan aku dari tangan Herodes dan dari segala sesuatu yang diharapkan orang Yahudi.”

Bacaan Kedua, 2Tim 4:6-8.17-18

Saudaraku terkasih, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.

Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya. Dengan demikian aku lepas dari mulut singa. Dan Tuhan akan melepaskan aku dari setiap usaha yang jahat. Dia akan menyelamatkan aku, sehingga aku masuk ke dalam Kerajaan-Nya di sorga. Bagi-Nyalah kemuliaan selama-lamanya! Amin.
‭‭

Bacaan Injil, Mat 16:13-19

Sekali peristiwa, Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: ”Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Jawab mereka: ”Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.”

Lalu Yesus bertanya kepada mereka: ”Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Simon Petrus: ”Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” Kata Yesus kepadanya: ”Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.

Renungan Padat

Tekun dalam Iman

Minggu ini bersama seluruh Gereja kita merayakan St Petrus dan Paulus. Jarang sekali perayaan dua soko Guru Gereja ini pada hari Minggu seperti ini. Dengan demikian menjadi semakin spesial ketika jatuh di hari minggu, banyak umat bisa hadir di gereja dalam Perayaan Ekaristi.

Saudaraku terkasih. Melihat bacaan hari ini, khususnya di dua bacaan awal kita disuguhkan dua cerita. Rasul Petrus yang mengalami sendiri penyertaan Tuhan dalam misinya, membebaskan dia dari tangan kejam Herodes dan orang-orang Yahudi. Yang lain, Rasul Paulus juga memberikan refleksinya di kalimat akhir. Bahwa Tuhan telah mendampingi dan menguatkannya selama tugas misinya. Dan kini Paulus telah mencapai garis akhir pertandingannya.

Keduanya, kita tahu, berasal dari latar belakang yang berbeda.

Petrus, dulunya Simon, adalah seorang saudagar nelayan danau Galilea. Mungkin dia tidak begitu terpelajar seperti Paulus. Tapi Simon memiliki kegigihan, keberanian atau boleh disebut juga kenekatan khas nelayan. Dan kita bisa melihat karakternya itu di banyak tempat dalam kisah-kisah Injil. Sampai pada suatu saat Tuhan datang dan memanggil Simon menjadi Penjala Manusia.

Sementara, Paulus, dulunya Saulus adalah seorang Yahudi, taat dan terpelajar. Ia bersekolah agama Yahudi di bawah bimbingan Gamaliel. Bahkan dalam usia muda sudah menjadi anggota Mahkamah Agama Yahudi saat itu. Mendapat kuasa dan wewenang untuk menangkap orang-orang Kristen dan mengadili mereka. Sampai pada satu saat Tuhan datang kepadanya dalam perjalanan ke damsyik, dan memanggil Saulus.

Sisanya adalah sejarah.

Simon menjadi Petrus, batu karang. Yang di atas pengakuan imannya Tuhan mendirikan gereja-Nya. Ia diberi kuasa untuk mengikat dan melepas segala hal di bumi, demikian juga terjadi di surga. Dan sejak itu, Simon berusaha dan berjuang untuk berpegang teguh pada keyakinan itu. Meski pernah menyangkal, tapi Ia kembali datang kepada Yesus sampai akhir hidupnya.

Saulus menjadi Paulus, diutus untuk mewartakan Injil ke bangsa-bangsa bukan Yahudi. Perjalanan misinya dibuat ke tempat-tempat jauh, bahkan sampai tanah Makedonia dan Yunani. Ketekunan dan kesetiaannya tidak diragukan lagi.

Dan Tuhan menyertai, melindungi dan menguatkan mereka.

Setiap orang, siapapun dia, bagaimana pun latar belakangnya, jika Tuhan berkehendak pasti akan dipilih-Nya. Setiap dari mereka akan ditantang untuk menyatakan ketaatannya, dan diutus menjadi saksi Kristus di mana pun. Tuhan berjanji akan menyertai dan menguatkan dengan kuasa-Nya. Paulus dan Petrus pribadi-pribadi yang tekun, menjalankan dengan setia apa yang diyakininya. Tidak ada buah kesuksesan yang dihasilkan mereka. Petrus dan Paulus menjadi martir bahkan. Tapi semangat ketekunan, iman yang teguh menjadi buah semangat bagi kita yang juga berusaha setia pada zaman sekarang.

RA
‭‭

Ketika Energi Maskulin dan Feminin bersatu – tari lengger lanang

Menari bersama Sanggar Lengger, Kaliori

Ada sebuah buku yang pernah saya baca. Terbitan lama. Buku karangan David Deida berjudul “Intimate Communion – Awakening your sexual essence”. Deida menjelaskan dengan sangat gamblang, betapa energi Maskulin dan Feminin ada pada diri laki-laki maupun perempuan. Tinggal mana yang dominan. Hanya sedikit orang yang mampu menyeimbangkan dua energi itu pada dalam dirinya. Biasanya laki-laki hanya bisa dominan maskulin, tapi juga dalam satu waktu bisa berenergi feminin. Juga sebaliknya, perempuan bisa dominan feminin, juga satu waktu dominan maskulin. Ketika energi berbeda bertemu muncul energi tarik menarik. Begitu pula saat energinya sama bertemu dapat saling menolak. Seperti magnet.

Lalu bagaimana jika dua energi itu sungguh sangat dominan dalam diri satu orang?

Pertanyaan itu terjawab dan menjadi hidup saat saya bersama dengan rombongan komsos regio jawa datang berkunjung ke Sanggar Tari Lengger, Gayatri Serayu, Kamis 26 Juni 2025. Tari lengger lanang terkenal dengan tarian gemulai perempuan tapi ditarikan oleh seorang laki-laki. Di sanggar, kami disambut oleh Mas Rianto beserta timnya. Sebelum mas Rianto berbicara, kami disuguhkan tarian oleh anak-anak muda yang belajar di sanggarnya.

Suguhan tarian lengger dari anak-anak muda sanggar

Mas Rianto lantas bercerita tentang sejarah Lengger Banyumas ini. Perjuangannya untuk melestarikan budaya lengger ini dan regenerasi kepada anak-anak muda. Bahkan perjalanan hidupnya sempat menjadi inspirasi film festival “Kucumbu Tubuh Indahku” (2018) yang disutradarai oleh Garin Nugroho. Film yang pasti bagus tapi dalam banyak berita saat itu sempat diprotes sana sini karena dianggap “mempromosikan LGBT”. Apakah benar demikian?

Mas Rianto (tengah) sedang menjelaskan Lengger

Menurut Deida, dalam bukunya “Intimate Communion” tanda-tanda energi feminin dan maskulin sangat khas. Energi Maskulin itu seperti kota Jakarta, terarah dengan tujuan, progres, cepat, ada rencana, analisis masalah dan pencarian solusi. Sementara Energi Feminin seperti Bali: mengalir, tenang, damai, fleksibel, cinta. Tarian adalah energi Feminin.

Saat saya ikut menari bersama Mas Rianto dan teman-teman yang lain, energi Maskulin saya mendominasi. Saya sibuk menganalisis. Ini tempo lagunya berapa, gerakannya hitungannya gimana, berapa kali maju, berapa kali mundurnya. Tangannya harus gimana. Sementara itu saya juga sadar, energi saat menari itu harusnya energi feminin. Tidak perlu banyak analisis, mengalir saja gerakan tangan dan sebagainya. Just go with the flow. Masalahnya saya tidak bisa.

Dan rupanya, untuk sampai bisa seorang laki-laki bisa menari sangat luwes seperti Mas Rianto dan rekan-rekannya, bukan proses yang instan dan mudah. Perjuangannya panjang, dan menyangkut hal-hal mistis juga.

Rasa kagum muncul saat melihat Mas Rianto dan beberapa teman lain, meski mereka laki-laki secara fisik, energi femininnya sangat dominan juga. Energinya begitu mengalir dari gerakan tarian yang mereka lakukan. Bahkan tarian terus dilakukan di panggung bawah, dan mereka mengajak lagi para tamu regio untuk menari bersama. “Bisa lupa waktu ini” pikir saya. Lagi-lagi energi maskulin saya mendominasi.

Mas Rianto sedang mengajari salah satu gerakan tarian Lengger

Terimakasih Mas Rianto dan Sanggar Lengger karena sudah memperlihatkan kepada saya dua energi khas laki-laki dan perempuan itu bisa hadir, bersatu namun tidak tercampur dalam satu tubuh. Dua-duanya nampak terlihat dan tidak saling bertentangan. Luar biasa. Bravo.

Rm Aldo (langsung dari Purwokerto).

Mencetak “Elon Musk” Baru di Purwokerto

Itu yang sepintas muncul dalam pikiran saya ketika saya berkunjung ke STIKOM Yos Sudarso, Purwokerto. Kunjungan ini terjadi sebagai rangkaian acara Temu Komsos Regio Jawa 2025 di Keuskupan Purwokerto. Setelah disambut dengan begitu meriah, rombongan dibawa ke lantai 3. Rupanya di aula itu sudah dipersiapkan pameran karya-karya Mahasiswa. Dan bagi saya, isi pamerannya keren.

Ada satu alat awalnya saya kira mesin giling kopi. Saya datang untuk melihat. Rupanya bukan. Ternyata itu adalah mesin pencacah/pengiling sampah otomatis dengan sensor.

Mesin pencacah sampah produk mahasiswa Stikom

Ada lagi prototype smarthome. Rumah pintar dengan berbagai macam sensor. Misalnya, sensor otomatis bernyala ketika hujan turun langsung menarik tiang jemuran masuk ke dalam. Rumah ini juga lengkap dengan sensor panas ruangan, yang ketika menyentuh angka 30 derajat langsung menyalakan kipas exhaust. Dan masih banyak lagi karya-karya mereka.

Para Peserta Temu Regio Jawa sedang melihat salah satu pameran mahasiswa STIKOM, prototype Smarthome

Saat berkeliling melihat pameran ini, muncul pertanyaan dalam diri saya. Kok bisa, Keuskupan Purwokerto – organisasi gereja yang identik dengan kegiatan rohani – justru malah mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Komputer. Bukannya Sekolah Teologi – Kitab Suci atau sejenisnya?

Parkiran Motor
Prasasti peresmian gedung
Gedung STIKOM dalam proses renovasi

Dan ternyata, Sekolah Tinggi yang tahun 2025 akan merayakan Dies Natalis ke-20 ini merupakan buah visioner dari alm Mgr Julianus Sunarko, SJ Uskup Keuskupan Purwokerto saat itu. Dari hasil wawancara saya dengan Rm. Christy Mahendra, Pr salah satu staf di sana terungkap bahwa dulu awal rencananya adalah pendirian Sekolah Tinggi Ekonomi. Tapi rupanya nomenklatur dari kementerian yang keluar adalah Sekolah Tinggi Ilmu Komputer.

“Uskup Julianus Sunarko kala itu melihat kurangnya kaderisasi di Keuskupan. Dan salah satu solusi kaderisasi adalah pendidikan, yang bisa masuk ke semua masyarakat. Kalau hanya Teologi yang didik terbatas, kalangan katolik saja. Sedangkan Mgr Sunarko kala itu ingin Gereja punya dampak di wilayah Keuskupan Purwokerto. Maka yang dipilih adalah ilmu profan (baca:dunia)” demikian penjelasan Romo yang meraih gelar Master di bidang ilmu komputer.

Senada dengan itu, Ketua Yayasan STIKOM – Rm Dr Antonius Ary Setiawan Pr menjelaskan dalam kata sambutannya, bahwa STIKOM ini hadir bagi pendidikan anak-anak muda – khususnya yang kesulitan ekonomi dan intelektualnya kurang menonjol tapi mereka mau belajar.

Sampai saat tulisan ini dibuat, STIKOM terbuka untuk mahasiswa-mahasiswa yang ingin belajar. Menurut penjelasan ketua STIKOM, Bp Romanus Edy Prabowo, PHD, 80% mahasiswa yang kuliah dibiayai dengan beasiswa KIP. Dan kebanyakan berasal dari luar jawa. Sehingga masih terbuka juga beasiswa bagi mereka yang tertarik untuk sekolah di STIKOM Yos Sudarso. Informasi lebih lengkap dalam dilihat di stikomyos.ac.id

Kita berdoa semoga cita-cita pendiri STIKOM dapat terus berkembang. Siapa tau lahir calon “Elon Musk” baru dari kota Purwokerto ini. Selamat Dies Natalis ke – 20 bagi STIKOM YOS SUDARSO, Purwokerto.

Rm Aldo (langsung dari Purwokerto).

Temu Komsos Regio Jawa 25-27 Juni 2025

Purwokerto

”Menjadi komunikator pengharapan”. Demikian tema pertemuan komisi komunikasi sosial Keuskupan-Keuskupan di Regio Jawa. Pertemuan untuk tahun 2025 diadakan di Keuskupan Purwokerto pada tanggal 25-27 Juni 2025.

Pertemuan dibuka dengan Misa yang dipimpin oleh Rm Vikjen Purwokerto dan didampingi Para Imam Ketua Komsos Keuskupan yang hadir.

Video lengkap rekap hari pertama dapat dilihat pada tautan berikut:

Berikut agenda pertemuan komsos regio jawa.

RA

 

RENUNGAN HR TUBUH DAN DARAH KRISTUS, Minggu 22 Juni 2025

Bacaan Pertama, Kej 14:18-20

Melkisedek, raja Salem, adalah seorang imam Allah Yang Mahatinggi. Ketika Abram kembali dari kemenangannya atas beberapa raja, Melkisedek membawa anggur dan roti lalu memberkati Abram, katanya: ”Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi, dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan musuhmu ke tanganmu.” Lalu Abram memberikan kepada Melkisedek sepersepuluh dari semua jarahannya.”

Bacaan Kedua, 1Kor 11:23-26

Saudara- saudara terkasih, apa yang telah kuteruskan kepadamu ini telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah mengucap syukur atasnya; Ia membagi-bagi roti itu seraya berkata: ”Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagimu; perbuatlah ini untuk mengenang Daku!” Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: ”Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku. Setiap kali kamu meminumnya, perbuatlah ini mengenang Daku!”

Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.

Bacaan Injil, Luk 9:11b-17

Sekali peristiwa Yesus berbicara kepada orang banyak tentang Kerajaan Allah dan Ia menyembuhkan orang-orang yang memerlukan penyembuhan. Pada waktu hari mulai malam datanglah kedua belas murid-Nya kepada-Nya dan berkata: ”Suruhlah orang banyak itu pergi, supaya mereka pergi ke desa-desa dan kampung-kampung sekitar ini untuk mencari tempat penginapan dan makanan, karena di sini kita berada di tempat yang sunyi.” Tetapi Ia berkata kepada mereka: ”Kamu harus memberi mereka makan!” Mereka menjawab: ”Yang ada pada kami tidak lebih dari pada lima roti dan dua ikan, kecuali kalau kami pergi membeli makanan untuk semua orang banyak ini.” Sebab di situ ada kira-kira lima ribu orang laki-laki.

Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: ”Suruhlah mereka duduk berkelompok-kelompok, kira-kira lima puluh orang sekelompok.” Murid-murid melakukannya dan menyuruh semua orang banyak itu duduk. Dan setelah Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya supaya dibagi-bagikannya kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian dikumpulkan potongan-potongan roti yang sisa sebanyak dua belas bakul.”

Renungan Padat

KENANGAN YANG MENGHADIRKAN

“Perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku”. Itulah pesan Paulus dalam suratnya pertama kepada umat di Korintus. Ia mengaku bahwa pesan ini ia terima dari Tuhan. Yang ia terima – itulah yang ia sampaikan kepada jemaat di Korintus. Pesan itu bukan buatanya sendiri. Tapi Tuhan yang menyuruhnya.

Di akhir suratnya, Paulus menegaskan: Setiap kali kamu makan roti dan dan minum cawan ini, kamu memberitakan wafat Tuhan. Jadi tindakan itu bukan sekedar makan dan minum biasa. Ekaristi bukan makan minum biasa seperti lazim kita lakukan. Ada yang kita kenangkan. Wafat Tuhan di kayu salib.

Tapi apakah Ekaristi hanya sekedar mengenang? Apakah sama seperti kenangan-kenangan indah yang bisa bangkit saat kita datang ke tempat tertentu atau melakukan hal yang dulu kita lakukan?

Pada jaman sekarang, sangat mudah untuk mendengar sebuah lagu. Hanya diperlukan gawai elektronik dan internet. Pilih lagu yang kita ingin dengarkan. Meski sudah mudah seperti itu, saya justru sedang senang memutar kembali kaset-kaset lama pada pemutar analog. Kaset-kaset berbentuk persegi dengan pita magnetik di dalamnya. Setiap kali saya membuka kaset dari kotaknya, memasukkannya ke pemutar analog, memencet tombol ‘play’ lalu menunggu sesaat dan terdengar lagu – seketika muncul kenangan sewaktu saya di sekolah dasar dan menengah dulu. Itu dulu saya lakukan saat masih remaja, sekitar 25-28 tahun lalu. Saya rela pulang sekolah dengan cepat untuk duduk di depan pemutar tape analog. Dengan serius mendengarkan lagu kesukaan sambil membolak balik kertas lirik lagu dalam bungkus kaset. Ah.. kenangan yang indah. Dan kenangan itu selalu hidup kembali dalam ingatan setiap kali saya melakukannya. Tidak perlu tekan tombol ‘search’ untuk mencari ingatan itu.

Apakah pengalaman yang sama dimiliki oleh anak-anak Gen Z atau Gen Alpha? Mereka yang hidup di zaman layanan musik streaming? Mungkin iya mungkin tidak. Kalau pun iya, mungkin hanya karna ingin tahu aja rasanya gimana. Bukan untuk mengenang apa yang dulu di zaman pemutar kaset itu sedang hits. Mungkin saat mereka lahir yang sudah ada adalah model compact disc.

Berbeda dengan kaset pita, Ekaristi bukan hanya menjadi kenangan yang hidup para murid di zaman dulu. Tapi juga bagi Paulus dan orang-orang Korintus. Padahal mereka tidak pernah mengalami perjamuan bersama Yesus seperti ke-12 rasul di malam sebelum Yesus ditangkap. Mereka hanya mendengar kisah itu dari generasi sebelumnya. Pun juga kita yang hidup di zaman sekarang. Hanya tau karena mendengar kisah bukan karena pengalaman sendiri. Tapi mengapa kita bisa merasakan kenangan yang sama?

Bisa jadi, Ekaristi menjadi kenangan yang hidup akan Yesus bagi kita di jaman lampau, kini dan masa mendatang. Ekaristi bukan kenangan akan Yesus pribadi maupun kisah-Nya. Tapi Ekaristi adalah kenangan atas apa yang Dia lakukan di kayu salib itu dihadirkan kembali. Dia wafat dan menumpahkan darah yang menebus dosa kita.

Itulah tindakan kasih yang menyentuh hati setiap orang. Jadi dalam Ekaristi, roti dan anggur bukan alat untuk menghadirkan kenangan akan Yesus. Tapi adalah Yesus sendiri, Tubuh dan Darah-Nya hadir dalam roti dan anggur itu. Yesus yang memberi jaminan itu dari Diri-Nya sendiri. “Inilah Tubuh-Ku” dan “Inilah Darah-Ku, Darah Perjanjian Baru”.

Tapi apakah Kristus hadir hanya dalam roti dan anggur itu?

Pada Perjanjian Lama, Imam – persembahan – dan rasa syukur masing-masing adalah entitas yang terpisah. Melkisedek membawa roti dan anggur bagi Abram sebagai ungkapan syukur kemenangan atas raja-raja sekitarnya.

Pada Perjanjian Baru Yesus menyempurnakan persembahan Melkisedek itu. Kristus menjadi imam – yang membawa diri-Nya sendiri sebagai persembahan kepada Allah – sebagai ungkapan syukur atas kemenangan-Nya taat pada perintah kehendak Allah. Pada Yesus, serentak Imam, Persembahan dan Ungkapan Syukur. Semuanya itu ia laksanakan dalam wafat-Nya pada kayu salib di Golgota. Hanya satu kali untuk selamanya. Namun, kenangan dan kehadiran itu harus terus diadakan. Sebab Yesus sendiri yang meminta-Nya, agar para murid yang menyediakan ‘mereka makan’.

Roti dan Anggur dibawa oleh Melkisedek untuk memberkati Abram. Di altar Golgota, Yesus membawa diri-Nya sendiri sebagai berkat untuk seluruh umat manusia. Kini, para murid membawa roti dan anggur ke altar Ekaristi, melalui martabat imamat umum yang dimiliki sejak pembaptisan. Roti dan Anggur adalah hasil bumi dan usaha manusia dibawa kepada Kristus untuk dijadikan Tubuh dan Darah-Nya sendiri berkat Roh-Nya. Semua persembahan ini dibawa ke surga dengan ucapan syukur bagi kehormatan dan kemuliaan Bapa. Lalu, dibagi-bagikan kepada seluruh umat yang hadir.

Apa yang terjadi di atas kita rayakan setiap kali Perayaan Ekaristi. Dan itu persis sama dengan apa yang dibuat Yesus dalam bacaan Injil hari ini. Ia mengambil bahan persembahan dari manusia, menengadah ke langit, mengucap syukur, memecah-mecahkan dan memberikan kepada murid-murid-Nya supaya dibagi kepada orang banyak.

Dalam Ekaristi, Kristus yang bertindak. Dia yang bersemayam dalam diri kita membawa persembahan. Dia yang ada dalam Imamat para Imam menerima persembahan itu. Dia, yang dalam Roh-Nya merubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah-Nya sendiri. Dia – yang dalam rupa sakramen – datang dan bersatu dengan kita. Dia yang ada dalam diri kita mengutus setiap dari kita membawa dan mewartakan Dia di dunia.

Dalam arti itulah, Ekaristi bukan hanya kenangan. Tapi Ekaristi adalah kehadiran Kristus benar-benar dalam keseluruhan perayaannya.

Semoga setelah kita menerima Tubuh dan Darah Kristus di gereja dalam Perayaan Ekaristi, begitu Imam mengutus “pergilah kita diutus” – Kita semua keluar dari gereja menjadi Kristus-Kristus baru – berjuang mengalahkan kejahatan dalam dunia dan menguduskannya.

RA

Terbaru

Populer