Home Blog Page 115

Apa yang Terjadi Jika Timur Tengah Tanpa Orang Kristen?

Huruf N dalam alfabet Arab, berarti Nasrani. Ini adalah tanda yang dipasang ISIS di rumah-rumah orang Kristen Mosul untuk dijarah dan penghuninya dipaksa menganut Islam, diusir, dipasang pajak tinggi, atau dibunuh!


Kekristenan lahir di kawasan Timur Tengah, tapi komunitas-komunitas Kristen di daerah itu terus menyusut. Dari Irak ke Suriah hingga Mesir, mereka Kristen berada di bawah ancaman. Termasuk genosida. Bagaimana iman mereka—termasuk di jemaat gereja Bethlehem—menopang mereka dan bagaimana penurunan jumlah mereka mengubah wilayah tersebut? Artikel panjang ini mengungkapkannya.

Bangku-bangku di Gereja First Baptist  Bethlehem terisi cepat oleh aliran jemaat pada Minggu (22/12) malam, beberapa dengan dompet mewah, orang lain dengan sepatu usang dan tas KFC. Mereka yang terlambat harus puas dengan kursi plastik di belakang.

Saat ibadah berlangsung, tangan-tangan terangkat di udara bersama dengan jemaat menyanyikan lagu pujian dan syukur kepada Tuhan. Ibadah dihadiri lebih dari 1.300 orang yang mendengar pesan Alkitab.  Mereka menanggapi undangan Kristus.

Di kota yang dipercaya sebagai tempat Yesus Kristus dilahirkan, gereja ini adalah sesuatu yang disebut keajaiban modern. Didirikan di sebuah apartemen dua kamar tidur tiga dekade yang lalu oleh Pastur Naim Khoury, Gereja telah dibom 14 kali selama intifada pertama, berjuang dengan kesulitan keuangan, dan kini menghadapi kasus hukum dengan Otoritas Palestina, yang tidak mengakui mereka sebagai Gereja.

Ribuan orang Kristen di Bethlehem menghadapi perselisihan politik dan ekonomi serupa selama beberapa dekade terakhir. Ini menyebabkan banyak dari mereka melarikan diri dari kota tempat tokoh sentral kekristenan lahir di  palungan. Orang Kristen di Bethlehem sempat mencapai 80 persen dari populasi, kini tinggal 20 sampai 25 persen. Namun, Gereja ini menentang tren. Jemaatnya 300 anggota yang kuat dan berkembang.

“Kami berjuang dan berjuang untuk tetap dan tidak menyembunyikan apa yang kita yakini,” kata Khoury, yang  selamat dari terjangan peluru di bahunya dari penembak jitu yang tak dikenal, saat di tempat parkir gereja lima tahun lalu. “Sudah waktunya bagi mereka untuk menyadari bahwa kita di sini. Tidak ada cara bagi kita untuk menutup gereja dan pergi ke tempat lain … Kami membuktikan diri di sini dengan bantuan Tuhan bahwa kita di sini untuk tinggal sampai Tuhan datang kembali.”

Iman gigih Khoury adalah sesuatu yang juga banyak dimiliki orang Kristen—tidak hanya di sini di Tanah Suci, tetapi di seluruh Timur Tengah. Dua ribu tahun setelah kelahiran Yesus, orang Kristen berada di bawah ancaman serangan besar yang meningkat setiap abad. Ini mendorong beberapa orang untuk berspekulasi bahwa salah satu dari tiga agama besar dunia ini bisa lenyap seluruhnya dari wilayah tersebut dalam satu atau dua generasi mendatang.

Dari Irak, yang telah kehilangan setidaknya setengah dari orang-orang Kristen yang selama satu dekade terakhir, kita ke Mesir dan melihat serentetan kekerasan  anti-Kristen terburuk  selama 700 tahun pada musim panas ini. Lalu, di Suriah, tempat para jihadis membunuh orang-orang Kristen dan mengubur mereka di kuburan massal.  Para pengikut Yesus selain menghadapi kekerasan, juga menghadapi jumlah gereja yang  menurun dan terpecah-pecah. Orang Kristen kini hanya mencapai lima persen dari populasi Timur Tengah, turun dari 20 persen pada abad lalu. Banyak orang Kristen Arab marah bahwa Barat tidak berbuat lebih banyak untuk membantu.

Meskipun banyak orang Muslim dibesarkan dengan teman-teman Kristen, kekuatan politik dan sosial yang kuat telah membuat kebersamaan (Koeksistensi) tersebut semakin lebih sulit. Saat politik Islam mendapat dukungan, orang-orang Kristen sama sekali tidak dapat lagi menemukan perlindungan dalam identitas Arab mereka, bersama dengan tetangga Muslim mereka. Mereka malahan makin terdampar oleh penekanan pada identitas keagamaan. Seruan agar mereka mendapat hak kewarganegaraan yang sama diselingi dengan cerita-cerita dari ekstremis Islam yang memaksa orang Kristen masuk Islam atau membayar pajak selangit. Dan, banyak orang Muslim sendiri juga menghadapi penganiayaan saat pergolakan Arab pada 2011 terus berlangsung di seluruh wilayah dan negara-negara yang berusaha menemukan keseimbangan antara kebebasan dan stabilitas.

“Apa pun yang terjadi, sangat sulit untuk mengembalikan kondisi seperti dahulu,” kata Fiona McCallum, pakar Kristen Timur Tengah di University of St Andrews di Skotlandia.

Sejak Abad Pertama

Yang pasti, orang Kristen telah dihadapkan masa sulit sebelumnya hingga sekarang, dari pembunuhan pengikut langsung dari Yesus Kristus pada abad pertama hingga penindasan kaum  Mamluk terhadap orang Kristen sejak abad ke-13, juga munculnya aktivitas militan Islam di Mesir pada 1970-an. Prajurit dari Eropa yang membawa nama Kristus juga harus bertanggung jawab atas kekerasan antaragama mengerikan selama Perang Salib Pertama pada tahun 1099, ketika orang-orang Kristen mengambil alih Yerusalem dan membantai hampir semua warga kota.

Peristiwa-peristiwa  ini adalah bukti lain surutnya sejarah Kristen di Timur Tengah. Jelas orang Muslim dan Kristen, saat mereka dalam posisi minoritas, cenderung akan terpengaruh oleh penurunan lanjutan.

Orang Kristen secara tradisional menjalankan beberapa sekolah terbaik di kawasan itu, menjadi pedagang, dan membawa pengaruh moderat kepada masyarakat dan politik. Untuk itu tidak hanya orang Kristen dan aktivis hak asasi manusia saja yang melobi untuk pelestarian komunitas ini, tetapi beberapa pemimpin Muslim juga.

“Perlindungan terhadap hak-hak orang Kristen Timur Tengah adalah kewajiban, bukan sekadar kerelaan,” kata Raja Yordania, Abdullah pada September 2013, saat ia berbicara kepada para delegasi pada konferensi yang disponsori istana tentang “Penganiayaan Kristen Arab”. “Orang Kristen selalu memainkan peran kunci dalam membangun masyarakat kita dan membela bangsa kita.”

Huruf N dalam alfabet Arab, berarti Nasrani. Ini adalah tanda yang dipasang ISIS di rumah-rumah orang Kristen Mosul untuk dijarah dan penghuninya dipaksa menganut Islam, diusir, dipasang pajak tinggi, atau dibunuh!
Huruf N dalam alfabet Arab, berarti Nasrani. Ini adalah tanda yang dipasang ISIS di rumah-rumah orang Kristen Mosul untuk dijarah dan penghuninya dipaksa menganut Islam, diusir, dipasang pajak tinggi, atau dibunuh!


Saat angin malam menyapu ibukota Yordania, Amman, puluhan pengungsi Irak keluar dari Paroki Hati Kudus, menyentuh atau mencium salib dalam perjalanan mereka keluar.

Di antaranya adalah Mofed, seorang Kristen Arab yang baru-baru ini melarikan diri dari kekacauan di negeri asalnya. Setahun lalu, Mofed—seperti pengungsi lainnya, hanya akan memberikan nama depannya karena takut diserang kelompok ekstrem—menjalankan toko foto di Baghdad. Lalu suatu hari beberapa orang datang ke toko dan memberinya tiga pilihan: menjadi Muslim, membayar pajak (jizyah) $ 70.000 (Rp 858 juta)per kapita dikenakan pada non-Muslim, atau dibunuh, bersama dengan keluarganya.

“Anda membayar, atau terbunuh,” kata istrinya, Nuhad. “Tidak ada pilihan lain. Jika Anda mengatakan, ‘Ya, saya akan menjadi Muslim,’ tidak ada masalah. Itu adalah tujuan mereka, Anda menjadi mualaf.”

Mofed dan Nuhad memutuskan untuk melaksanakan pilihan keempat: melarikan diri dari tanah air mereka, membawa tiga anak mereka bersama mereka. Keputusan mereka adalah simbol dari hal-hal yang telah dilakukan sekitar setengah juta orang Kristen sejak invasi di bawah pimpinan AS ke Irak pada 2003 dan perang saudara brutal berikutnya di sana. Selama waktu itu, ekstremis Muslim telah menyerang lebih dari 60 gereja Kristen di kawasan Timur Tengah. Ini termasuk pada 2010 saat kelompok yang terkait Al Qaeda menyerang Gereja Bunda Sang Juruselamat  yang menewaskan 58 jemaat.

Perkembangan kelompok jihad setelah jatuhnya Saddam Hussein, ditambah dengan kebangkitan Islam politik, telah membuat lingkungan yang sudah tegang bahkan lebih tak tertahankan bagi komunitas Kristen di negara itu. Padahal, komunitas Kristen telah menjadi bagian dari masyarakat Irak selama lebih dari 1.900 tahun.

Walaupun banyak umat Islam telah melarikan diri dari kekacauan di Irak juga, proporsi pengungsi Kristen tidak proporsional. Empat tahun perang Irak, orang-orang Kristen—5 persen dari populasi di Irak sebelum perang—menyumbang 15 sampai 18 persen dari pengungsi Irak yang terdaftar di negara-negara tetangga, menurut Palang Merah Internasional. Saat ini, kurang dari 500.000 orang Kristen tetap berada di Irak dari populasi sebelum perang dari 1.000.000-1.400.000.

Kristen Suriah

Orang Kristen di Suriah mengkhawatirkan hal yang sama bisa terjadi di negara mereka. Di Suriah, perang saudara telah menyebabkan kenaikan kelompok militan, beberapa yang berafiliasi dengan Al-Qaeda. Banyak jemaat yang pernah membanggakan diri menjadi bagian dari salah satu komunitas Kristen paling aman di Timur Tengah sekarang menghadapi penculikan atau kematian. Militan Muslim menargetkan bisnis Kristen juga. Dalam beberapa bulan terakhir, para jihadis telah melakukan serangan terhadap kota Maaloula, tempat banyak warga masih berbicara bahasa Aram, bahasa Yesus.

Athraa, seorang ibu muda Suriah, mengungsi dari desanya di perbatasan Suriah-Irak dengan suami dan dua anak laki-laki untuk menghindar dari bahaya.

“Kami perkirakan, yang telah terjadi di Irak terjadi di Suriah juga,” katanya, berbicara di apartemen sederhananya di Amman. Kopernya bergoyang-goyang di atas lemari rusak.

Sebelum pemberontakan pecah pada Maret 2011, para ahli memperkirakan bahwa orang Kristen mewakili lima sampai delapan persen dari penduduk Suriah yang 22 juta orang. Patriark Suriah dari Gereja Katolik Yunani Melkite baru-baru ini menyatakan bahwa sebanyak 450.000 dari dua juta pengungsi Suriah saat ini adalah orang Kristen, meskipun angka tersebut sangat bervariasi dan sulit untuk dikonfirmasi.

Mesir

Walaupun di Irak dan Suriah adalah tempat kemungkinan terjadi kekerasan yang paling buruk, namun sebenarnya kekerasan ini telah meluas, beberapa serangan anti-Kristen yang paling terkonsentrasi tahun ini memang terjadi di Mesir. Ini menjadi perhatian khusus bagi orang Kristen di tempat lain di wilayah ini. Sebab, penduduk Kristen Mesir, sekitar sembilan juta, adalah populasi Kristen terbesar di Timur Tengah. Keruntuhan Gereja di sana akan sangat menurunkan semangat orang-orang Kristen.

Orang Kristen Mesir, 10 persen dari populasi, menghadapi pembatasan keras untuk membangun atau merenovasi gereja-gereja. Warga Kristen mengatakan bahwa mereka sering menghadapi diskriminasi di sekolah dan tempat kerja. Serangan terhadap orang Kristen dan tempat ibadah mereka meningkat di tahun-tahun terakhir pemerintahan Hosni Mubarak, yang digulingkan dalam pemberontakan Januari 2011.

Saat kelompok Islamis memperluas kekuasaan mereka setelah kejatuhan Mubarak, banyak orang Kristen mengatakan ancaman dan serangan telah menjadi berlipat ganda, terutama setelah pemilihan Mohamed Morsi sebagai presiden. Tapi, kekerasan tidak berkurang setelah Morsi dan Ikhwanul Muslimin telah dihapus dari kekuasaan pada musim panas ini oleh pihak militer. Banyak Islamis menyalahkan orang Kristen. Orang Kristen dituduh mendukung kudeta. Dan, pendukung Morsi marah menyerang puluhan gereja di seluruh Mesir pada Agustus.

Samuel Tadros, penulis Motherland Lost: The Egyptian and Coptic Quest for Modernity, menyebut hal itu sebagai serentetan aksi kekerasan terburuk untuk Mesir Koptik sejak abad ke-14.

Bukan hanya orang Kristen yang peduli. Sheikh Ali Gomaa, Mufti Agung Emeritus dari Mesir dan salah satu dari empat ulama Muslim senior yang menghadiri konferensi Kristen Arab di Amman musim gugur ini, mengecam serangan dan penganiayaan terhadap gereja, dan penghinaan terhadap orang-orang Kristen di Mesir.

“Ini adalah pelanggaran besar tidak hanya pada tingkat kemanusiaan, tetapi pada tingkat Islam juga,” katanya. “Ini adalah tugas kita untuk menghilangkan kepahitan ini dan ketegangan, yang mengorbankan saudara-saudara kita di Mesir.”

Di tempat lain di Timur Tengah, situasi yang lebih tenang tapi masih sulit bagi banyak orang Kristen. Di Yordania, orang Kristen membentuk tiga sampai empat persen dari negara itu, tetapi memiliki kuota parlemen dari enam persen dan pemerintah yang mempromosikan dialog antaragama. Di Lebanon, populasi Kristen tetap blok terbesar di kawasan ini dalam hal persentase, dengan sekitar 36 persen, dan Kristen dijamin setengah kursi di parlemen oleh hukum.

Kristen Gaza

Di Gaza, terdapat kurang dari 2.000 orang Kristen. Militan Muslim telah mengebom gereja, membunuh orang Kristen terkemuka, dan memaksa mereka masuk Islam. Di Tepi Barat, orang-orang Kristen Arab lebih baik daripada banyak di beberapa bagian wilayah itu apalagi Gaza, tetapi hanya sekitar 50.000 tinggal di sana—sekitar dua persen dari populasi, turun dari 10 persen pada  1920. Sebagian besar perubahan itu, karena pertumbuhan yang lebih cepat jumlah Muslim daripada penurunan aktual dalam total jumlah orang Kristen.

Satu pengecualian adalah Israel. Di Israel, populasi Kristen telah tumbuh hampir lima kali lipat menjadi 158.000, sejak negara itu berdiri pada 1948. Meski begitu, persentase mereka telah menurun dari sekitar 3 persen menjadi 2 persen. Dan, para kritikus mencatat bahwa keluarga Kristen Palestina yang melarikan diri atau dipaksa keluar sesaat sebelum berdiri Israel, yang menambah persentase orang Kristen Israel. Sebagian besar peningkatan ini disebabkan oleh imigrasi orang-orang Kristen dari bekas Uni Soviet, di bawah hukum Israel yang diperluas, yang menyambut mereka yang beribu Yahudi atau nenek Yahudi dari pihak ibu.

Tapi, ada juga komunitas yang kuat dari orang-orang Kristen Arab Israel—meskipun mereka bukan tanpa tantangan. Di Nazareth, misalnya, Islam berusaha untuk membangun sebuah masjid yang menutupi Gereja Annunciation. Ketika digagalkan oleh Israel, kaum Islamis ngotot membuat banner memproklamirkan ayat Alquran, Surah Ali Imran ayat 85: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”

Michael Oren, yang baru-baru ini mengundurkan diri sebagai duta besar Israel untuk Amerika Serikat, mengakui bahwa ada diskriminasi terhadap orang-orang Kristen di Israel tetapi dia mengatakan itu dilakukan oknum dan bukan kebijakan pemerintah. “Jika dibandingkan dengan yang terjadi di wilayah ini, Israel adalah sebuah oase bagi orang Kristen,” kata Michael Oren.”Timur Tengah adalah tempat orang Kristen teraniaya dan tidak ada yang melakukan banyak untuk mengubah keadaan itu.”

Huruf N dalam alfabet Arab, berarti Nasrani. Ini adalah tanda yang dipasang ISIS di rumah-rumah orang Kristen Mosul untuk dijarah dan penghuninya dipaksa menganut Islam, diusir, dipasang pajak tinggi, atau dibunuh!
Huruf N dalam alfabet Arab, berarti Nasrani. Ini adalah tanda yang dipasang ISIS di rumah-rumah orang Kristen Mosul untuk dijarah dan penghuninya dipaksa menganut Islam, diusir, dipasang pajak tinggi, atau dibunuh!


Di bawah penguasa Islam seperti kesultanan Mamluk Mesir 1250-1517, orang-orang Kristen—terutama mereka yang pernah menduduki jabatan pemerintah—menjadi korban kekerasan dan diskriminasi. Kekaisaran Ottoman (Utsmaniyah) selanjutnya memberikan komunitas Kristen otonomi yang lebih dan itu memungkinkan mereka untuk berkembang di banyak daerah, meskipun ada pengecualian mengerikan seperti pada 1915 saat terjadi genosida Armenia yang menewaskan sedikitnya sejuta orang Kristen Armenia tewas.

Orang Kristen Arab memainkan peran kunci dalam Nahda, atau kebangkitan Arab, dari abad ke-19, yang membantu mendorong Timur Tengah maju setelah berabad-abad mengalami kemunduran di bawah kekuasaan dinasti Ottoman. Orang-orang Kristen pada saat itu memeluk gagasan identitas Arab yang didasarkan pada bahasa dan budaya bersama dan bukan agama. Mereka menjadi ujung tombak munculnya sekolah-sekolah baru dan sangat terkenal dalam lingkaran sastra. Mereka juga pedagang yang sangat sukses.

Tapi kolonialisme Eropa merumitkan dinamika tersebut. Sebab, beberapa kaum Muslim membenci apa yang mereka lihat sebagai perlakuan istimewa pihak Barat kepada orang Kristen. Hal ini memicu ketidakpercayaan dan persepsi bahwa orang Kristen adalah impor Barat daripada masyarakat asli setempat—stereotip yang terus dilawan orang Kristen Arab hingga hari ini. Kecurigaan makin memburuk sejak 2011 pemberontakan meletus di seluruh dunia Arab.

Dr Roggema melihat tiga perbedaan utama antara masalah yang dihadapi umat Kristiani hari ini dan orang-orang dari masa lalu: kelompok jihad memiliki akses ke senjata pada skala amat besar dalam sejarah, propaganda dapat lebih mudah menyebar dari sebelumnya, dan karena keterlibatan Barat di Timur Tengah, komunitas Kristen setempat lebih mudah dituduh loyal ke Barat daripada kepada masyarakat mereka sendiri.

“Ini adalah kesalahan umum sejarah dan logika jika mengklaim bahwa menjadi Kristen sama dengan pro-Barat, tapi kesalahan itu menguntungkan bagi jihadis. Sebab mereka mudah  menuduh orang-orang Kristen Timur Tengah tidak milik hak atas tanah mereka sendiri,” katanya.

Nasief Awwad baru berusia tujuh tahun ketika ibunya meninggal, jadi ayahnya—seorang buruh Muslim—memutuskan untuk mendaftarkan dirinya di sebuah sekolah asrama yang dijalankan kaum Kristen Mennonite  di kota Hebron, Tepi Barat. Kemudian, Nasief dipindahkan ke Sekolah Menengah Hope Secondary School dekat Bethlehem, sehingga ia tidak hanya menerima pendidikan model Kristen, tetapi juga pengasuhan.

Hari ini,  Awwad adalah kepala sebuah perusahaan konstruksi jalan raya utama dan melayani di banyak pemerintah daerah. Pada satu titik, ia menawarkan sebanyak 20 beasiswa universitas setiap tahun untuk mahasiswa berprestasi. Dia memuji pendidikan Kristen sebagai batu fondasi kesuksesannya dan mengatakan ia menikmati mengoreksi kesalahpahaman tentang agama Kristen di antara sesama muslimnya.

“Saya menghargai semua hidup saya… bantuan yang saya terima, pendidikan yang saya dapatkan dari sekolah Mennonite, dari keluarga Mennonite—guru dan [para sponsor di luar negeri] yang membayar untuk pendidikan saya,” kata Awwad, yang mengirim keempat anak-anaknya ke Friends School di Ramallah yang dikelola kaum Kristen Quaker. “Saya tidak melupakannya.”

Keuntungan pendidikan Kristen Awwad menggarisbawahi mengapa banyak yang mengatakan bahwa penting untuk menjaga komunitas Kristen di Timur Tengah. Mereka melihat kualitas sekolah mereka, kontribusi mereka sebagai pengusaha, pedagang, dan konsumen kelas menengah-atas. Dan, pluralitas agama yang mereka bawa sebagai hal penting dan memperkaya masyarakat Arab. Sekarang, sebagai komunitas mereka menyusut atau menjadi makin terpinggirkan, pertanyaan kuncinya adalah apakah pengaruh positif juga akan berkurang?

Di satu sisi, Tepi Barat memberikan contoh bagi masyarakat Arab lainnya yang mungkin terlihat jika emigrasi Kristen terus berlanjut. Di Bethlehem, misalnya, pemilik bisnis Kristen yang pernah mencapai sepertiga yang menggeluti industri batu dan marmer, hari ini mereka tinggal dua persen, kata ekonom Samir Hazboun, yang memimpin Kepala Kamar Dagang Bethlehem. Dalam industri tekstil, mereka pernah mengelola sekitar 80 persen dari bisnis, namun kini sebagian besar telah ditutup.

Orang Kristen juga mengelola lebih baik dalam industri pariwisata. Hari ini, 40 dari 43 hotel di Bethlehem dimiliki oleh orang-orang Kristen, meskipun jarang penuh, dan banyak pemilik toko souvenir juga mengatakan mereka sedang berjuang. Karena tantangan ekonomi, Israel sering disalahkan sebagai penyebabnya, telah membuat banyak orang Kristen—serta Muslim—meninggalkan Bethlehem.

Beberapa mengatakan kualitas pendidikan yang tinggi yang ditawarkan oleh sekolah-sekolah Kristen tanpa disadari memengaruhi eksodus Kristen—dan dengan itu hilanglah elite terdidik.

“Sekolah-sekolah Kristen yang membantu untuk mendidik orang-orang Kristen di Jalur Gaza dan di Tepi Barat secara tidak langsung, tanpa sengaja, telah mendorong diaspora orang Kristen… dan mereka melakukan itu dengan cara memberikan pendidikan yang berkualitas kepada orang Kristen,” kata Alex Awad dari Bethlehem Bible College sembari menekankan bahwa cakrawala yang lebih luas, bahasa-bahasa Eropa, dan keakraban budaya membantu mereka untuk masuk ke masyarakat Barat. “Itu adalah berkat bagi orang-orang ini, tapi memperburuk masyarakat secara keseluruhan.”

Tetapi orang- orang Kristen yang masih tinggal, aktif dalam masyarakat. Menurut Diyar Konsorsium-Lutheran di Bethlehem, hampir setengah dari pegawai sipil Palestina beragama Kristen, dan lembaga-lembaga Kristen (termasuk gereja) adalah salah satu perusahaan terbesar setelah Otoritas Palestina. Gereja menyediakan lapangan pekerjaan bagi 22.000 orang Kristen dan Muslim.

“Anda akan melihat bahwa orang Kristen punya peran sangat penting di organisasi, yayasan, sekolah, rumah sakit. Mereka sangat berkontribusi dalam perkembangan dan kemakmuran di kota,” kata Walikota Bethlehem, Vera Baboun. Ia juga mengatakan bahwa ia dan rekan-rekan Kristen-nya juga mempertahankan pengaruh yang signifikan dalam Otoritas Palestina. Beberapa menjabat sebagai duta besar dan menteri pemerintah. “Kami adalah bagian dari proses pengambilan keputusan di Palestina.”

Sejauh interaksi tersebut hilang—atau terminimalkan karena adanya penganiayaan, pemisahan, atau tidak adanya penambahan jumlah orang-orang Kristen—para ahli percaya hal itu akan merugikan masyarakat. “Penyempitan kepercayaan sudah terjadi,” kata Nina Shea, salah satu penulis Persecuted: The Global Assault on Christians. “Ada intoleransi dari penganut  agama ‘yang lain’ dan itu akan terus terjadi. Bahkan ketika semua non-Muslim telah diusir, dorongan untuk penyeragaman akan terus berlanjut, dan sekte-sekte akan berperang satu sama lain.” [seperti Sunni vs Syiah, Red.)

Al-Quran dan Salib
Al-Quran dan Salib


Di tengah semua penganiayaan dan kekerasan, banyak orang Kristen di Timur Tengah yang mampu bertahan dengan memegang dua hal—iman dan persekutuan mereka dengan orang Kristen lainnya. Hany Sedhom, salah satunya, telah merasakan dukungan yang kuat.

Pada akhir September, Hany Sedhom, orang Kristen paruh baya dari kota Mesir Minya, diculik, dipukuli, tanpa  diberi makanan dan air, dan diancam akan dibunuh sementara penculik mendesak keluarga untuk membayar tebusan 300.000 pound Mesir (sekitar Rp 473 juta). Dengan bantuan dari anggota-anggota gereja dan teman-teman Kristen, keluarganya mampu membayar.

“Gereja bertindak sebagai tubuh Yesus. Mereka semua berdoa untuk saya,” kata Sedhom, menceritakan betapa, ketika ia kembali ke rumah setelah dua hari yang mengerikan, anggota gereja dan organisasi keagamaan tempat ia beribadah sedang menunggu di rumahnya dengan keluarganya untuk menyambutnya. “Ini adalah dua hal yang membuat saya bertahan—Tangan Tuhan dan gereja.”

Sedhom adalah salah satu dari sekitar 80 orang Kristen yang diculik di kota Minya sejak “Arab Spring 2011”. Dan, dengan puluhan orang menjadi target penculikan di tempat lain di Mesir. Mereka diculik bukan karena alasan agama, tetapi karena mereka berada dalam posisi masyarakat lemah sebagai minoritas. Mereka tidak memiliki keluarga yang membalas kekerasan seperti banyak Muslim lakukan. Dan, karena komunitas mereka cukup dekat berarti penculik berharap bisa mendapatkan tebusan besar.

Komunitas-komunitas lain telah mengalami juga serangan yang lebih terbuka pada iman mereka, seperti Gereja St Mina di Imbaba, yang diserang beberapa bulan setelah penggulingan Mubarak. Namun, bahkan di sini, para pemimpin gereja mendesak jemaat untuk menghadapi ancaman ini, dengan ‘memberi pipi lainnya’.

Imam kepala, Abanoub Gad membuka Alkitab usang, beberapa bagian disorot dalam warna pink cerah, Matius 5:44, di mana Yesus berkata kepada murid-muridnya, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”Pastor Gad mendorong jemaatnya untuk melatih ajaran itu dalam kehidupan mereka sendiri dan mengingatkan mereka tentang hubungan baik yang mereka nikmati dengan tetangga Muslim mereka dan teman-teman selama beberapa dekade, untuk menekankan bahwa para ekstremis yang menyerang gereja-gereja tidak mewakili mayoritas. Walaupun beberapa ulama memerintahkan umat Islam untuk tidak memberi salam kepada orang-orang Kristen untuk perayaan Kristen, Gad mengatakan dia mengatakan kepada jemaat: “Pergilah merayakan pesta mereka dengan mereka”

Banyak orang Kristen percaya bahwa sentralitas pengampunan dalam ajaran Yesus bisa dapat memainkan peran penting dalam membantu mengurangi kekerasan sektarian di Timur Tengah.

“Kekristenan dapat membawa panutan, pendiri—Yesus, dan murid-murid pribadiNya—yang bukan prajurit, yang tidak mencoba untuk membangun kekuatan politik,” kata Paul Wright, seorang pendeta Kristen Baptis, sarjana Alkitab, dan presiden Yerusalem Universitas college.

Pada akhirnya, banyak yang berpendapat, bahwa ini adalah jenis iman hidup yang akan membuat kehidupan kekristenan di Tanah Suci dan seterusnya. Ini adalah pendekatan yang lebih bergantung pada kualitas dan kesetiaan iman mereka dari pada jumlah penganut—tidak berbeda dengan orang-orang Kristen Purba yang sangat kecil jumlahnya, dan telah dianiaya selama 2.000 tahun yang lalu.

“Kecuali [orang Kristen ] memiliki… insentif spiritual dan moral, maka apakah mereka tinggal di sini atau tidak, itu tidak membuat perbedaan,” kata Profesor Awad dari Bethlehem Bible College. “Saya pikir kami memiliki pemahaman tentang Allah melalui Yesus Kristus yang dapat memberkati seluruh penduduk dan membantu dunia Arab dengan perjuangan yang mereka hadapi.” (SinarHarapan.com dan CSmonitor.com)

Info Gembala Baik KAJ Edisi Ke-7/3/2014

Info Gembala Baik KAJ Edisi Ke-7/3/2014

View at Google


 

Refleksi: Menemukan Cara Baru Bangkit dari Keterpurukan

 
refleksi
 

APA yang akan terjadi dengan diri Anda, ketika kegagalan mendatangi diri Anda? Anda menangisinya? Atau Anda justru bangun dari keterpurukan Anda?

Sebelum terkenal menjadi seorang yang luar biasa di pasar modal, Mark D Cook pernah mengalami bangkrut yang luar biasa. Ia kehilangan 800.000 dollar Amerika Serikat dalam satu perdagangan. Dalam satu hari, ia sendiri kehilangan 500 ribu dollar US dan 300 ribu dollar US dari keluarga besarnya.

Bertarung dengan kehilangan itu, ia berhenti bermain di bursa efek selama dua tahun dan selama lima tahun melakukan dua pekerjaan untuk mendapatkan kembali uangnya hilang itu. Pada tahun yang ketiga, ia melakukan perdagangan namun tidak untung, tidak rugi. Tahun berikutnya juga terjadi hal yang sama.

Tetapi Mark kemudian bangkit setelah tahun kelima. Ia menemukan tanda-tanda baru dalam perdagangan di pasar modal. Hal itu menuntunnya untuk beruntung tiga kali lipat. Hal itu terjadi berkat pendekatan baru yang dilakukannya. Usaha-usaha dengan system baru itu memberinya keuntungan yang luar biasa besar. Dalam satu kali perdagangan ia bisa memetik keuntungan hingga satu juga dollar US.

Kepada orang-orang yang ingin mengikuti jejaknya, ia mengatakan bahwa mereka tidak boleh takut rugi. Orang harus berani jatuh untuk bangkit lagi. Orang mesti berani merasakan sakitnya menjadi orang yang kehilangan segala-galanya. Dengan demikian, orang mulai mencari cara-cara baru untuk meraih kesuksesan.

Sahabat, sering orang maunya berhasil terus-menerus. Orang tidak mau mengalami kegagalan dalam hidup. Akibatnya, orang terjerumus ke dalam situasi instan. Apa-apa maunya serba cepat. Orang tidak mau mengalami proses dalam menjalani kehidupan ini. Kalau bisa, setiap saat selalu ada mukjizat dari Tuhan atas hidup mereka.

Kisah di atas mengajarkan kepada kita untuk melewati suatu proses dalam perjalanan hidup. Ketika orang mesti dilanda kegagalan, ya diterima dengan senang hati. Orang tidak merasa bahwa kegagalan itu beban bagi hidupnya. Justru kegagalan itu menjadi kesempatan untuk belajar tentang strategi baru yang akan diterapkan.

Orang yang tidak pernah gagal dalam kehidupan biasanya tidak banyak belajar tentang kehidupan. Orang seperti ini biasanya akan mengalami jalan buntu ketika mengalami kegagalan dalam hidup. Tidak ada cara baru yang ditemukannya untuk mengatasi kegagalannya. Akibatnya, orang seperti ini selalu mengambil jalan pintas. Inginnya selalu yang instan, biar mudah dan cepat.

Orang beriman tentu ingin selalu belajar dari peristiwa-peristiwa hidup ini. Kehidupan ini memberikan berbagi hal positif bagi kita. Hal-hal itu menjadi bahan pelajaran yang berharga untuk kita. Kita membekali diri kita dengan pengalaman kehidupan itu, sehingga kita menjadi orang-orang yang kuat dalam menjalani hidup ini.

Untuk itu, kita butuh tekad. Kita butuh kesabaran dalam menjalani hidup ini. Kita butuh penyerahan diri yang lebih dalam kepada Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan senantiasa berjalan bersama kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita berjalan sendirian untuk meraih kesuksesan dalam kehidupan kita.

Mari kita terus-menerus belajar dalam kehidupan ini. Dengan demikian, kita dapat menemukan cara-cara baru untuk menjadikan hidup kita lebih baik dan bahagia. Tuhan memberkati. (sesawi.net)

Seruan untuk mendoakan Perdamaian di Timur Tengah khususnya Bagi Kehidupan Kaum Minoritas Asli Kristen

Al-Quran dan Salib


Akhir-akhir ini banyak para pemimpin Gereja dan Agama-Agama di Dunia berseru dan berdoa agar kekerasan di Irak di akhiri, dan secara khusus mendoakan Komunitas Asli Kristen yang Minoritas (Syriac Catholic Churchdi tengah perebutan kekuasaan oleh militan Islam di Irak dan sekitarnya.

Paus Fransiskus dalam khotbah mingguannya di vatikan, mengundang jemaah untuk menyatukan diri berdoa “Bagi negara Irak yang kita Kasihi, yang tengah digoncang prahara kekerasan yang berkepanjangan, khususnya minoritas asli Kristiani yang harus meninggalkan tempat tinggal asli mereka dengan ancaman pembunuhan” (20 July).

Paus berharap bahwa Irak dapat menemukan kedamaian dan ketentraman, masa depan dan keadilan, dimana semua penduduk, apa pun agama mereka, akan dapat hidup bersama-sama membangun negara mereka dalam model koeksistensi yang utuh.

Sebelumnya, Uskup di Siprus dan Teluk, Revd Michael Lewis, juga telah mengeluarkan pernyataan bahwa orang-orang Kristen purba di Irak mendesak meminta Doa dan dukungan karena situasi Mosul dan sekitarnya semakin memburuk. “Ribuan orang Kristen telah melarikan diri dari rumah mereka di Mosul, di Provinsi Ninieveh, kota pertama yang dikuasai oleh the Islamic State of Iraq and the Levant (ISIS).”

Laporan dari Mosul mengatakan bahwa beberapa Gereja dan situs-situs bersejarah Kristiani telah dihancurkan. Komunitas Saint Egidio yang berpusat di Roma pun berbicara tentang bahaya ledakan ekstrimis. “Ini membahayakan hidup bersama dan kerja sama antara Kristen dan Muslim di seluruh dunia” ujar Prof Andrea Riccardi sang pendiri komunitas. Prof Riccardi meminta badan-badan internasional untuk campur tangan segera membantu memberi perlindungan dari ISIS. (news.va/en/news, churchtimes.co.uk & christianpost.com)

Marilah kita berdoa bagi Gereja yang dianiaya, sambil mengingat perkataan Paus bahwa “Kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan jika tidak ditaklukan oleh Perdamaian yang lemah lembut.”

mosulchurches2

Doa untuk Gereja yang dianiaya (bdk. PS 178)

Allah, Bapa di surga, kami bersyukur kepada-Mu, karena Yesus telah menghimpun umat baru bagi-Mu, yakni Gereja. Sungguh berat perjuangan-Nya untuk mewujudkan umat baru itu; la harus menderita, bahkan harus wafat di salib. Tetapi la sendiri telah meyakinkan kami bahwa la mendirikan Gereja-Nya di atas batu karang, dan alam maut tidak akan menguasainya.

Bapa, keyakinan ini pulalah yang telah memberikan kekuatan besar kepada para murid-Nya yang harus menderita karena nama-Nya. Kami ingat akan para rasul yang dikejar-kejar, ditangkap, dan dipenjarakan karena nama Yesus. Kami ingat akan Stefanus yang demi kesetiaannya kepada Yesus harus menanggung penganiayaan yang kejam, dibunuh dengan dilempari batu. Tetapi dengan perkasa dia sendiri mendoakan orang-orang yang menganiayanya dan memohonkan pengampunan dari-Mu. Juga kami ingat akan Rasul Paulus, yang selalu membawa salib Kristus ke mana pun pergi.

Semoga teladan hidup mereka menyadarkan kami semua, terutama saudara-saudara kami yang sedang dianiaya di Timur Tengah. Betapa besar kekuatan yang Kau berikan kepada mereka yang dianiaya demi nama Yesus. Semoga kesadaran itu membangkitkan pula kekuatan dan ketabahan dalam diri mereka. Semoga mereka tetap setia, bahkan merasa bangga karena boleh ikut memanggul salib Kristus, dan memberikan kesaksian tentang salib yang sungguh memberikan kekuatan. Demi Kristus, Tuhan kami. (Amin.)

Jadwal Kursus Persiapan Perkawinan (KPP) di KAJ bulan September-Oktober 2014

 
 
sakramen-perkawinan
 

Bagi Dekenat atau Paroki yang tidak tercantum silahkan menghubungi Sekretariat Parokinya Masing-Masing, yang kami tampilkan hanya Dekenat atau Paroki yang telah menyerahkannya kepada KAJ melalui Milist.

 
Dekenat Timur:
September: tgl. 13, 14 dan 21 September di Paroki Rawamangun (telp. 489 2346)
Oktober: tgl. 11, 12 dan 19 Oktober di St. Agustinus Halim perdanakusuma (telp. 8192305)
Dekenat Bekasi
Tgl 11, 12 Oktober 2014 di Paroki St. Bartolomeus, Jl. Gardenia Raya Utara Villa Galaxi Blok AA1 No. 35, Bekasi. Telp. (021) 82419074, 82410916.

Tgl 9, 16 November 2014 di Paroki Kalvari, Jl. Al Umar No. 1B Lubang Buaya, Jakarta Timur. Telp. (021) 87791911.

Tgl 13, 14 Desember 2014  di Paroki St. Arnoldus Janssen, Jl. Ir. H. Juanda No. 164 Bekasi. Telp. (021) 8801763.
Paroki Santo Servatius Kursus Persiapan Perkawinan bulan September tanggal 13,14 (Hari Sabtu dan Minggu, Pkl.08.00 – 16.00)
Dekenat Jakarta Selatan
19 – 21 September 2014 di Paroki St. Stefanus Cilandak
18 – 19 Oktober 2014 di Paroki Keluarga Kudus Pasar Minggu
Dekenat Jak Barat 2 Wilayah 1
September:  tgl 12 – 14  September
Oktober : tgl 10 – 13 Oktober
Tempat : pendaftaran Prk St. Kristoforus, Grogol
Buka: hari Selasa – Kamis jam 15:00 – 18:00 ( dengan Bpk. Janto)
Untuk pendaftaran silahkan membawa surat pengantar dari Pastor Paroki  dengan lampiran Foto copy surat baptis dan Pas Foto ukuran 3 x 4 sebanyak 3 lembar (warna).
Dekenat Barat I
Tgl 11,12,18,19 Oktober 2014, Di Paroki Damai Kristus Kampung Duri.
Dekenat Utara
06–07 September, di Paroki St Yakobus-Kelapa Gading
04-05 Oktober, di Paroki Stella Maris-Pluit.
 

10 Resep untuk Bahagia dari Paus dan Pentingnya Menghormati Para Pekerja Rumah Tangga dan Kebersihan

habemus papam, paus baru 2013, fransiskus I, kardinal Jorge Mario Bergoglio dari Argentina

10 Resep Bahagia Paus Fransiskus

Dalam sebuah wawancara yang diterbitkan “Viva”, sebuah mingguan Argentina pada 27 Juli, Paus mendaftar 10 tips untuk membawa sukacita yang lebih besar dalam kehidupan seseorang. Menjadi lemah lembut, murah hati dan berjuang untuk perdamaian merupakan resep rahasia Paus Fransiskus untuk menuju kebahagiaan:

habemus papam, paus baru 2013, fransiskus I, kardinal Jorge Mario Bergoglio dari Argentina

1. “Hidup dan biarkan hidup.” Setiap orang harus dituntun oleh prinsip ini,  yang memiliki ungkapan yang sama di Roma melalui pepatah, “Bergerak maju dan membiarkan orang lain melakukan hal yang sama.”

2. “Memberi diri kepada orang lain.” Orang harus terbuka dan bermurah hati terhadap sesama, katanya, karena “jika Anda mengutamakan kepentingan diri sendiri, Anda akan menghadapi risiko menjadi egosentris. Dan air yang tergenang menjadi bau.”

3. “Lanjutkan dengan tenang” dalam hidup. Paus menggunakan foto dari Ricardo Guiraldes untuk mengajar sastra SMA,  dimana tokoh protagonis itu – gaucho Don Segundo Sombra – melihat ke belakang tentang bagaimana ia menjalani kehidupannya.

“Dia mengatakan bahwa di masa mudanya ia melihat aliran air penuh dengan batu yang dibawa air itu, ketika dewasa, ia melihat air masih mengalir, dan di usia tua, air masih mengalir, namun perlahan-lahan, air itu menjadi seperti kolam”, kata Paus.

Dia mengatakan dia suka ilustrasi yang terakhir ini yakni kolam – memiliki “kemampuan untuk mengalir dengan kebaikan dan kerendahan hati, ketenangan dalam hidup”.

4. “Hidup santai yang sehat.” Menikmati seni, literatur, dan bermain bersama dengan anak-anak telah hilang, katanya. “Konsumerisme telah membawa kita kepada kecemasan” dan stres, menyebabkan orang kehilangan “budaya hidup sehat.”

Waktu mereka “ditelan” kesibukan sehingga orang tidak dapat berbagi dengan orang lain. Meskipun banyak orangtua bekerja berjam-jam, mereka harus menyisihkan waktu untuk bermain dengan anak-anak mereka; jadwal kerja menjadi “kendala, tetapi Anda harus melakukannya,” katanya.

Keluarga-keluarga juga harus mematikan televisi saat mereka makan, meskipun televisi berguna untuk memperoleh berita-berita atau hiburan, tapi hal itu “tidak menghalangi kalian untuk berkomunikasi” satu sama lain, katanya.

5. Hari Minggu harus libur. Para pekerja harus libur pada hari Minggu karena “hari Minggu adalah untuk keluarga,” katanya.

6. Mencari cara-cara inovatif untuk menciptakan lapangan kerja yang bermartabat bagi orang muda. “Kita harus kreatif demi orang-orang muda. Jika mereka tidak memiliki kesempatan mereka akan masuk ke narkoba” dan lebih rentan terhadap bunuh diri, katanya. “Orang muda tidak cukup diberikan makanan,” katanya.

7. Menghormati dan memelihara alam. Degradasi lingkungan “adalah salah satu tantangan terbesar yang kita hadapi,” katanya. “Saya pikir pertanyaan yang kita tidak bertanya kepada diri sendiri: Bukankah manusia melakukan bunuh diri dengan menggunakan alam secara masif dan tirani?”

8. Berhenti menjadi negatif. “Berbicara buruk tentang orang lain menunjukkan harga diri yang rendah. Itu berarti, “Saya merasa begitu rendah sehingga alih-alih memilih diri saya harus merendahkan orang lain,” kata Paus. “Melepaskan hal-hal negatif dengan cepat adalah sehat.”

9. Jangan memaksa; menghormati keyakinan orang lain. “Kita bisa menginspirasi orang lain melalui kesaksian sehingga orang yang tumbuh bersama-sama dalam berkomunikasi. Tetapi yang terburuk dari semua adalah penyebaran agama. “Saya berbicara dengan Anda untuk membujuk Anda, tidak. Setiap orang berdialog, dimulai dengan indentitas dirinya. Gereja bertumbuh melalui kesaksian, bukan penyebaran agama,” kayanya.

10. Bekerja untuk perdamaian. “Kita hidup dalam era yang banyak konflik,” katanya, dan “seruan untuk perdamaian harus terus didengungkan. Perdamaian kadang-kadang memberikan kesan yang tenang, tapi itu tidak pernah tenang, damai selalu proaktif” dan dinamis.

Pentingnya Menghargai Para Imigran, Pekerja Rumah Tangga dan Petugas Kebersihan

Paus Fransiskus juga berbicara tentang pentingnya membantu imigran, memuji kemurahan hati orang-orang Swedia yang membuka pintu bagi begitu banyak orang, sementara kebijakan di eropa kebanyakan adalah anti-imigrasi yang menunjukkan seluruh Eropa “takut” terhadapa imigran khususnya timur tengah dan afrika.

Dia juga ingat akan wanita yang disayangi, yang telah membantu ibunya dengan pekerjaan rumah tangga ketika ia tumbuh dewasa di Buenos Aires. Wanita itu bernama Maria Minuto, ia seorang imigran Sisilia, janda dan ibu dari dua anak laki-laki, yang pergi tiga kali seminggu untuk membantu ibu Paus Fransiskus mencuci baju dengan tangan, karena pada masa itu belum ada mesin cuci.

Ia merupakan wanita pekerja keras, bermartabat dan telah memberi pengaruh pada pertumbuhannya sepuluh tahun kedepan. Ia pernah berkisah tentang kekejaman Perang Dunia II di Italy dan juga bagaimana mereka bertani saat masih di Sisilia.

Meskipun keluarganya telah kehilangan kontak dengannya ketika mereka pindah, Fr. Jorge Bergoglio, saat itu, telah menemukannya dan mengunjunginya selama 10 tahun terakhir jelang akhir hidupnya.

Paus Fransiskus berkata: “Beberapa hari sebelum dia meninggal, dia mengambil medali kecil dari sakunya, memberikannya kepada saya dan berkata: ‘! Aku ingin kau memilikinya’ Jadi setiap malam, ketika saya melepas medali ini, berdoa baginya dan menciumnya, dan setiap pagi ketika saya meletakkannya kembali, wanita ini datang ke pikiran saya. “

“Dia meninggal bahagia, dengan senyum di wajahnya dan dengan martabat sebagai seseorang yang telah bekerja dengan sangat baik. Oleh karena itu saya sangat simpatik terhadap para petugas kebersihan dan pekerja rumah tangga, yang hak, semuanya, harus diakui dan dilindungi,” kata Paus Fransiskus. “Mereka tidak boleh dieksploitasi atau dianiaya.”

Keprihatinan Paus Fransiskus ini kemudian ‘digarisbawahi dalam Twitter Resmi Paus’ @Pontifex pada Selasa (29 July), dengan pesan: “Semoga kita selalu lebih bersyukur atas bantuan para pekerja rumah tangga dan pengasuh, pelayanan mereka adalah sesuatu yang sangat berharga.” (Sumber: ncronline.org)

Lebaran, Para Biarawati Silaturahim dengan Jokowi

1123047biarawati-ke-jokowi780x390

Lima biarawati dari konggregasi Santo Paulus Charteres (SPC) bersilaturahim dengan Gubernur DKI Jakarta sekaligus presiden terpilih periode 2014-2019 Joko Widodo alias Jokowi di rumah dinas, Jalan Taman Surapati 7, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (28/7/2014).

Suster Regina, salah satu biarawati yang ikut dalam rombongan tersebut, mengaku tidak diundang oleh Jokowi. Mereka hanya ingin bersilaturahim dengan Jokowi di hari raya Idul Fitri 1435 H.

“Kami ini pendukung Pak Jokowi. Jadi kami datang ingin mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri. Kami ingin ketemu langsung,” ujar Regina kepada Kompas.com seusai bersalaman dengan Jokowi.

Kepada Jokowi, para biarawati itu menyampaikan agar menjadi presiden amanah dan mampu mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.

“Ngobrol sedikit saja. Kami mendoakan bapak dan mendukung menjadi presiden yang baik,” lanjut Regina.

Selain bersalaman sekaligus berfoto bersama dengan Jokowi, para biarawati tersebut juga menyantap hidangan khas Lebaran yang disiapkan Jokowi.

Para biarawati itu juga berfoto bersama di halaman belakang rumah dinas Jokowi. Para biarawati tersebut tinggal di Paroki Santo Lukas, Sunter, Jakarta Utara. Sehari-hari, para biarawati tersebut mengajar di TK, SD dan SMP Santo Paulus Sunter. (kompas.com)

Saat Shalat Id Parkiran di Masjid Istiqlal Penuh, Jamaah pun Parkir Kendaraan di Gereja Katolik Katedral

katedral
Ada satu contoh toleransi antarumat beragama yang patut diteladani di Indonesia. Setiap tahun Gereja Katedral Jakarta selalu menyediakan tempat parkir bagi kendaraan umat muslim yang akan mengikuti shalat Id di Masjid Istiqlal, Jakarta.

“Hal seperti ini sudah terjadi belasan tahun. Setiap Lebaran, gereja menyediakan tempat parkir bagi saudara-saudara kaum muslim,” kata petugas keamanan katedral, Edi Purnomo di depan Katedral Jakarta, Senin (28/7/2014).

Edy menambahkan, hal yang sama juga terjadi ketika perayaan Hari Paskah atau Natal. “Biasa kalau misa Paskah atau Natal, umat Katolik parkir kendaraannya di halaman Masjid Istiqlal,” sambungnya.

Pria yang sudah bekerja selama 18 tahun sebagai petugas keamanan katedral ini menambahkan, halaman gereja bisa menampung ratusan mobil pribadi dan ratusan motor.”Kami biasa berkoordinasi dengan pihak Masjid Istiqlal. Karena posisi katedral dan masjid saling berhadapan, jadi kami kerja sama,,” pungkas dia.

Hari ini ribuan umat Muslim memadati Masjid Istiqlal untuk melaksanakan Shalt Ied merayakan Idul Fitri 1435 H. Hadir di sana pula Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. (megapolitan.kompas.com)

Indahnya Kerukunan Umat Beragama: “Kisah Umat Muslim Salat di Gereja di Gaza”

Sebuah Kisah Nyata Ketika Perbedaan Agama menjadi Pemersatu bukan Perpecahan

Bagi Mahmud Khalaf, seorang warga Gaza, merupakan sebuah pengalaman baru yang aneh bahwa dirinya melakukan salat di bawah tatapan sebuah ikon Yesus Kristus. Namun sejak perang pecah di Gaza, dia tidak punya pilihan selain beribadah di sebuah rumah Tuhan-nya orang Kristen. Di situlah dia berlindung setelah serangan udara Israel menghantam tempat tinggalnya Palestina utara.

“Mereka membolehkan kami berdoa. Hal itu mengubah pandangan saya tentang orang-orang Kristen. Saya benar-benar tidak tahu sebelumnya, tetapi mereka telah menjadi saudara kami,” kata Khalaf (27 tahun) yang mengaku dia tidak pernah membayangkan untuk melakukan salat magrib di dalam sebuah gereja. “Kami (orang-orang Muslim) berdoa bersama-sama tadi malam,” katanya. “Di sini, cinta antara umat Muslim dan Kristen telah tumbuh.”

Saat memasuki haman Gereja Saint Porphyrius di Kota Gaza, para pengunjung akan disambut dengan ucapan “marhaban” (selamat datang) oleh orang-orang Kristen, tetapi dengan “al-salamu aleikum” oleh sebagian besar penghuninya saat ini, yaitu para pengungsi Gaza yang telah menjadikan kompleks gereja itu sebagai tempat tinggal mereka selama hampir dua minggu terakhir.

Khalaf, yang meninggalkan rumahnya di Shaaf setelah daerah itu menjadi target serangan pesawat tempur Israel, memegang tasbih dengan cemas, tetapi lega karena telah menemukan tempat perlindungan bersama sekitar 500 pengungsi Muslim lainnya. “Orang-orang Kristen membawa kami masuk. Kami berterima kasih kepada mereka untuk itu, karena berpihak pada kami,” katanya.

Khalaf kini terbiasa beribadah di tempat dari sebuah agama yang asing baginya, terutama selama bulan suci Ramadhan ini. Setiap hari dia berkiblat ke Mekkah, membacakan ayat-ayat Al-Quran dan membungkukan diri, seperti yang dia lakukan di masjid.

Para pastor dan umat menghargai para tamu Muslim mereka.

“Tentu saja orang-orang Kristen tidak berpuasa, tetapi mereka dengan sengaja tidak makan di depan kami pada siang hari. Mereka tidak merokok atau minum di sekitar kami,” kata Khalaf.

Namun dia mengaku sulit untuk menjalankan perintah-perintah agama selama konflik berdarah dan tanpa pandang bulu yang telah menewaskan lebih dari 800 warga Palestina, sebagian besar warga sipil. “Saya biasanya merupakan seorang Muslim yang taat, tetapi saya sudah merokok selama Ramadhan. Saya tidak berpuasa, saya terlalu takut dan tegang karena perang”

Puasa akan berakhir saat Idul Fitri datang. Namun dengan pengeboman yang sedang berlangsung, ratusan orang tewas dan ribuan kehilangan tempat tinggal, kegembiraan Idul Fitri agak diredam. “Orang Kristen dan Muslim mungkin merayakan Idul Fitri bersama-sama di sini,” kata Sabreen al-Ziyara, seorang wanita Muslim yang telah bekerja di gereja itu selama 10 tahun sebagai petugas kebersihan. “Namun tahun ini, itu bukan Hari Raya Idul Fitri tetapi pesta para martir,” katanya. Ia merujuk dengan hormat kepada mereka yang telah meninggal akibat perang. 

Ini merupakan suasana yang harmonis dan toleran, tetapi di tengah-tengah medan perang, ketegangan masih terasa. Saat persediaan makanan datang, bentrokan hampir pecah ketika para perempuan dan anak-anak mencari kantong plastik yang berisi roti dan air, yang didistribusikan setertib mungkin orang para petugas gereja.

Orang Kristen di Gaza telah berkurang jumlahnya menjadi sekitar 1.500. Sementara populasi orang Muslim Sunni mencapai 1,7 juta orang. Komunitas Kristen, seperti di tempat-tempat lain di Timur Tengah, telah menyusut karena konflik dan pengangguran. Namun dalam situasi teror seperti di Gaza, rasa persaudaraan tumbuh di antara mereka. 

“Yesus mengatakan, kasihilah sesamamu, bukan hanya keluargamu, tetapi kolegamu, temanmu – Muslim, Syiah, Hindu, atau pun Yahudi,” kata relawan Kristen Tawfiq Khader. “Kami membuka pintu kami untuk semua orang.” (internasional.kompas.com)

BREAKING NEWS! Rm. Samuel Pangestu, Pr menjadi VIKJEN KAJ

Keuskupan Agung Jakarta, kaj

Logo KAJ
 
Kepada Ytk,
Ketua Komisi dan Pengurus Komisi KAJ, PEMIKAT KAJ, dan Semua Putera-Puteri Gereja
Kami sampaikan Kabar Gembira mengenai pergantian Vikaris Jendral Keuskupan Agung Jakarta (VIKJEN-KAJ).
Bp Uskup, Mgr. I. Suharyo, telah mengangkat:

Pastor Samuel Pangestu, Pr

Menjadi Vikaris Jendral KAJ per 1 Agustus 2014.
Kepada Pastor Samuel Pangestu, Pr kami ucapkan terima kasih atas karya kegembalaan pastor di Paroki CIkarang dan selamat berkarya sebagai Vikaris Jendral KAJ.
Kepada Pastor Yohanes Subagyo, Pr kami ucapkan terima kasih atas karya pelayanan pastor sebagai Vikjen KAJ selama ini dan selamat menjalankan tugas perutusan baru.
Kami mohon kepada semua Putera-Puteri Gereja Kudus, untuk menyampaikan kabar gembira ini dan mengajak seluruh umat berdoa bagi Pastor Samuel Pangestu, Pr dan Pastor Yohanes Subagyo, Pr.
Tuhan memberkati karya pelayanan kita semua.
Salam hormat,
Rm. V. Adi Prasojo, Pr
Sekretaris KAJ
__________________
Adi Prasojo, Pr
Sekretaris KAJ
Jl. Katedral No. 7
Jakarta Pusat 10710
Ph: (021) 3814322, 3813345
Fax: (021) 3855681
HP: 0811 880 3233

Terbaru

Populer