
Dalam pertemuan anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) dan Komisi HAAK KAJ dan HAAK Paroki pada 23 Juli 2015 di Katedral Jakarta Rm. Antonius Suyadi, Pr selaku perwakilan KAJ di FKUB Provinsi DKI Jakarta menghimbau agar setiap paroki di KAJ memanfaatkan FKUB. Secara khusus dia meminta agar para pegiat di seksi Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan (HAAK) paroki menjalin kerjasama dengan perwakilan FKUB KAJ di wilayah masing-masing. “Di setiap wilayah FKUB DKI Jakarta, KAJ telah menetapkan perwakilannya. Diharapkan masing-masing paroki berkoordinasi dengan mereka sesuai dengan wilayah masing-masing. Sebab perwakilan di wilayah FKUB ini adalah sekaligus perwakilan KAJ,” tandas Rm. Suyadi.
Lebih jelasnya Rm. Suyadi mengatakan kalau ada kegiatan HAAK di paroki atau dekenat silahkan mengundang perwakilan KAJ di FKUB di wilayah masing-masing. “Hal ini akan lebih memperlancar komunikasi dan informasi antara gereja dengan FKUB sekaligus bagian dari koordinasi pegiat kemasyarakatan kita,” lanjut Rm. Suyadi.
Rm.Suyadi juga menginformasikan bahwa KAJ saat ini sedang membentuk Tim Pembangunan KAJ. Beberapa diantara anggota tim itu adalah perwakilan KAJ di FKUB. “Memang tim ini belum selesai pembentukannya tetapi sudah bekerja keras membantu beberapa paroki dalam pengurusan perijinan seperti Paroki Kampung Duri, Paroki MKK, Paroki Cileduk dan Wisma Samadi,” lanjut Rm. Suyadi.
Lewat koordinasi tiap wilayah akan memudahkan kita untuk menggalang langkah-langkah kongkrit membangun hubungan baik dengan pihak-pihak lain. Seperti dalam memberikan penjelasan prinsip-prinsip umum Katolik sehingga pihak lain semakin mengenali siapa Katolik itu. Dengan pengenalan itu tidak ada muncul lagi saling curiga seperti isu katolikisasi. “Misalnya menjadi Katolik itu sangat susah harus belajar satu tahun dan harus lulus. Atau menyumbang orang miskin adalah kewajiban gereja dengan menyisihkan sebagian dana gereja dan gereja tidak pelit. Atau menjawab mengapa gereja Katolik bagus-bagus, karena umat maunya tempat beribadatnya bagus. Untuk itu dilakukan kolekte setiap ibadat bahkan tiap keluarga dibebani dana pembangunannya…dst,” jelas Rm. Suyadi.
Bahkan menurut Bambang Winarso, perwakilan KAJ di FKUB Jakarta Utara mengatakan sangat perlu menjalin hubungan dengan semua pihak. Dengan demikian kita bisa menjelaskan berbagai kegiatan di lingkungan dan bukan di gereja. Seperti latihan koor yang akan dibawakan di gereja, doa untuk orang meninggal seperti tahlilan, doa syukuran ulang tahun, pemberkatan rumah, kegiatan di bulan tertentu seperti Rosario di bulan Maria.
Hingga kini masih ada penolakan kehadiran gereja di 12 lokasi. “Dan tiga diantaranya adalah gereja katolik KAJ yaitu Gereja Damai Kristus, Jl. Duri Selatan V (Jakarta Barat), Gereja St. Bernadet, Jl. Matahari Pinang dan Gereja Stanislaus Kostka (Kranggan Bekasi),” ungkap Rudy, perwakilan KAJ di FKUB bersama Rm. Suyadi.
Dalam kesempatan ini juga Rm. Suyadi menyampaikan hasil pertemuan FKUB Provinsi DKI Jakarta dengan Kapolda Metro Jaya dan Kodam Jaya yang juga dihadiri ormas-ormas garis keras seperti FPI, FBR, Forkabi pada 21 Juli 2015 lalu di Polda Metro Jaya. “Kita tak perlu membuat suasana makin riuh. Biarkan saja pejabat di Papua menyelesaikannya. Karena kalau suasana makin panas akan ada pihak-pihak yang memperkeruh suasana. Sehingga akhirnya masalah ini dibawa ke sidang PBB dan ini berbahaya buat NKRI. Boleh jadi Papua akan lepas dari Indonesia. Jadi permasalahan ini bukan hanya tampak di permukaan tetapi ada lagi di balik itu,” ungkap Rm. Suyadi mengutip pernyataan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian, mantan kapolda Papua.
Pernyataan Tito ini tampaknya menyadarkan semua pihak sehingga semua bersepakat untuk menjaga kesatuan NKRI dengan tidak memperkeruh suasana. Kelompok-kelompok berkepentingan tidak akan berlomba-lomba mengirimkan utusan ke Papua.
Selain bertemu dengan Kapolda Metro Jaya dan Kodam Jaya, FKUB juga bertemu dengan pihak BIN Daerah DKI Jakarta di Hotel Kartika Chandra, Jakarta. Pihak BIN DKI Jakarta menjelaskan kejadian di Tolikara dan langkah-langkah mengantisipasi agar tidak merembet ke Jakarta.
Sementra itu Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo dengan tegas mengatakan bahwa yang tahu persis mengenai seluruh informasi Tolikara adalah Keuskupan Papua. “Hendaknya umat juga menahan diri untuk tidak ikut-ikutan memberi opini. Kita percayakan seluruhnya ke Keuskupan Papua,” himbaunya.
Sonar Sihombing
Sie HAAK Paroki St. Perawan Maria Ratu (Blok Q) Jakarta.
Paroki Harus Memanfaatkan FKUB
Lebaran di Vatikan, sebagian besar dihadiri pastor dan suster


Budiarman Bahar bertugas di Roma sebagai Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan sejak 21 Desember 2011. Seharusnya, masa tugas Budiarman mewakili Indonesia terhadap kewenangan tertinggi Gereja Katolik dunia itu sudah selesai tahun ini. Namun, dia masih harus tetap tinggal di sana karena pejabat penggantinya belum ditetapkan Kementerian Luar Negeri.
’’Putri saya pulang sejak Juni lalu karena saya kira saya bakal pulang dalam waktu dekat. Tapi, ternyata saya masih harus menghabiskan puasa dan Lebaran di sini lagi,’’ tutur Budiarman, seperti dilansir jawapos.com.
Meski begitu, suami Hetty Bahar tersebut tidak mempermasalahkan harus memperpanjang tugasnya di negara terkecil dunia itu. Dia sudah cukup bersyukur bisa menyelesaikan tugas di Vatikan dengan baik dan mendapat ’’bonus’’ beberapa saat sambil menunggu Dubes pengganti.
Nah, tahun ini Budiarman bersama keluarga harus kembali menjalankan ibadah puasa dan berlebaran di Vatikan. Menurut diplomat murni itu, tidak ada yang berbeda secara signifikan dalam berpuasa dan berlebaran di kota suci bagi umat Katolik itu. Umat Islam di sana bebas menjalankan ibadah yang dituntunkan agama.
”Meski di sini umat Islam termasuk minoritas, kami bebas beribadah. Tidak ada larangan apa-apa. Bahkan, kami dihormati,” ujarnya.
Luas Vatikan hanya 44 hektare dengan penduduk 800 jiwa yang tinggal di kota itu. Memang, tercatat pula sekitar 2.200 warga lainnya. Namun, mereka tinggal di luar Vatikan, misalnya di Roma dan kota-kota lain di Italia. Termasuk para kardinal dan 82 kantor kedutaan besar untuk Vatikan.
KBRI sendiri berada di Via Marocco Nomor 10, Roma, yang berjarak 50 menit dari Vatikan. Sebagai Dubes RI untuk Vatikan, Budiarman dan para Dubes negara lainnya sering mendapat undangan untuk mengikuti upacara-upacara yang terkait dengan agama Katolik. Misalnya perayaan Natal dan Paskah. Dia pun mengaku beruntung selama empat tahun bertugas di sana bisa menyaksikan secara langsung upacara-upacara yang dipimpin pimpinan tertinggi di Takhta Suci Vatikan itu.
”Selain saya, banyak juga Dubes dari negara Islam seperti Iran, Mesir, dan Libya. Kami biasanya berkumpul untuk menyaksikan dan mengikuti prosesi upacara itu,” papar diplomat yang pernah bertugas di Meksiko, Spanyol, Korea Selatan, Yaman, Turki, dan Australia tersebut.
Budiarman juga menceritakan pengalamannya berpuasa dan berlebaran di Vatikan. Menurut dia, memang tidak ada perbedaan dalam tatanan kehidupan masyarakat Vatikan selama Ramadan. Maklum, hampir 100 persen warga Vatikan merupakan pemeluk Katolik. Meski begitu, dia dan keluarga bisa menjalankan ibadah tersebut dengan baik. Apalagi, di Vatikan ada budaya, saat menjamu tamu tidak perlu memberikan suguhan air maupun jajanan.
”Sehingga saya tidak perlu susah-susah menolak untuk tidak meminum atau memakan jajanan karena sedang berpuasa. Toh, di sana budaya menjamu tamu tidak ada,” terangnya.
Bukan hanya pemerintah Vatikan, warga negara Indonesia (WNI) yang berada di bawah naungan KBRI Vatikan juga punya toleransi tinggi. Untuk diketahui, KBRI Vatikan saat ini menaungi 1.530 WNI. Jumlah itu hampir sama dengan WNI yang dinaungi KBRI Roma. Yang berbeda, semua WNI yang dinaungi KBRI Vatikan adalah pastor dan suster yang bertugas di gereja-geraja Katolik sekitar Roma dan di dalam Kota Vatikan.
Untuk staf KBRI, hanya dua orang yang beragama Islam. Sisanya merupakan pemeluk Katolik. Namun, hal itu tidak menghalangi Budiarman dan staf muslim untuk melakukan tradisi saat Ramadan dan Lebaran. Misalnya, mereka mengadakan acara buka bersama atau halalbihalal saat Lebaran tiba. Uniknya, yang datang dalam acara itu kebanyakan para pastor dan suster.
”Itulah toleransi antarumat beragama yang konkret. Mereka (pastor dan suster) akan datang bila diundang dalam acara-acara tradisi umat Islam itu. Seperti halnya bila mereka datang untuk acara sosialisasi pemilu atau perayaan hari kemerdekaan RI,” beber Budiarman. ”Saat buka bersama ditutup dengan doa secara Islam, mereka ikut dengan khusyuk berdoa dengan cara mereka sendiri,” tambahnya.
Menurut rencana, KBRI Vatikan mengadakan acara halalbihalal pada 25 Juli. Seperti biasa, KBRI mengundang seluruh WNI di bawah KBRI Vatikan, termasuk para pastor dan suster. ”Kami baru bisa mengadakan halalbihalal 25 Juli nanti karena suster dan pastor baru bisa keluar gereja saat akhir pekan,” ucapnya.
Meski begitu, Budiarman tak menampik bahwa dirinya memang rindu suasana berpuasa dan berlebaran di tanah air. ”Saya kangen sekali mendengarkan pukulan tiang listrik untuk membangunkan orang sahur pada pukul 03.00. Memang sederhana, tapi suara itu sungguh membuat saya rindu suasana Ramadan seperti itu.” (indonesia.ucanews.com)
Tumbuhkan Sikap Kerendahan Hati
Kesombongan menyebabkan seseorang tidak mampu merasakan kebaikan dan kasih Allah. Karena semua hal yang dimiliki, mereka akui sebagai hasil dari kerja keras dan kehebatan intelektual mereka semata. Mereka tidak pernah bersyukur kepada Tuhan, bahkan mengecilkan peran Tuhan di dalam hidup mereka. Lambat laun kesombongan akan menyeret mereka menuju jurang kehancuran. Kepandaian atau kehebatan yang dimiliki tidak akan mampu menyelamatkan mereka dari kebinasaan kekal.
Sebaliknya, orang yang rendah hati memiliki hati yang tulus dan murni. Mereka menyadari betapa miskinnya mereka di hadapan Tuhan sehingga mereka selalu menggantungkan hidupnya hanya kepada Tuhan. Sikap seperti inilah yang memungkinkan Tuhan berkarya dengan leluasa di dalam hidup mereka.
Mari kita menjadi murid-murid Kristus yang bijak dan rendah hati, senantiasa mengucap syukur di dalam segala kondisi. Dengan selalu mengandalkanNya, kita akan dimampukan untuk berjalan dengan iman yang hidup di dalam setiap langkah kehidupan kita. (Mirifica.net)
Ketika Paus Merangkul Semua dalam Ensikliknya “Laudato Si”

Kamis, 18 Juni 2015 lalu Paus Fransiskus mengeluarkan ensikliknya mengenai lingkungan hidup. Paus Fransiskus memulai ensikliknya dengan “Kidung Sang Surya”, hymne Santo Fransiskus dari Assisi, biarawan abad ke-13 yang mendedikasikan hidupnya untuk kaum miskin dan yang ditetapkan Gereja Katolik sebagai santo pelindung lingkungan. Surat berisi ajaran otoritatif Gereja itu dimaksudkan untuk memulai kembali pembicaraan global tentang perlindungan “rumah bersama kita” dari ancaman perubahan iklim.
Ensiklik bertajuk ‘Laudato Si’ (Praise Be to You) itu merupakan seruan profetik Paus kepada pemerintah berbagai negara, agama-agama, pelaku bisnis, dan setiap orang untuk bersama-sama berupaya mengatasi tantangan perubahan iklim. Dalam dokumen tersebut Paus menawarkan visi perubahan mengenai relasi manusia dengan alam sekaligus relasi antarmanusia.
Sebagaimana dilakukan paus-paus terdahulu, dalam ‘Laudato Si’ Paus Fransiskus mengutip sumber-sumber otoritatif yang lazim digunakan dalam penulisan ensiklik, seperti kitab suci, ensiklik-ensiklik sebelumnya, dan tulisan orang kudus besar dan berpengaruh.
Namun, berbeda dari para pendahulunya, Paus juga mengutip sumber-sumber yang tidak otoritatif atau yang tidak lazim. Antara lain, ia mengutip pernyataan sejumlah konferensi nasional para uskup serta sumber-sumber dari luar Gereja Katolik, seperti tulisan seorang mistikus Muslim.
Mengacu pada tradisi, sumber otoritatif dalam penulisan sebuah ensiklik terbatas pada ajaran resmi Gereja, yaitu kitab suci, katekismus Gereja Katolik, tulisan orang kudus besar, dan ajaran-ajaran sosial paus sebelumnya. Dalam kaitan itu, catatan kaki pada sebuah ensiklik memainkan peran khas, yakni memberitahukan pembaca tentang kesinambungan atau kesejalanan isi ensiklik tersebut dengan ajaran resmi Gereja.
Pembatasan sumber-sumber otoritatif itu tidak lepas dari pandangan Gereja Katolik tentang kedudukan seorang paus sebagai guru atau pengajar utama doktrin Gereja Katolik serta pembagian peran yang tegas antara guru dan murid.
Dengan kedudukan paus yang istimewa itu, ajaran paus tidak perlu mengacu pada sumber-sumber di bawahnya, pernyataan konferensi nasional para uskup misalnya, apalagi sumber-sumber dari luar Gereja. Selain mengacu pada kitab suci sebagai sumber utama atau tulisan orang kudus berpengaruh, seorang paus hanya perlu mengacu pada ajaran para paus terdahulu, yang berkedudukan setara dengannya.
Tradisi itu ditinggalkan Paus Fransiskus. Sebagaimana terlihat pada catatan kaki Laudato Si’, lebih dari 10 persen dari 172 catatan kaki ensiklik itu berisi kutipan dokumen konferensi nasional para uskup di belasan negara. Terdapat juga kutipan dokumen konferensi regional para uskup di dua wilayah yang paling parah menanggung dampak perubahan iklim, yakni Konferensi Para Uskup Amerika Latin (CELAM) dan Konferensi Para Uskup Asia (FABC).
Paus juga mengutip beberapa pemikir Katolik yang berpengaruh, seperti Romano Guardini dan Teilhard de Chardin. Sementara, pada bagian lain ia mengutip buku berisi pikiran dan refleksi Patriark Bertolomeus, pemimpin Gereja Ortodoks, tentang lingkungan hidup dan perubahan iklim.
Tidak hanya itu. Paus juga menggunakan dokumen PBB serta tulisan seorang mistikus (sufi) Muslim abad ke-19. Adapun, dari sufi bernama Ali al-Khawas itu Paus mengutip konsep tentang makna mistik alam.
Penggunaan referensi atau sumber-sumber tidak lazim ini menyampaikan beberapa hal penting terkait visi Paus Fransiskus. Pertama, dengan mengutip pernyataan konferensi para uskup, Paus Fransiskus membuka pintu bagi otoritas Gereja yang lebih terdesentralisasi. Secara tidak langsung Laudato Si’ merupakan pengakuannya terhadap kompetensi magisterial (mengajar) konferensi atau sinode para uskup, pada level nasional, regional, maupun internasional, dalam pembentukan ajaran sosial Gereja Katolik.
Kedua, Paus Fransiskus memperlihatkan solidaritasnya pada negara-negara miskin dan berkembang yang umumnya ada di belahan bumi bagian selatan. Dengan mengutip pernyataan konferensi para uskup, yang sebagian besar berasal dari negara-negara di belahan selatan, ia membuat “suara dari selatan” lebih didengar di panggung debat global yang cenderung didominasi “suara dari utara”.
Dan ketiga, dengan mengutip pemimpin Gereja Kristen lain dan sufi Muslim, Paus Fransiskus mendorong dialog ekumenis dan antariman mengenai spiritualitas bersama agama-agama. Sekaligus dengan cara itu ia mengundang semua orang untuk mengatasi dan keluar dari diri/kelompok sendiri demi meningkatkan kualitas relasi dengan siapapun sekaligus dengan alam dan Pencipta. (sumber: Time, Cruxnow, America Magazine, & NotaNostra)
SAKRAMEN-SAKRAMEN DAN SAKRAMENTALI

Mengapa umat Katolik memintakan berkat dari imam untuk rosario, buku doa, patung, salib? Demikian juga mengapa keluarga Katolik memintakan berkat bagi rumah baru yang akan dihuni, atau pada waktu pertunangan minta berkat pertunangan? Pertanyaan-pertanyaan ini dan yang sejenis ini berkaitan dengan yang dalam Gereja Katolik disebut sakramentali.
Sakramentali adalah kata dalam bahasa Latin yang berarti yang mirip dengan sakramen. Mengenai sakramentali Konstitusi Liturgi mengatakan, “ … Bunda Gereja Kudus telah mengadakan Sakramentali, yakni tanda-tanda suci, yang memiliki kemiripan dengan sakramen-sakramen. Sakramentali itu menandakan kurnia-kurnia, terutama yang bersifat rohani, dan yang diperoleh berkat doa permohonan Gereja. Melalui sakramentali itu hati manusia disiapkan untuk menerima buah utama sakramen-sakramen, dan pelbagai situasi hidup disucikan” (No 60).
Sakramen-sakramen Gereja (Baptis, Penguatan, Ekaristi, Tobat, Pengurapan Orang Sakit, Perkawinan dan Imamat) adalah perayaan resmi Gereja. Di antara ketujuh sakramen itu, Ekaristi disebut sebagai sumber dan puncak kehidupan umat kristiani. Sakramentali adalah upacara atau kegiatan ibadat yang bersumber dari dan mengarah pada sakramen-sakramen. Pemberkatan rumah atau alat-alat transportasi misalnya bersumber dari sakramen baptis. Tandanya : percikan air suci. Demikian juga ibadat pertunangan mengarah pada saikramen perkawinan. Semua rahmat dan daya kekuatan sakramen atau pun sakramentali mengalir dari sumber yang satu dan sama, yaitu misteri Paskah sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus seperti disebut dalam Konstitusi Liturgi No. 61. Selanjutnya dalam nomer yang sama dikatakan, “ … dan bila manusia menggunakan benda-benda dengan pantas, boleh dikatakan tidak ada satu pun yang tidak dapat dimanfaatkan untuk menguduskan manusia dan memuliakan Allah”.
Dibahasakan kembali berdasarkan buku Renungan Bulan Katekese Liturgi, 2015, hlm 12-13 atas ijin penulisnya. + I. Suharyo – Uskup Keuskupan Agung Jakarta. (*)
Tak ada tempat bagi pernikahan sesama jenis di gereja-gereja Katolik

Kali lalu Mahkamah Agung (Amerika Serikat) memutuskan untuk mendukung sah pernikahan sesama jenis; gay dan lesbian. Namun umat Katolik yang melakukan itu dipastikan tidak akan diizinkan untuk menikah di tempat-tempat milik gereja, termasuk gereja-gereja di Keuskupan Lafayette.
“Tidak ada seorang imam atau diakon dari Keuskupan ini dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan upacara sipil, perayaan perkawinan sesama jenis,” kata Uskup Michael Jarrell, di dalam Keuskupan Gereja Katolik Roma dari Lafayette mengenai informasi yang diberitakan tentang keputusan tersebut. Selanjutnya, Uskup Jarrel mengatakan, “semua umat Katolik didesak untuk tidak menghadiri upacara perkawinan sesama jenis.”
Dalam pemberitaan, Uskup kelahiran 1940 ini mengatakan bahwa meskipun itu keputusan hakim, hukum manusia tidak bisa melampaui hukum Allah.
“Kami sangat sedih dengan keputusan ini. Izinkan saya menyatakan dengan sangat jelas bahwa tidak ada pengadilan manusia memiliki wewenang untuk mengubah apa yang telah dituliskan Allah ke dalam hukum penciptaan. Putusan ini dapat direkonsiliasi dengan kodrat alami dan definisi dari perkawinan sebagaimana ditetapkan oleh Hukum Ilahi,” katanya.
“Perjanjian perkawinan ditetapkan oleh Allah dengan sifat alaminya yang layak dan hukum-hukumnya,” kata Jarrell terkait dalam pemberitaan.
Dalam pernyataannya, Uskup Jarrel mengakui bahwa keputusan itu “akan menciptakan masalah pertimbangan moral bagi banyak orang Katolik, terutama orang-orang Katolik yang berada dan bekerja di lingkungan publik. Dalam beberapa kasus pembangkangan sipil mungkin merupakan respon yang tepat.”
Jarrel mengatakan bahwa keputusan Mahkamah Agung AS ini akan dibawa dan dibahas pada Sinode Pernikahan dan Keluarga di bulan Oktober mendatang. Untuk diketahui, sinode mendatang memang secara khusus didedikasikan untuk panggilan dan misi keluarga di dalam Gereja dan di dunia dewasa ini.
Melalui sinode, yakni suatu pertemuan penuh kewenangan dari para uskup yang mengurus administrasi gereja di bidang pendidikan (iman dan moralitas) atau pemerintahan (ajaran atau hukum gereja), masalah pernikahan sesama jenis akan dibahas.
Jarrel mengingatkan, sebagai umat Katolik kita memiliki rasa hormat yang mendalam terhadap martabat anak-anak Allah. Namun demikian tidak ada dasar hukum apapun apalagi hukum buatan manusia untuk mengubah definisi tradisional pernikahan yang dibangun Allah sejak awal. (Mirifica.net)
Komsos Inward Looking Terlalu Asyik Ke “Dalam”
Komsos Inward Looking Terlalu Asyik Ke “Dalam”, demikian tema Rekoleksi yang digawangi oleh Komisi Komsos KAJ bagi seluruh Seksi Komsos Paroki se-KAJ di Wisma Samadi Klender Jakarta Timur (20-21 Juni 2015). Rekoleksi ini menghadirkan narasumber: Ignatius Untung, VP Marketing dari KASKUS bersama RD. Harry Sulistyo (Ketua Komsos KAJ) dan RD Steve Winarto (Wakil Ketua Komsos KAJ).
Rekoleksi ini untuk menjawab keprihatinan orang-orang luar yang melihat Gereja Katolik yang terlalu ekslusif. Selama 2 hari itu para komsoser diajak untuk berani terjun melakukan evangelisasi di dunia online tanpa tergantung pada para pastor. Masih banyak umat kita dan para pastor yang kurang menyadari Pentingnya Peran Komsos, semoga dengan rekoleksi ini kesadaran itu bisa muncul.
Sehingga Gereja Katolik tidak berkutat pada diri sendiri alias ekslusif melainkan terbuka untuk dapat mengenalkan diri pada dunia luar. (*)
“Mari Mendoakan Paus Fransiskus”

Duta Besar Vatikan untuk Indonesia Mgr Antonio Guido Filipazzi mengajak umat Katolik untuk berdoa bagi Paus Fransiskus yang kini menjadi titik rujuk bagi banyak orang.
Ajakan itu disampaikan Uskup Agung Filipazzi saat memimpin Misa Hari Raya Santo Petrus dan Santo Paulus di Gereja Katedral, Jakarta, Minggu (28/6/2015), yang didampingi Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo, yang juga sebagai ketua presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
“Selama dua tahun lebih masa kepausannya, Paus Fransiskus selalu meminta kita untuk mendoakan beliau. Saya mengajak seluruh umat untuk berdoa bagi intensi-intensi Paus sebagai penerus Santo Petrus,” kata Uskup Agung Filipazzi dalam homilinya.
Prelatus itu mengajak seluruh umat Katolik untuk mengamalkan cinta kasih dan mendoakan Paus Fransiskus yang merupakan penerus tugas Santo Petrus di dunia.
Menurut Mgr Filipazzi, Paus Fransiskus saat ini telah menjadi titik rujukan bagi banyak orang dari agama manapun.
“Gereja akan selalu berdoa bagi Paus agar mendapatkan berkat dalam tugas universalnya, semoga beliau semakin mampu melangkah dalam Gereja dan bagi Gereja, serta selalu menyebarkan cinta kasih,” katanya.
Gereja Katolik sedunia memperingati Hari Raya Santo Petrus dan Santo Paulus setiap 29 Juni, dan menjadi hari raya penting bagi Paus dan para uskup di seluruh dunia yang mengemban tugas sebagai penerus Santo Petrus.
Dalam Misa tersebut dihadiri juga oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. (indonesia.ucanews.com)
Umat Kristiani dan Umat Islam: Bersama-sama Melawan Kekerasan yang Mengatasnamakan Agama

DEWAN KEPAUSAN
UNTUK DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA
Umat Kristiani dan Umat Islam:
Bersama-sama Melawan Kekerasan
yang Mengatasnamakan Agama
UCAPAN SELAMAT DI AKHIR BULAN RAMADHAN
DAN Idul Fitri 1436 H. / 2015 A.D.
Vatikan
Saudara-saudari Muslim yang terkasih,
- Dengan senang hati, atas nama seluruh umat Katolik sedunia dan atas nama saya pribadi, saya mengucapkan selamat merayakan pesta Idul Fitri yang penuh kedamaian dan kebahagiaan. Dalam bulan Ramadhan, saudara sekalian sudah melaksanakan banyak kegiatan menyangkut agama dan sosial seperti puasa, doa, sedekah, bantuan kepada kaum miskin, kunjungan kepada sanak saudara dan sahabat. Saya berharap dan berdoa agar buah amal bakti ini dapat memperkaya kehidupan saudara sekalian!
- Bagi beberapa di antara saudara, demikian juga beberapa dari anggota komunitas agama lain, kegembiraan pesta ini dinaungi oleh ingatan sedih akan para kekasih yang telah kehilangan hidup atau harta-miliknya, atau menderita secara fisik, mental dan spiritual, disebabkan oleh kekerasan yang menimpa mereka. Beberapa komunitas etnik dan agama di sejumlah negara pun mengalami penderitaan yang amat besar dan tidak adil: pembunuhan anggota mereka, perusakan warisan kebudayaan dan keagamaan, pengusiran paksa dari rumah dan kota mereka, pelecehan dan pemerkosaan perempuan, perbudakan, perdagangan manusia, jual-beli organ tubuh dan bahkan penjualan mayat!
- Kita semua sadar akan beratnya kejahatan-kejahatan ini. Tetapi, yang membuatnya lebih menjijikkan lagi adalah usaha untuk membenarkannya atas nama agama. Sungguh jelas bahwa ini merupakan suatu penyalahgunaan agama untuk memperoleh kekuasaan dan kekayaan.
- Tak disangkal bahwa mereka yang diserahkan tanggung-jawab untuk menjaga keamanan dan ketenteraman umum, juga berkewajiban untuk melindungi orang dan harta-miliknya dari kekerasan buta para teroris. Namun, ada juga tanggung-jawab mereka yang bertugas untuk mendidik: keluarga, sekolah, buku pegangan sekolah, pemuka agama, wadah diskusi agama, media. Kekerasan dan terorisme lahir lebih dahulu di dalam pikiran orang yang menyimpang, kemudian dilaksanakan di lapangan.
- Mereka yang terlibat dalam pendidikan orang muda dan dalam beragam kancah pendidikan, seharusnya mengajar tentang kesakralan hidup dan keterkaitannya dengan martabat setiap pribadi, terlepas dari suku, agama, budaya, jenjang sosial, atau pilihan politiknya. Tidak ada orang yang hidupnya lebih berharga dari hidup orang lain hanya karena suku atau agamanya. Karena itu, tidak seorang pun boleh membunuh. Dan tidak seorang pun boleh membunuh atas nama Allah. Bahkan, itu merupakan kejahatan dua kali lipat: karena melawan Allah dan melawan manusia.
- Tidak bisa ada sikap mendua dalam pendidikan. Masa depan seseorang, atau suatu komunitas, bahkan seluruh umat manusia tidak boleh didirikan di atas ambiguitas itu atau di atas kebenaran yang semu. Baik umat Kristiani maupun umat Islam, sesuai dengan tradisi masing-masing, memandang Allah dan berhubungan dengan Dia sebagai wujud Kebenaran.Kehidupan kita dan tingkah laku kita harus mencerminkan keyakinan ini.
- Menurut Santo Yohanes Paulus II, kita, umat Kristiani dan umat Islam, mempunyai “privilese doa” (Pidato kepada Alim Ulama Muslim ,Kaduna, Nigeria, 14 Februari 1982). Doa kita sangat dibutuhkan: untuk keadilan, perdamaian dan ketenteraman di dunia; bagi mereka yang telah menyimpang dari jalan kehidupan yangbenar dan melakukan kekerasan atas nama agama, supaya berpaling kepada Allah dan memperbaiki hidupnya; bagi orang miskin dan sakit.
- Perayaan-perayaan kita, antara lain, memupuk harapan kita untuk masa kini dan masa depan. Kita memandang masa depan umat manusia dengan penuh harapan,terutama ketika kita berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan impian kita yang benar agar menjadi nyata.
- Bersama dengan Paus Fransiskus, kami berharap agar buah-buah bulan puasaRamadhan dan kegembiraan Idul Fitri menganugerahkan kepada saudara sekalian kedamaian dan kesejahteraan, sambil meningkatkan perkembangan saudara sebagai manusia dan sebagai orang beriman.
Selamat Hari Raya kepada saudara sekalian!
Dari Vatikan, 12 Juni 2015.
Jean-Louis Cardinal Tauran
Presiden
Father Miguel Ángel Ayuso Guixot, M.C.C.I.
Sekretaris
PONTIFICAL COUNCIL
FOR INTERRELIGIOUS DIALOGUE
00120 Vatican City
Telephone: +39-06-6988 4321
Facsimile: +39-06-6988 4494
Email: dialogo@interrel.va
www.pcinterreligious.org
(Unofficial version translated from the English)
Photo Credit: Ketua Umum PP Muhammadiyah bertemu Paus Fransiskus di Roma (Mirifica.net)
Setia Menjadi Pelaksana Sabda

Bencana, musibah, penderitaan dan sakit-penyakit adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Untuk dapat bertahan dan tetap berdiri teguh di tengah badai kehidupan, kita harus menjadikan Tuhan sebagai pusat dan landasan kehidupan kita.
Konsekuensinya, kita harus selalu mengutamakan kehendakNya di dalam seluruh sendi kehidupan kita. Hal yang tidak mudah, karena kita harus bersedia melepaskan segala kelekatan kita terhadap kenyamanan-kenyamanan yang ditawarkan dunia.
Untuk menjadi pengikutNya yang sejati, tidaklah cukup hanya menyerukan namaNya, membaca dan merenungkan sabdaNya serta aktif mengikuti berbagai kegiatan rohani. Kita dituntut untuk mewujudnyatakan sabdaNya dalam sikap dan perbuatan kita, karena iman hanya akan bertumbuh dan menjadi kokoh, seiring dengan penerapan sabda di dalam keseharian hidup kita.
Mari berjuang untuk setia menjadi pelaksana sabdaNya; semoga kelak kita diperkenankan masuk ke dalam kerajaanNya dan menerima anugerah mahkota kehidupan abadi. (mirifica.net)












