Home Blog Page 102

DOWNLOAD BUKU Bahan Pendalaman Kitab Suci Lingkungan 2015

bks-kaj 2015 rev 4-1406_Page_01
PENGANTAR BULAN KITAB SUCI 2015
Kita bersyukur kembali bahwa tahun ini kita memasuki Bulan Kitab Suci Nasional. Bulan ini mejadi kesempatan kita “belajar” bersama. Belajar yang dituntun oleh Allah. Belajar untuk membaca sabda. Belajar untuk mendengarkan sabda. Belajar dengan sesama untuk merenungkan sabda. Dan yang lebih utama adalah menghidupi sabda dalam ke- seharian kita. Semangat ini juga yang ingin diwujudnyatakan dalam semboyan Tahun Syukur 2015 di keuskupan tercinta kita.
Bapak uskup Ignatius Suharyo mengatakan demikian dalam Surat Gembala Prapaskah 2015 (membuka Tahun Syukur): Semboyan ini mencerminkan dinamika hidup beri- man kita yang kita harapkan menjadi semakin ekaristis. Dalam perayaan Ekaristi kita mengenangkan Yesus yang “mengambil roti, mengucap syukur, lalu memecah- mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya”. Hidup kita diharapkan semakin ekaristis. Hidup yang siap dipakai Allah dalam semangat syukur, yang siap dipe- cah-pecah dan dibagikan untuk sesama sebagai berkat.
Maka pada tahun ini, kita ingin belajar dari tokoh- tokoh dalam kitab suci. Tokoh-tokoh yang bisa kita jadikan “cermin” bagi hidup kita. Mereka adalah Andreas dan Filipus, Maria Magdalena, Nikodemus dan orang buta dalam Injil Yohanes. Mereka mengalami hidup suka nan duka seperti kita. Mereka mau tekun berproses dalam iman. Dan selalu melibatkan Allah dalam hidup mereka. Demikian juga dengan kita pastinya.
Akhirnya, saya bersyukur dan berterima kasih untuk mereka yang sungguh setia dan tekun dalam mempersiap- kan bahan ini. Khususnya anggota Komisi Kerasulan Kitab Suci KAJ yang didampingi oleh Rm. Yosep Susanto, Pr. Semoga buku pendalaman iman ini berguna dalam mengisi Bulan Kitab Suci 2015. Kami pun sangat terbuka dengan ma- sukan dan harapan yang membangun untuk kami. Tuhan memberkati….
RD. Romanus Heri Santoso
Komisi Kerasulan Kitab Suci KAJ
 

DOWNLOAD BUKU PDF DAN POWER POINT PANDUAN PENDALAMAN KITAB SUCI 

 

BUKU PDF:

KAJ download
 
 

POWER POINT:

KAJ download
 
 

DOWNLOAD Bahan BULAN KITAB SUCI 2015 KAJ

bks 2015
Kita bersyukur kembali bahwa tahun ini kita memasuki Bulan Kitab Suci Nasional. Bulan ini mejadi kesempatan kita “belajar” bersama. Belajar yang dituntun oleh Allah. Belajar untuk membaca sabda. Belajar untuk mendengarkan sabda. Belajar dengan sesama untuk merenungkan sabda. Dan yang lebih utama adalah menghidupi sabda dalam keseharian kita. Semangat ini juga yang ingin diwujudnyatakan dalam semboyan Tahun Syukur 2015 di keuskupan tercinta kita. Bapak uskup Ignatius Suharyo  mengatakan demikian dalam Surat Gembala Prapaskah 2015 (membuka Tahun Syukur): Semboyan ini mencerminkan dinamika hidup beriman kita yang kita harapkan menjadi semakin ekaristis. Dalam perayaan Ekaristi kita mengenangkan Yesus yang “mengambil roti, mengucap syukur, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya”. Hidup kita diharapkan semakin ekaristis. Hidup yang siap dipakai Allah dalam semangat syukur, yang siap dipecah-pecah dan dibagikan untuk sesama sebagai berkat.
Maka pada tahun ini, kita ingin belajar dari tokoh-tokoh dalam kitab suci. Tokoh-tokoh yang bisa kita jadikan “cermin” bagi hidup kita. Mereka adalah Andreas dan Filipus, Maria Magdalena, Nikodemus dan orang buta dalam Injil Yohanes. Mereka mengalami hidup suka nan duka seperti kita. Mereka mau tekun berproses dalam iman. Dan selalu melibatkan Allah dalam hidup mereka. Demikian juga dengan kita pastinya.
Akhirnya, saya bersyukur dan berterima kasih untuk mereka yang sungguh setia dan tekun dalam mempersiapkan bahan ini. Khususnya anggota Komisi Kerasulan Kitab Suci KAJ yang didampingi oleh Rm. Yosep Susanto, Pr. Semoga buku pendalaman iman ini berguna dalam mengisi Bulan Kitab Suci 2015. Kami pun sangat terbuka dengan masukan dan harapan yang membangun untuk kami. Tuhan memberkati….

 
KAJ download

Bentuk Pertama Sakramentali: Benedictiones Invocative

 
KUNJUNGAN PAPUA212
Benedictiones invocative adalah kata bahasa Latin yang memiliki makna seruan yang berisi permohonan berkat. Pemberkatan sakramentali jenis ini tidak mengubah status atau tujuan penggunaan dari yang diberkati. Tujuan dari pemberkatan ini adalah agar yang diberkati memperoleh perlindungan Tuhan dan/atau dapat digunakan bagi kemuliaan Tuhan serta membantu keselamatan jiwa kita.
Contoh pemberkatan bentuk ini:

  1. Untuk manusia: berkat sebelum perjalanan, berkat salib pada dahi anak, pemberkatan jenasah, pemberkatan keluarga, pemberkatan suami-isteri, pemberkatan anak-anak dalam keluarga oleh orang tua, pemberkatan orang yang bertunangan, pemberkatan Ibu yang akan melahirkan, pemberkatan anak sekolah.
  2. Untuk barang atau benda: pemberkatan rumah, toko, bengkel, gedung (apa pun), alat transportasi, sawah, benih, alat-alat pertanian, pertukangan, kedokteran, ternak, kandang.

Berikut ini adalah contoh doa pemberkatan kendaraan bermotor:
“Allah dan Tuhan kami, kami menghadap hadirat-Mu dan mohon kepada-Mu: sudilah memberkati kendaraan ini dan lindungilah semua orang yang menggunakannya terhadap segala kecelakaan dan malapetaka. Berilah agar di tengah-tengah lalu-lintas di jalan-jalan, kami selalu penuh rasa tanggungjawab.
Jadikanlah kami orang-orang yang penuh perhatian dan rela membantu. Semoga kendaraan ini membantu kami dalam mendatangkan kerajaan cinta kasih-Mu. Semoga dalam segala-galanya, khususnya dalam menggunakan kendaraan ini, kami menjadi saksi-saksi-Mu. Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami.” Amin
Berkat yang berisi permohonan seperti ini amat berarti bagi kita untuk membina iman, pengharapan dan kasih kita.
Dibahasakan kembali berdasarkan buku Renungan Bulan Katekese Liturgi, 2015, hlm 14-15 atas ijin penulisnya. + I. Suharyo – Uskup Keuskupan Agung Jakarta.  (*)

Tarekat Suster Fransiskus Misionaris Maria (FMM)

Maria P
Tarekat Suster FMM ini didirikan pada 6 Januari 1877 di Otacamund, India. Pendirinya adalah Helene de Chappotin yang dikenal dengan nama Marie de la Passion yang lahir di Nantes, Prancis pada 21 Mei 1839. Panggilan misionarisnya mengantarnya ke tanah India. Atas petunjuk Paus Pius IX ia pun mendirikan Tarekat Misonaris Maria di India yang mengikuti cara hidup dan spiritualitas St. Fransiskus Assisi.
Panggilan suster FMM adalah menghayati Injil dalam hidup sederhana, gembira dan damai, pembawa damai dalam dunia. Dalam semangat Bunda Maria, para suster FMM menyembah Tuhan Yesus Kristus dengan memusatkan hidup religiusnya pada Ekaristi; Menyerahkan diri sepenuhnya pada Penyelenggaraan Ilahi seperti Bunda Maria “Ecce” dan “Fiat“. Panggilan FMM yang bercorak aktif dan tetap kontemplatif, menekankan doa yang terpancar dalam karya kerasulan.
Kualitas dari waktu doa pribadi dan komunitas meneguhkan cara hidup misionaris FMM. Di Indonesia mereka banyak berkarya di bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan pastoral, sosial-ekonomi dan sebagainya. Di Jakarta mereka hadir di daerah Slippi, Jakarta Barat.
“Wahai kaum mudi Katolik, jika hati anda tergerak menjawab panggilan Tuhan menyerahkan hidup sepenuhnya, maka kami menanti anda di Biara Provinsialat Our Lady of Victories, Kompleks Regina Pacis, Jl. Palmerah Utara 1, Slipi, Jakarta 11480, Tel.: (021) 5482818, Tel. Prov.: (021) 53653707, Website: www.FMM.or.id. (*)

Paroki Harus Memanfaatkan  FKUB

Rm. Antonius Suyadi, Pr (kiri) Perwakilan KAJ di FKUB Provinsi DKI Jakarta.

Rm. Antonius Suyadi, Pr (kiri) Perwakilan KAJ di FKUB Provinsi DKI Jakarta.
Rm. Antonius Suyadi, Pr (kiri) Perwakilan KAJ di FKUB Provinsi DKI Jakarta.

 
Dalam pertemuan anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) dan Komisi HAAK KAJ dan HAAK Paroki pada 23 Juli 2015 di Katedral Jakarta Rm. Antonius Suyadi, Pr selaku perwakilan KAJ di FKUB Provinsi DKI Jakarta menghimbau agar setiap paroki di KAJ memanfaatkan FKUB.  Secara khusus dia meminta agar para pegiat di seksi Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan (HAAK) paroki menjalin kerjasama dengan perwakilan FKUB KAJ di wilayah masing-masing. “Di setiap wilayah FKUB DKI Jakarta, KAJ telah menetapkan perwakilannya. Diharapkan masing-masing paroki berkoordinasi dengan mereka sesuai dengan wilayah masing-masing. Sebab perwakilan di wilayah FKUB ini adalah sekaligus perwakilan KAJ,” tandas Rm. Suyadi.
Lebih jelasnya Rm. Suyadi mengatakan kalau ada kegiatan HAAK di paroki atau dekenat silahkan mengundang perwakilan KAJ di FKUB di wilayah masing-masing. “Hal ini akan lebih memperlancar komunikasi dan informasi antara gereja dengan FKUB sekaligus bagian dari koordinasi pegiat kemasyarakatan kita,” lanjut Rm. Suyadi.
Rm.Suyadi juga menginformasikan bahwa KAJ saat ini sedang membentuk Tim Pembangunan KAJ. Beberapa diantara anggota  tim itu adalah perwakilan KAJ di FKUB. “Memang tim ini belum selesai pembentukannya tetapi sudah bekerja keras membantu beberapa paroki dalam pengurusan perijinan seperti Paroki Kampung Duri, Paroki MKK, Paroki Cileduk dan Wisma Samadi,” lanjut Rm. Suyadi.
Lewat koordinasi tiap wilayah akan memudahkan kita untuk menggalang langkah-langkah kongkrit membangun hubungan baik dengan pihak-pihak lain.  Seperti dalam memberikan penjelasan prinsip-prinsip umum Katolik sehingga pihak lain semakin mengenali siapa Katolik itu. Dengan pengenalan itu tidak ada muncul lagi saling curiga seperti isu katolikisasi. “Misalnya menjadi Katolik itu sangat susah harus belajar satu tahun dan harus lulus. Atau menyumbang orang miskin adalah kewajiban gereja dengan menyisihkan sebagian dana gereja dan gereja tidak pelit. Atau menjawab mengapa gereja Katolik bagus-bagus, karena umat maunya tempat beribadatnya bagus. Untuk itu dilakukan kolekte setiap ibadat bahkan tiap keluarga dibebani dana pembangunannya…dst,” jelas Rm. Suyadi.
Bahkan menurut Bambang Winarso, perwakilan KAJ di FKUB Jakarta Utara mengatakan sangat perlu menjalin hubungan dengan semua pihak. Dengan demikian kita bisa menjelaskan berbagai kegiatan di lingkungan dan bukan di gereja. Seperti latihan koor yang akan dibawakan di gereja, doa untuk orang meninggal seperti tahlilan, doa syukuran ulang tahun, pemberkatan rumah, kegiatan di bulan tertentu seperti Rosario di bulan Maria.
Hingga kini masih ada penolakan kehadiran gereja di 12 lokasi. “Dan tiga diantaranya adalah gereja katolik KAJ yaitu Gereja Damai Kristus, Jl. Duri Selatan V (Jakarta Barat), Gereja St. Bernadet, Jl. Matahari Pinang dan Gereja Stanislaus Kostka (Kranggan Bekasi),” ungkap Rudy, perwakilan KAJ di FKUB bersama Rm. Suyadi.
Dalam kesempatan ini juga Rm. Suyadi menyampaikan hasil pertemuan FKUB Provinsi DKI Jakarta dengan Kapolda Metro Jaya dan Kodam Jaya yang juga dihadiri ormas-ormas garis keras seperti FPI, FBR, Forkabi pada 21 Juli 2015 lalu di Polda Metro Jaya. “Kita tak perlu membuat suasana makin riuh. Biarkan saja pejabat di Papua menyelesaikannya. Karena kalau suasana makin panas akan ada pihak-pihak yang memperkeruh suasana. Sehingga akhirnya masalah ini  dibawa ke sidang PBB dan ini berbahaya buat NKRI. Boleh jadi Papua akan lepas dari Indonesia. Jadi permasalahan ini bukan hanya tampak di permukaan tetapi ada lagi di balik itu,” ungkap Rm. Suyadi mengutip pernyataan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian, mantan kapolda Papua.
Pernyataan Tito ini tampaknya menyadarkan  semua pihak sehingga semua bersepakat untuk menjaga kesatuan NKRI dengan tidak memperkeruh suasana. Kelompok-kelompok berkepentingan tidak akan berlomba-lomba mengirimkan utusan ke Papua.
Selain bertemu dengan Kapolda Metro Jaya dan Kodam Jaya, FKUB juga bertemu dengan pihak BIN Daerah DKI Jakarta di Hotel Kartika Chandra, Jakarta. Pihak BIN DKI Jakarta menjelaskan kejadian di Tolikara dan langkah-langkah mengantisipasi agar tidak merembet ke Jakarta.
Sementra itu Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo dengan tegas mengatakan bahwa yang tahu persis mengenai seluruh informasi Tolikara adalah Keuskupan Papua. “Hendaknya umat juga menahan diri untuk tidak ikut-ikutan memberi opini. Kita percayakan seluruhnya ke Keuskupan Papua,” himbaunya.
 
Sonar Sihombing
Sie HAAK Paroki St. Perawan Maria Ratu (Blok Q) Jakarta.
 

Lebaran di Vatikan, sebagian besar dihadiri pastor dan suster

Budiarman Bahar (kiri) menjabat tangan Paus Fransiskus dalam sebuah acara di Vatikan. (Dok KBRI Vatikan)

Budiarman Bahar (kiri) menjabat tangan Paus Fransiskus dalam sebuah acara di Vatikan. (Dok KBRI Vatikan)
Budiarman Bahar (kiri) menjabat tangan Paus Fransiskus dalam sebuah acara di Vatikan. (Dok KBRI Vatikan)

Budiarman Bahar bertugas di Roma sebagai Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan sejak 21 Desember 2011. Seharusnya, masa tugas Budiarman mewakili Indonesia terhadap kewenangan tertinggi Gereja Katolik dunia itu sudah selesai tahun ini. Namun, dia masih harus tetap tinggal di sana karena pejabat penggantinya belum ditetapkan Kementerian Luar Negeri.
’’Putri saya pulang sejak Juni lalu karena saya kira saya bakal pulang dalam waktu dekat. Tapi, ternyata saya masih harus menghabiskan puasa dan Lebaran di sini lagi,’’ tutur Budiarman, seperti dilansir  jawapos.com.
Meski begitu, suami Hetty Bahar tersebut tidak mempermasalahkan harus memperpanjang tugasnya di negara terkecil dunia itu. Dia sudah cukup bersyukur bisa menyelesaikan tugas di Vatikan dengan baik dan mendapat ’’bonus’’ beberapa saat sambil menunggu Dubes pengganti.
Nah, tahun ini Budiarman bersama keluarga harus kembali menjalankan ibadah puasa dan berlebaran di Vatikan. Menurut diplomat murni itu, tidak ada yang berbeda secara signifikan dalam berpuasa dan berlebaran di kota suci bagi umat Katolik itu. Umat Islam di sana bebas menjalankan ibadah yang dituntunkan agama.
”Meski di sini umat Islam termasuk minoritas, kami bebas beribadah. Tidak ada larangan apa-apa. Bahkan, kami dihormati,” ujarnya.
Luas Vatikan hanya 44 hektare dengan penduduk 800 jiwa yang tinggal di kota itu. Memang, tercatat pula sekitar 2.200 warga lainnya. Namun, mereka tinggal di luar Vatikan, misalnya di Roma dan kota-kota lain di Italia. Termasuk para kardinal dan 82 kantor kedutaan besar untuk Vatikan.
KBRI sendiri berada di Via Marocco Nomor 10, Roma, yang berjarak 50 menit dari Vatikan. Sebagai Dubes RI untuk Vatikan, Budiarman dan para Dubes negara lainnya sering mendapat undangan untuk mengikuti upacara-upacara yang terkait dengan agama Katolik. Misalnya perayaan Natal dan Paskah. Dia pun mengaku beruntung selama empat tahun bertugas di sana bisa menyaksikan secara langsung upacara-upacara yang dipimpin pimpinan tertinggi di Takhta Suci Vatikan itu.
”Selain saya, banyak juga Dubes dari negara Islam seperti Iran, Mesir, dan Libya. Kami biasanya berkumpul untuk menyaksikan dan mengikuti prosesi upacara itu,” papar diplomat yang pernah bertugas di Meksiko, Spanyol, Korea Selatan, Yaman, Turki, dan Australia tersebut.
Budiarman juga menceritakan pengalamannya berpuasa dan berlebaran di Vatikan. Menurut dia, memang tidak ada perbedaan dalam tatanan kehidupan masyarakat Vatikan selama Ramadan. Maklum, hampir 100 persen warga Vatikan merupakan pemeluk Katolik. Meski begitu, dia dan keluarga bisa menjalankan ibadah tersebut dengan baik. Apalagi, di Vatikan ada budaya, saat menjamu tamu tidak perlu memberikan suguhan air maupun jajanan.
”Sehingga saya tidak perlu susah-susah menolak untuk tidak meminum atau memakan jajanan karena sedang berpuasa. Toh, di sana budaya menjamu tamu tidak ada,” terangnya.
Bukan hanya pemerintah Vatikan, warga negara Indonesia (WNI) yang berada di bawah naungan KBRI Vatikan juga punya toleransi tinggi. Untuk diketahui, KBRI Vatikan saat ini menaungi 1.530 WNI. Jumlah itu hampir sama dengan WNI yang dinaungi KBRI Roma. Yang berbeda, semua WNI yang dinaungi KBRI Vatikan adalah pastor dan suster yang bertugas di gereja-geraja Katolik sekitar Roma dan di dalam Kota Vatikan.
Untuk staf KBRI, hanya dua orang yang beragama Islam. Sisanya merupakan pemeluk Katolik. Namun, hal itu tidak menghalangi Budiarman dan staf muslim untuk melakukan tradisi saat Ramadan dan Lebaran. Misalnya, mereka mengadakan acara buka bersama atau halalbihalal saat Lebaran tiba. Uniknya, yang datang dalam acara itu kebanyakan para pastor dan suster.
”Itulah toleransi antarumat beragama yang konkret. Mereka (pastor dan suster) akan datang bila diundang dalam acara-acara tradisi umat Islam itu. Seperti halnya bila mereka datang untuk acara sosialisasi pemilu atau perayaan hari kemerdekaan RI,” beber Budiarman. ”Saat buka bersama ditutup dengan doa secara Islam, mereka ikut dengan khusyuk berdoa dengan cara mereka sendiri,” tambahnya.
Menurut rencana, KBRI Vatikan mengadakan acara halalbihalal pada 25 Juli. Seperti biasa, KBRI mengundang seluruh WNI di bawah KBRI Vatikan, termasuk para pastor dan suster. ”Kami baru bisa mengadakan halalbihalal 25 Juli nanti karena suster dan pastor baru bisa keluar gereja saat akhir pekan,” ucapnya.
Meski begitu, Budiarman tak menampik bahwa dirinya memang rindu suasana berpuasa dan berlebaran di tanah air. ”Saya kangen sekali mendengarkan pukulan tiang listrik untuk membangunkan orang sahur pada pukul 03.00. Memang sederhana, tapi suara itu sungguh membuat saya rindu suasana Ramadan seperti itu.” (indonesia.ucanews.com)

Tumbuhkan Sikap Kerendahan Hati

15-Juli-KWI-R-702x336Kesombongan menyebabkan seseorang tidak mampu merasakan kebaikan dan kasih Allah. Karena semua hal yang dimiliki, mereka akui sebagai hasil dari kerja keras dan kehebatan intelektual mereka semata. Mereka tidak pernah bersyukur kepada Tuhan, bahkan mengecilkan peran Tuhan di dalam hidup mereka. Lambat laun kesombongan akan menyeret mereka menuju jurang kehancuran. Kepandaian atau kehebatan yang dimiliki tidak akan mampu menyelamatkan mereka dari kebinasaan kekal.
Sebaliknya, orang yang rendah hati memiliki hati yang tulus dan murni. Mereka menyadari betapa miskinnya mereka di hadapan Tuhan sehingga mereka selalu menggantungkan hidupnya hanya kepada Tuhan. Sikap seperti inilah yang memungkinkan Tuhan berkarya dengan leluasa di dalam hidup mereka.
Mari kita menjadi murid-murid Kristus yang bijak dan rendah hati, senantiasa mengucap syukur di dalam segala kondisi. Dengan selalu mengandalkanNya, kita akan dimampukan untuk berjalan dengan iman yang hidup di dalam setiap langkah kehidupan kita. (Mirifica.net)

Ketika Paus Merangkul Semua dalam Ensikliknya “Laudato Si”

laudato si, makna laudato si, ensiklik ladato si, pesan laudato si, inti pesan laudato si, sumber laudato si, isi laudato si, kidung saudara matahari, paus fransiskus, santo fransiskus assisi
Kamis, 18 Juni 2015 lalu Paus Fransiskus mengeluarkan ensikliknya mengenai lingkungan hidup. Paus Fransiskus memulai ensikliknya dengan “Kidung Sang Surya”, hymne Santo Fransiskus dari Assisi, biarawan abad ke-13 yang mendedikasikan hidupnya untuk kaum miskin dan yang ditetapkan Gereja Katolik sebagai santo pelindung lingkungan. Surat berisi ajaran otoritatif Gereja itu dimaksudkan untuk memulai kembali pembicaraan global tentang perlindungan “rumah bersama kita” dari ancaman perubahan iklim.
Ensiklik bertajuk ‘Laudato Si’ (Praise Be to You) itu merupakan seruan profetik Paus kepada pemerintah berbagai negara, agama-agama, pelaku bisnis, dan setiap orang untuk bersama-sama berupaya mengatasi tantangan perubahan iklim. Dalam dokumen tersebut Paus menawarkan visi perubahan mengenai relasi manusia dengan alam sekaligus relasi antarmanusia.
Sebagaimana dilakukan paus-paus terdahulu, dalam ‘Laudato Si’ Paus Fransiskus mengutip sumber-sumber otoritatif yang lazim digunakan dalam penulisan ensiklik, seperti kitab suci, ensiklik-ensiklik sebelumnya, dan tulisan orang kudus besar dan berpengaruh.
Namun, berbeda dari para pendahulunya, Paus juga mengutip sumber-sumber yang tidak otoritatif atau yang tidak lazim. Antara lain, ia mengutip pernyataan sejumlah konferensi nasional para uskup serta sumber-sumber dari luar Gereja Katolik, seperti tulisan seorang mistikus Muslim.
Mengacu pada tradisi, sumber otoritatif dalam penulisan sebuah ensiklik terbatas pada ajaran resmi Gereja, yaitu kitab suci, katekismus Gereja Katolik, tulisan orang kudus besar, dan ajaran-ajaran sosial paus sebelumnya. Dalam kaitan itu, catatan kaki pada sebuah ensiklik memainkan peran khas, yakni memberitahukan pembaca tentang kesinambungan atau kesejalanan isi ensiklik tersebut dengan ajaran resmi Gereja.
Pembatasan sumber-sumber otoritatif itu tidak lepas dari pandangan Gereja Katolik tentang kedudukan seorang paus sebagai guru atau pengajar utama doktrin Gereja Katolik serta pembagian peran yang tegas antara guru dan murid.
Dengan kedudukan paus yang istimewa itu, ajaran paus tidak perlu mengacu pada sumber-sumber di bawahnya, pernyataan konferensi nasional para uskup misalnya, apalagi sumber-sumber dari luar Gereja. Selain mengacu pada kitab suci sebagai sumber utama atau tulisan orang kudus berpengaruh, seorang paus hanya perlu mengacu pada ajaran para paus terdahulu, yang berkedudukan setara dengannya.
Tradisi itu ditinggalkan Paus Fransiskus. Sebagaimana terlihat pada catatan kaki Laudato Si’, lebih dari 10 persen dari 172 catatan kaki ensiklik itu berisi kutipan dokumen konferensi nasional para uskup di belasan negara. Terdapat juga kutipan dokumen konferensi regional para uskup di dua wilayah yang paling parah menanggung dampak perubahan iklim, yakni Konferensi Para Uskup Amerika Latin (CELAM) dan Konferensi Para Uskup Asia (FABC).
Paus juga mengutip beberapa pemikir Katolik yang berpengaruh, seperti Romano Guardini dan Teilhard de Chardin. Sementara, pada bagian lain ia mengutip buku berisi pikiran dan refleksi Patriark Bertolomeus, pemimpin Gereja Ortodoks, tentang lingkungan hidup dan perubahan iklim.
Tidak hanya itu. Paus juga menggunakan dokumen PBB serta tulisan seorang mistikus (sufi) Muslim abad ke-19. Adapun, dari sufi bernama Ali al-Khawas itu Paus mengutip konsep tentang makna mistik alam.
Penggunaan referensi atau sumber-sumber tidak lazim ini menyampaikan beberapa hal penting terkait visi Paus Fransiskus. Pertama, dengan mengutip pernyataan konferensi para uskup, Paus Fransiskus membuka pintu bagi otoritas Gereja yang lebih terdesentralisasi. Secara tidak langsung Laudato Si’ merupakan pengakuannya terhadap kompetensi magisterial (mengajar) konferensi atau sinode para uskup, pada level nasional, regional, maupun internasional, dalam pembentukan ajaran sosial Gereja Katolik.
Kedua, Paus Fransiskus memperlihatkan solidaritasnya pada negara-negara miskin dan berkembang yang umumnya ada di belahan bumi bagian selatan. Dengan mengutip pernyataan konferensi para uskup, yang sebagian besar berasal dari negara-negara di belahan selatan, ia membuat “suara dari selatan” lebih didengar di panggung debat global yang cenderung didominasi “suara dari utara”.
Dan ketiga, dengan mengutip pemimpin Gereja Kristen lain dan sufi Muslim, Paus Fransiskus mendorong dialog ekumenis dan antariman mengenai spiritualitas bersama agama-agama. Sekaligus dengan cara itu ia mengundang semua orang untuk mengatasi dan keluar dari diri/kelompok sendiri demi meningkatkan kualitas relasi dengan siapapun sekaligus dengan alam dan Pencipta. (sumber: Time, Cruxnow, America Magazine, & NotaNostra)

SAKRAMEN-SAKRAMEN DAN SAKRAMENTALI

Catholic-seven-sacraments
Mengapa umat Katolik memintakan berkat dari imam untuk rosario, buku doa, patung, salib? Demikian juga mengapa  keluarga Katolik memintakan berkat bagi rumah baru yang akan dihuni, atau pada waktu pertunangan minta berkat pertunangan? Pertanyaan-pertanyaan ini dan yang sejenis ini berkaitan dengan yang dalam Gereja Katolik disebut sakramentali.
Sakramentali adalah kata dalam bahasa Latin yang berarti yang mirip dengan sakramen. Mengenai sakramentali Konstitusi Liturgi mengatakan, “ … Bunda Gereja Kudus telah mengadakan Sakramentali, yakni tanda-tanda suci, yang memiliki kemiripan dengan sakramen-sakramen. Sakramentali itu menandakan kurnia-kurnia, terutama yang bersifat rohani, dan yang diperoleh berkat doa permohonan Gereja. Melalui sakramentali itu hati manusia disiapkan untuk menerima buah utama sakramen-sakramen, dan pelbagai situasi hidup disucikan” (No 60).
Sakramen-sakramen Gereja (Baptis, Penguatan, Ekaristi, Tobat, Pengurapan Orang Sakit, Perkawinan dan Imamat) adalah perayaan resmi Gereja. Di antara ketujuh sakramen itu, Ekaristi disebut sebagai sumber dan puncak kehidupan umat kristiani. Sakramentali adalah upacara atau kegiatan ibadat yang bersumber dari dan mengarah pada sakramen-sakramen. Pemberkatan rumah atau alat-alat transportasi misalnya bersumber dari sakramen baptis. Tandanya : percikan air suci. Demikian juga ibadat pertunangan mengarah pada saikramen perkawinan. Semua rahmat dan daya kekuatan sakramen atau pun sakramentali mengalir dari sumber yang satu dan sama, yaitu misteri Paskah sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus seperti disebut dalam Konstitusi Liturgi No. 61. Selanjutnya dalam nomer yang sama dikatakan, “ … dan bila manusia menggunakan benda-benda dengan pantas, boleh dikatakan tidak ada satu pun yang tidak dapat dimanfaatkan untuk menguduskan manusia dan memuliakan Allah”.
Dibahasakan kembali berdasarkan buku Renungan Bulan Katekese Liturgi, 2015, hlm 12-13 atas ijin penulisnya. + I. Suharyo – Uskup Keuskupan Agung Jakarta. (*)
 

Tak ada tempat bagi pernikahan sesama jenis di gereja-gereja Katolik

2015-06-26-niles-k
Kali lalu Mahkamah Agung (Amerika Serikat) memutuskan untuk mendukung sah pernikahan sesama jenis; gay dan lesbian. Namun umat Katolik yang melakukan itu dipastikan tidak akan diizinkan untuk menikah di tempat-tempat milik gereja, termasuk gereja-gereja di Keuskupan Lafayette.
“Tidak ada seorang imam atau diakon dari Keuskupan ini dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan upacara sipil, perayaan perkawinan sesama jenis,” kata Uskup Michael Jarrell, di dalam Keuskupan Gereja Katolik Roma dari Lafayette mengenai informasi yang diberitakan tentang keputusan tersebut. Selanjutnya, Uskup Jarrel mengatakan, “semua umat Katolik didesak untuk tidak menghadiri upacara perkawinan sesama jenis.” 

“Tidak ada fasilitas Katolik atau kepemilikan yang bersifat pribadi, tak terkecuali namun tidak terbatas pada paroki-paroki, misi, kapel-kapel, ruang pertemuan, pendidikan Katolik , kesehatan atau lembaga amal kasih, atau fasilitas yang dimiliki dengan tujuan kebajikan yang mungkin dipergunakan untuk penyelenggaraan upacara perkawinan sesama jenis,” tegasnya.
Dalam pemberitaan, Uskup kelahiran 1940 ini mengatakan bahwa meskipun itu keputusan hakim, hukum manusia tidak bisa melampaui hukum Allah.
“Kami sangat sedih dengan keputusan ini. Izinkan saya menyatakan dengan sangat jelas bahwa tidak ada pengadilan manusia memiliki wewenang untuk mengubah apa yang telah dituliskan Allah ke dalam hukum penciptaan. Putusan ini dapat direkonsiliasi dengan kodrat alami dan definisi dari perkawinan sebagaimana ditetapkan oleh Hukum Ilahi,” katanya.
“Perjanjian perkawinan ditetapkan oleh Allah dengan sifat alaminya yang layak dan hukum-hukumnya,” kata Jarrell terkait dalam pemberitaan.
Dalam pernyataannya, Uskup Jarrel mengakui bahwa keputusan itu “akan menciptakan masalah pertimbangan moral  bagi banyak orang Katolik, terutama orang-orang Katolik yang berada dan bekerja di lingkungan publik. Dalam beberapa kasus pembangkangan sipil mungkin merupakan respon yang tepat.”
Jarrel mengatakan bahwa keputusan Mahkamah Agung AS ini akan dibawa dan dibahas pada Sinode Pernikahan dan Keluarga di bulan Oktober mendatang. Untuk diketahui, sinode mendatang memang secara khusus didedikasikan untuk panggilan dan misi keluarga di dalam Gereja dan di dunia dewasa ini.
Melalui sinode, yakni suatu pertemuan penuh kewenangan dari para uskup yang mengurus administrasi gereja di bidang pendidikan (iman dan moralitas) atau pemerintahan (ajaran atau hukum gereja), masalah pernikahan sesama jenis akan dibahas.
Jarrel mengingatkan, sebagai umat Katolik kita memiliki rasa hormat yang mendalam terhadap martabat anak-anak Allah. Namun demikian tidak ada dasar hukum apapun apalagi hukum buatan manusia untuk mengubah definisi tradisional pernikahan yang dibangun Allah sejak awal. (Mirifica.net)

Terbaru

Populer